Omong-omong tentang Pancasila
YANG SERING TERLUPA
oleh
IRFAN ANSHORY
Apakah arti Pancasila?
Bahwa panca artinya ‘lima’, kita sama mafhum. Yang belum banyak diketahui, dalam bahasa Sansekerta ada dua kata yang sangat mirip bunyinya padahal sangat berbeda arti, yaitu kata çilâ (silaa, panjang pada a) yang artinya ‘dasar, landasan’ dan kata çîla (siila, panjang pada i) yang artinya ‘moral, watak’.
Ajaran Hindu dan Buddha mengenal Pancha Shiila (lima moral): jangan membunuh, jangan mencuri, jangan berdusta, jangan berzina, jangan mabuk. Aliran kebatinan Pangestu (Paguyuban Ngesti Tunggal) juga memiliki Pancasila (lima moral): rela, nerimo, temen, sabar, budi luhur. Pada masa Orde Baru ada siaran TVRI yang awalnya berjudul ‘Moral Pancasila’ lalu berganti nama menjadi ‘Mimbar Kepercayaan’. Istilah Pancasila yang digunakan Hindu-Buddha dan Kebatinan di atas merujuk kepada kata çîla yang artinya ‘moral, watak’.
Dasar negara kita yang lima pun populer dengan nama Pancasila, meskipun dalam UUD 1945 tidak disebutkan bahwa dasar negara kita namanya “Pancasila”. Sudah tentu pengertiannya sangat berbeda dengan yang digunakan Hindu-Buddha dan Kebatinan, sebab Pancasila sebagai nama dasar negara kita merujuk kepada kata çilâ yang artinya ‘dasar, landasan’. Nama ini diusulkan oleh Bung Karno sendiri pada tanggal 1 Juni 1945. Setelah menguraikan usulan lima dasar negara, Bung Karno mengatakan: “….namanja ialah Pantja Sila. Sila artinja azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itoelah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.”
Tanggal berapa Hari Lahir Pancasila?
Ada dua alternatif Hari Lahir Pancasila.
Pertama, tanggal 1 Juni 1945, jika merujuk pada saat Bung Karno mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara. Lima dasar yang diusulkan Bung Karno itu adalah (1) Kebangsaan (2) Internasionalisme (3) Mufakat/Demokrasi (4) Kesejahteraan Sosial (5) Ketuhanan.
Kedua, tanggal 22 Juni 1945, jika merujuk pada saat pertama kali Pancasila diformulasikan secara resmi sebagai dasar negara, yaitu: (1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab (3) Persatuan Indonesia (4) Kerakyatan yang dipimpin hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Inilah rumusan resmi Pancasila yang paling asli, yang disahkan dalam Sidang BPUPKI tanggal 10 Juli 1945. Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam Sidang PPKI, sila pertama diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada tahun 1957, dua orang guru besar terkemuka, Prof. Dr. P.A. Hoesein Djajadiningrat dengan Prof. Dr. Soekanto, pernah berpolemik dalam majalah ilmiah Bahasa dan Budaja, mengenai hari lahir Kota Jakarta. Prof. Hoesein tidak menyetujui pendapat Prof. Soekanto yang memperhitungkan bahwa pendirian Kota Jayakarta oleh Fatahillah berlangsung tanggal 22 Juni 1527. Bukan pada tempatnya kita menguraikan polemik tersebut. Namun yang menarik, kedua ilmuwan termasyhur itu menyebut-nyebut Hari Lahir Pancasila.
Prof. Hoesein mengatakan: “Perkiraan jang menghasilkan bahwa peristiwa itu terdjadi tanggal 22 Djuni 1527, rupanja hanja bermaksud untuk mendapat hasil itu sebab hari itu adalah hari lahir Pantja Sila” (Bahasa dan Budaja, Tahun V No.1, h. 11). Perlu dicatat, Prof. Hoesein adalah salah seorang anggota BPUPKI yang merumuskan Pancasila dan UUD 1945.
Lalu Prof. Soekanto menjawab: “Apa jang dikemukakan Prof. Dr. P.A. Hoesein Djajadiningrat bahwa hari lahir Djajakarta kami djatuhkan pada tanggal 22 Djuni sebab hari itu adalah hari lahir Pantja Sila, ialah suatu tuduhan jang tidak beralasan. Akan tetapi, kenjataan bahwa hari lahirnja Pantja Sila kebetulan sama dengan hari lahirnja ibukota Negara Indonesia, itulah jang sangat menggembirakan kami. Dan kami jakin, bahwa tiap-tiap orang Indonesia jang mempunjai fikiran dan perasaan nasional, djuga akan ikut gembira” (Bahasa dan Budaja, Tahun V No.3, h. 8).
Rupanya sampai tahun 1957 (ketika polemik di atas terjadi), yang dianggap sebagai Hari Lahir Pancasila adalah tanggal 22 Juni. Baru pada masa Demokrasi Terpimpin yang mengkultuskan Bung Karno, peringatan Hari Lahir Pancasila dipindahkan ke tanggal 1 Juni.
Bolehkah Pancasila dijadikan asas partai?
“DJANGAN Pantja Sila diakui oleh sesuatu partai! Djangan ada sesuatu partai berkata Pantja Sila adalah azasku. PNI tetaplah kepada azas marhaenisme. Dan PNI boleh berkata djustru karena PNI berazas marhaenisme oleh karena itulah PNI mempertahankan Pantja Sila sebagai dasar negara. Tetapi djangan berkata PNI berdasarkan Pantja Sila.”
Demikianlah penegasan Bung Karno, penggali Pancasila itu sendiri, pada pidato beliau di Istana Merdeka tanggal 17 Juni 1954, sebagaimana tercantum pada buku Andjuranku Kepada Segenap Bangsa Indonesia, halaman 17, yang diterbitkan Kementerian Penerangan Republik Indonesia, Penerbitan No.845/B, 1955.***
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home