Thursday, December 24, 2009

Menelusuri Kelahiran Nabi Isa Al-Masih a.s.

MENELUSURI KELAHIRAN
NABI ISA AL-MASIH A.S.


oleh
IRFAN ANSHORY




TERNYATA tidak ada catatan sama sekali mengenai peringatan kelahiran Nabi Isa Al-Masih a.s. (dilatinkan: Jesus = Isa; Kristus = Al-Masih) sampai abad ke-4 Masehi. Absennya perayaan Natal sebelum itu menunjukkan bahwa mungkin tidak ada yang tahu kapan utusan Allah yang mulia itu lahir. Kitab-kitab Injil yang empat tidak menyebutkan tahun kelahiran beliau, apalagi tanggal dan bulan yang eksak. Clement (150-215), seorang uskup di Iskandariah, menetapkan tanggal 18 November. Sebuah dokumen dari Afrika Utara tahun 243, berjudul De Pascha Computus, menempatkan kelahiran Jesus Kristus tanggal 28 Maret pada awal musim semi.

Umat Nasrani pada masa-masa awal tidak tertarik merayakan Natal, sebab mereka memandang perayaan ulang tahun sebagai kebiasaan orang kafir. Tokoh gereja abad ke-3, Origenes, bahkan menyatakan bahwa merupakan suatu dosa jika mencari-cari tanggal kelahiran Jesus, sebab hal itu berarti menyamakan Kristus dengan seorang Fir’aun! Injil yang paling tua, Injil Markus, yang ditulis sekitar tahun 50, memulai uraian dari kisah permandian Isa Al-Masih yang sudah dewasa oleh Nabi Yahya bin Zakaria a.s. Fakta ini merupakan indikasi bahwa umat Nasrani pada masa-masa awal memang tidak memiliki interes terhadap kelahiran Jesus. Baru pada Injil Matius dan Injil Lukas, yang ditulis dua sampai empat dasawarsa kemudian, kita memperoleh kisah lahirnya Nabi agung yang merupakan putra suci Siti Maryam r.a. itu.

Informasi paling awal mengenai perayaan Natal tercantum dalam Philocalian calendar, suatu dokumen Romawi tahun 354, yang menyatakan 25 Desember sebagai hari kelahiran Jesus Kristus. Dijelaskan dalam dokumen tersebut bahwa tanggal itu ditetapkan oleh Uskup Liberius dari Roma dan kemudian diresmikan oleh Gereja. Pada mulanya banyak yang tidak setuju dengan tanggal itu, sebab 25 Desember jatuh pada musim dingin, di mana hampir mustahil ada penggembala di padang rumput Palestina pada malam hari seperti diberitakan Injil! Tetapi Gereja sangat berkepentingan dengan tanggal 25 Desember, sebab penetapan tanggal itu diharapkan efektif untuk memikat hati orang Romawi yang mulai tertarik kepada ajaran Nasrani setelah Kaisar Konstantinus (bertahta 306-337) memeluk agama tersebut. Tanggal 25 Desember adalah saat Natalis Solis Invicti (“Kelahiran Matahari Yang Tak Terkalahkan”), yang dirayakan orang Romawi dalam bentuk Festival Saturnalia, untuk menghormati kelahiran Mithra, dewa matahari mereka. Orang Romawi memang berduyun-duyun masuk Nasrani, tetapi Festival Saturnalia tanggal 25 Desember dilestarikan dalam bentuk perayaan Natal.

Ketika agama Nasrani tersebar di kawasan Eropa Barat, perayaan Natal dilengkapi dengan “pohon Natal” (Christmas tree) yang dipuja oleh bangsa-bangsa kafir Jerman dan Skandinavia. Bangsa Inggris baru mengenal pohon Natal ketika Ratu Victoria menikahi Pangeran Albert, yang membawa tradisi itu ke Inggris dari daerah asalnya Jerman pada tahun 1840. Bagaimanakah dengan Santa Claus? Dia adalah Saint Nicholas, uskup abad ke-4 di Nicaea (sekarang Iznik, masuk wilayah Turki) yang gemar membagikan hadiah kepada anak-anak. Tradisi ini populer di Negeri Belanda dengan sebutan San Nicolaas. Ketika orang-orang Belanda berimigrasi ke Amerika—kota New York sekarang adalah bikinan Belanda, dulu namanya New Amsterdam—mereka memperkenalkan tradisi bagi-bagi hadiah dari San Nicolaas ini, yang oleh lidah anak-anak Amerika diucapkan Santa Claus. Akhirnya pada tahun 1863, kartunis terkenal Thomas Nast menggubah lukisan Santa Claus dengan berpakaian merah dan berjanggut putih, lengkap dengan ketawa ‘ho-ho-ho’nya, yang populer sampai hari ini.


Kapan Isa Al-Masih (Jesus Kristus) lahir?

Pada masa Nabi Isa Al-Masih a.s. berlaku kalender Julian yang memulai perhitungan tahun dari 708 AUC (ab urbi condita), yaitu 708 tahun sesudah pembangunan kota Roma, yang ditetapkan Julius Caesar sebagai tahun 1 Julian (tahun 46 SM menurut hitungan kita sekarang). Injil Lukas 3:1 mengatakan bahwa Jesus memulai tugas kerasulan pada tahun ke-15 pemerintahan Kaisar Tiberius, ketika Pontius Pilatus diangkat menjadi gubernur Judea. Tiberius bertahta dari tahun 60 Julian sampai 83 Julian (14-37 Masehi), sehingga kejadian yang diceritakan Lukas itu berlangsung tahun 75 Julian (29 Masehi). Informasi Lukas ini dijadikan dasar oleh Dionisius Exiguus, pejabat tinggi kepausan di Roma pada abad ke-6, untuk menetapkan perhitungan tahun Anno Domini (AD atau Masehi). Oleh karena menurut Lukas 3:23 usia Jesus saat itu “kira-kira 30 tahun”, maka Dionisius memperkirakan Jesus lahir tahun 47 Julian, yang ditetapkannya sebagai Tahun 1 Anno Domini, dan tahun ketika menetapkan itu, yaitu 572 Julian, diganti angkanya menjadi 526 AD. Sejak tahun 526 berlakulah hitungan tahun Anno Domini (Masehi) sampai sekarang.

Tetapi benarkah Nabi Isa Al-Masih a.s. lahir pada tahun 1 Masehi (47 Julian)? Tahun itu hanyalah perkiraan Dionisius. Kenyataannya, baik Injil Lukas (1:5) maupun Injil Matius (2:1) mencatat kelahiran Jesus pada masa Raja Herodes, yang berarti antara tahun 37 SM dan 4 SM (10 sampai 43 Julian). Lukas 2:1-2 juga mengatakan bahwa Jesus lahir ketika gubernur Suriah Quirinius, atas perintah Kaisar Augustus, mengadakan sensus penduduk di Palestina. Sensus ini tentu berlangsung sesudah pengangkatan Quirinius tahun 6 SM (41 Julian). Maka sangat mungkin bahwa Nabi Isa Al-Masih a.s. lahir sekitar tahun 5 SM (42 Julian).

Meskipun tanggal dan bulan kelahiran Nabi Isa Al-Masih a.s. tidak dapat dipastikan, kita dapat menelusuri musim (season) ketika beliau lahir. Injil Lukas 2:8 mencatat suasana malam kelahiran Isa Al-Masih: Et pastores erant in regione eadem vigilantes et custodientes vigilias noctis super gregem suum (“Dan para gembala di padang rumput pada daerah itu sedang menjaga dan mengawasi pada waktu malam kawanan ternak mereka”). Ketika berkunjung ke Jerusalem, saya pernah bertanya kepada orang pribumi di sana: Pada bulan apa para gembala tinggal di padang rumput sampai malam hari? Dia menjawab bulan April atau bulan Mei pada musim semi (spring season).

Kitab Al-Qur’an pun menceritakan kelahiran Nabi Isa Al-Masih a.s. dalam Surat Maryam, tetapi tidak dijelaskan kapan beliau lahir. Namun ada ayat yang memberikan indikasi bahwa Nabi Allah yang mulia itu lahir pada musim semi. Ketika Siti Maryam r.a. melahirkan putranya yang suci itu, malaikat Jibril berkata kepadanya, sebagaimana tercantum dalam Surat Maryam ayat 25: Wa huzzi ilaiki bi jidz`i n-nakhlah, tusaqith `alaiki ruthaban janiyya (“Dan goyanglah ke arahmu pohon kurma itu, ia akan menjatuhkan kepadamu buah masak dan segar”). Jadi kelahiran Nabi Isa Al-Masih a.s. terjadi pada saat buah kurma cukup ranum, sehingga akan berjatuhan jika pohonnya digoyang. Sampai sekarang di daerah Timur Tengah panen kurma berlangsung pada musim semi.


Silsilah Nabi Isa Al-Masih a.s.

Injil Matius 1:1-17 menelusuri silsilah secara menurun dari Nabi Ibrahim a.s. sampai Nabi Isa Al-Masih a.s., sedangkan Injil Lukas 3:23-38 menelusuri silsilah secara mendaki dari Nabi Isa Al-Masih a.s. sampai Nabi Adam a.s. Baik Matius maupun Lukas berusaha menjelaskan bahwa Nabi Isa Al-Masih a.s. adalah keturunan Nabi Daud a.s.

Matius menguraikan silsilah Nabi Daud ke bawah dengan menempuh jalur Solomon bin Daud (Nabi Sulaiman a.s.). Silsilah yang dimulai dari Nabi Ibrahim itu dikelompokkan Matius menjadi tiga bagian, masing-masing mencakup 14 generasi. Angka 14 ini agaknya diambil dari nama “Daud” (dalam huruf Ibrani menggunakan tiga konsonan D-W-D atau daleth-waw-daleth), yang dalam numerologi Ibrani dan Arab bernilai: daleth(4) + waw(6) + daleth(4) = 14. Apa boleh buat, banyak nama keturunan Nabi Sulaiman dalam Dibre Hayyamim (Chronicles; Tawarikh) yang terpaksa dibuang oleh Matius agar tidak melebihi angka 14.

Lukas menempuh jalur berbeda dalam silsilah yang disusunnya. Menurut Lukas, Isa Al-Masih bukan keturunan Solomon bin Daud seperti kata Matius, tetapi keturunan Nathan bin Daud, abang Nabi Sulaiman (Dibre Hayyamim 3:5). Nama-nama dari Daud ke bawah yang disusun Lukas hampir semuanya berlainan dengan yang disusun Matius. Jumlah generasi pun tidak sama. Dari Daud sampai Isa Al-Masih, Lukas mencantumkan 42 generasi, sedangkan Matius cuma 27 generasi. Tetapi kedua penulis Injil ini bertujuan sama: Jesus Kristus adalah keturunan Daud!

Ternyata silsilah yang disusun oleh Matius dan Lukas tidak bersambung kepada Isa Al-Masih a.s.! Mereka berdua menguraikan silsilah yang menurunkan Yusuf suami Maryam, bukan silsilah Maryam sendiri. Padahal Nabi Isa Al-Masih a.s. adalah putra suci Siti Maryam r.a. yang perawan, dan sama sekali tidak ada hubungan darah dengan Yusuf. Meskipun suami Maryam, Yusuf tidak melakukan hubungan badaniah dengan istrinya sampai Isa Al-Masih lahir! Matius sendiri mengakui hal ini (1:25): Et non cognoscebat eam donec peperit filium suum primogenitum (“Dan tidaklah dia ‘menyatu’ dengannya sampai melahirkan putra laki-lakinya yang sulung itu”).

Jelaslah bahwa Nabi Isa Al-Masih a.s. bukanlah keturunan Nabi Daud, meskipun Matius dan Lukas jungkir-balik berusaha menjelaskan hal itu dengan silsilah yang berbeda-beda. Dengan kata lain, Isa Al-Masih bukanlah Bani Israil suku Yehuda (Judah)! Beliau adalah Bani Israil suku Lewi, sesuai dengan garis keturunan Siti Maryam r.a. yang serumpun dengan Nabi Musa dan Nabi Harun. Imam-imam Bani Israil umumnya memang dari suku Lewi. Menurut Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 33-35, Nabi Isa Al-Masih dan ibu beliau Siti Maryam adalah keturunan Imran, ayahanda Nabi Musa dan Nabi Harun, yang jelas merupakan keluarga Lewi, bukan keluarga Yehuda. Hal ini tercantum dalam We’elleh Shemoth (Exodus; Keluaran) 2:1. Juga dalam Surat Maryam ayat 28, Maryam dikatakan perempuan keluarga Harun (ukhta Harun).

Sebetulnya Lukas pun diam-diam mengakui bahwa Siti Maryam dan putranya Isa Al-Masih adalah suku Lewi. Dalam Lukas 1:5 tertulis bahwa Elisabeth istri Nabi Zakaria (ibunda Nabi Yahya) adalah keturunan Nabi Harun (filiabus Aaron), sedangkan dalam Lukas 1:36 dijelaskan bahwa Elisabeth dan Maryam adalah sekeluarga (cognatus). Juga estimasi Lukas (3:23) bahwa usia Jesus “kira-kira 30 tahun” (quasi annorum triginta) ketika memulai tugas kerasulan merupakan indikasi bahwa Nabi Isa Al-Masih memang suku Lewi, sebab menurut Bemidbar (Numbers; Bilangan) 4:47 para imam dari suku Lewi baru wajib melakukan tugas imamatnya setelah berusia 30 tahun.

Kesimpulan:
(1) Nabi Isa Al-Masih a.s. mustahil lahir pada bulan Desember. Utusan Allah yang mulia itu mungkin lahir pada musim semi (April atau Mei).
(2) Nabi Isa Al-Masih a.s. bukanlah keturunan Nabi Daud a.s. (suku Yehuda). Putra suci Siti Maryam r.a. itu jelas merupakan suku Lewi.

Quod erat demonstrandum (Q.E.D.) !***

Wednesday, December 16, 2009

Bahasa dan Aksara Lampung

BAHASA DAN AKSARA LAMPUNG

oleh
IRFAN ANSHORY
(BATIN KESUMA NINGRAT)



Penelitian ilmiah tentang bahasa dan aksara Lampung dipelopori oleh Prof. Dr. Herman Neubronner van der Tuuk melalui artikel “Een Vergelijkende Woordenlijst van Lampongsche Tongvallen” dalam jurnal ilmiah Tijdschrift Bataviaasch Genootschap (TBG), volume 17, 1869, hal. 569-575, serta artikel “Het Lampongsch en Zijne Tongvallen”, dalam TBG, volume 18, 1872, hal. 118-156, kemudian diikuti oleh penelitian Prof. Dr. Charles Adrian van Ophuijsen melalui artikel “Lampongsche Dwerghertverhalen”, dalam jurnal Bijdragen Koninklijk Instituut (BKI), volume 46, 1896, hal. 109-142. Juga Dr. Oscar Louis Helfrich pada tahun 1891 menerbitkan kamus Lampongsch-Hollandsche Woordenlijst. Lalu ada tesis Ph.D. dari Dale Franklin Walker pada Universitas Cornell, Amerika Serikat, yang berjudul A Grammar of the Lampung Language (1973).

Menurut Prof. C.A. van Ophuijsen, bahasa Lampung tergolong bahasa yang tua dalam rumpun Melayu-Austronesia, sebab masih banyak melestarikan kosakata Austronesia purba, seperti: apui, bah, balak, bingi, buok, heni, hirung, hulu, ina, ipon, iwa, luh, pedom, pira, pitu, telu, tuha, tutung, siwa, walu, dsb. Prof. H.N. van der Tuuk meneliti kekerabatan bahasa Lampung dengan bahasa-bahasa Nusantara lainnya. Bahasa Lampung dan bahasa Sunda memiliki kata “awi” (=bambu), bahasa Lampung dan bahasa Sumbawa memiliki kata “punti” (=pisang), bahasa Lampung dan bahasa Batak memiliki kata “bulung” (=daun), dsb. Hal ini membuktikan bahwa bahasa-bahasa Nusantara memang satu rumpun, yaitu rumpun Austronesia yang meliputi kawasan dari Madagaskar sampai pulau-pulau di Pasifik.

Aksara Lampung yang 19 huruf, dari ka-ga-nga sampai ra-sa-wa-ha, dibahas oleh Prof. Karel Frederik Holle, Tabel van Oud en Nieuw Indische Alphabetten (Batavia, 1882), dan meskipun selintas disinggung juga oleh Prof. Johannes Gijsbertus de Casparis, Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesia (Leiden, 1975). Kata Prof. K.F.Holle, cuma sedikit suku-suku di Nusantara yang mempunyai aksara sendiri, dan salah satu di antaranya adalah aksara Lampung! Sebagian besar suku-suku tidak memiliki aksara, dan baru mengenal aksara setelah menerima Islam, yaitu huruf Arab-Melayu.

Aksara Lampung memiliki banyak kesamaan dengan aksara Batak, Bugis dan Sunda Kuna (yang sekarang mulai disosialisasikan kembali di Jawa Barat). Tetapi bukan berarti yang satu meniru yang lain, melainkan aksara-aksara tersebut memang bersaudara, sama-sama diturunkan dari aksara Dewanagari di India. Persis sama halnya dengan aksara Latin dan aksara Rusia yang sama-sama diturunkan dari aksara Yunani, yang pada mulanya berasal dari aksara Phoenisia. Jadi di dunia ini tidak ada aksara yang murni, sebab pembauran antarbudaya di muka bumi berlangsung sepanjang masa.

Kemudian perlu ditegaskan bahwa karya-karya ilmiah tentang bahasa dan aksara Lampung semuanya memakai “r” untuk menuliskan huruf atau fonem ke-16 aksara Lampung! Gelar (adok) dan nama tempat harus dituliskan dengan ejaan “r”, meskipun dibaca mendekati bunyi “kh”, misalnya Pangiran Raja Purba, Batin Sempurna Jaya, Radin Surya Marga, Minak Perbasa, Kimas Putera, Marga Pertiwi, Buay Pernong, Bandar Negeri Ratu, dsb. Penulisan “radu rua rani mak ratong” merupakan ejaan baku (ilmiah), sedangkan penulisan “khadu khua khani mak khatong” tidaklah baku.

Akhirnya perlu dikemukakan bahwa dalam era sains dan teknologi sekarang, suatu bahasa jika mau berkembang harus mampu menyerap istilah-istilah modern dan kontemporer. Jadi bahasa Lampung perlu banyak menyerap kosakata baru, dan janganlah ada yang berpendapat bahwa bahasa Lampung merupakan bahasa “hibrid” atau “cangkokan”. Bahasa Indonesia, bahkan juga bahasa Inggris, banyak sekali menyerap kosakata dari luar.

Antak ija pai da pubalahan ram sa, dang kejung ga, kantu mak kebaca.