Tuesday, January 25, 2011

Tahun Sebelas dalam Sejarah

PERISTIWA PENTING PADA TAHUN . . 11
SEPANJANG SEJARAH

Dihimpun oleh
IRFAN ANSHORY




1911 (100 tahun yang lalu)


● Sarekat Islam didirikan oleh Hadji Samanhudi (1868-1956) di Surakarta. Meskipun tiga tahun lebih muda dari Budi Utomo, organisasi Sarekat Islam inilah yang layak disebut sebagai Pelopor Kebangkitan Nasional. Jika Budi Utomo bersifat lokal kejawaan dan dianggap “anak manis” oleh pemerintah kolonial Belanda, maka Sarekat Islam dengan semboyan ‘kerso, kuwoso, mardiko’ dalam kongresnya di Bandung tahun 1916 telah menyuarakan “kemerdekaan Hindia” dan para aktivisnya berasal dari berbagai suku di Nusantara, seperti Hadji Omar Said Tjokroaminoto (Jawa), Hadji Agus Salim (Minangkabau), Arudji Kartawinata (Sunda), dan Abdul Muttalib Sangadji (Maluku).

● Revolusi di Cina mengakhiri Dinasti Manchu (1644-1911), dan Cina untuk pertama kalinya menjadi Republik, setelah sejak zaman purba berbagai dinasti silih berganti menegakkan monarki di Daratan Cina. Dr. Sun Yat-sen (1866-1925) yang terpilih sebagai presiden pertama Republik Cina mengajarkan doktrin San Min Chu I (Tiga Asas Rakyat): Min Tsu (kebangsaan), Min Chuan (demokrasi), dan Min Sheng (kesejahteraan sosial), yang ikut mempengaruhi pemikiran Bung Karno dalam merumuskan Pancasila pada tahun 1945.

● Roald Amundsen (1872-1928) dari Norwegia (beserta empat kawannya dan 17 anjingnya) merupakan manusia pertama yang mencapai Kutub Selatan di Benua Antartika.

● Ernest Rutherford (1871-1937), orang Selandia Baru yang berhijrah ke Inggris, mengemukakan Teori Atom Modern: “Atom tersusun dari inti atom yang bermuatan positif dan dikelilingi elektron-elektron yang bermuatan negatif.” Dua tahun kemudian, teori ini disempurnakan oleh Niels Henrik David Bohr (1885-1962) dari Denmark yang menerangkan tingkat-tingkat energi dalam atom.

● Marie Sklodowska Curie (1867-1934), orang Polandia yang berhijrah ke Perancis, memperoleh Hadiah Nobel bidang kimia untuk penemuan unsur polonium (Po) dan radium (Ra), setelah pada tahun 1903 bersama suaminya Pierre Curie (1859-1906) dan Antoine Henri Becquerel (1852-1908) memperoleh Hadiah Nobel bidang fisika untuk penemuan keradioaktifan. Luar biasa Marie Curie ini: mendapat Nobel dua kali !



1811 (200 tahun yang lalu)

● Inggris mulai menguasai Indonesia meskipun hanya lima tahun (1811-1816), dengan Thomas Stamford Raffles (1781-1826) sebagai Letnan-Gubernur (dia tidak memakai istilah ‘Gubernur Jenderal’). Peninggalan Raffles yang patut dikenang adalah penemuan kembali Candi Borobudur, pembangunan Kebun Raya di Bogor, pembakuan sistem lalu lintas jalur kiri (padahal di Belanda jalur kanan), dan buku karya Raffles yang menjadi klasik, The History of Java (2 vols).

● Amedeo Avogadro (1776-1856) dari Italia menemukan bahwa pada suhu dan tekanan yang sama gas-gas yang bervolume sama ternyata mengandung jumlah molekul yang sama. Inilah yang dikenal sebagai Hipotesis Avogadro.



1711 (300 tahun yang lalu)

● Suku-suku bangsa Persia yang bermazhab Sunni menyatakan identitas sendiri dengan nama AFGHANI dan negeri mereka Afghanistan (bahasa Persia: stan = negeri), supaya dibedakan dari suku-suku bangsa Persia yang bermazhab Syi’ah, yang pada tahun 1935 menyatakan diri dengan nama Iran. Jadi Iran dan Afghanistan adalah sesama bangsa Persia, seperti Indonesia dan Malaysia yang sesama bangsa Melayu.



1611 (400 tahun yang lalu)

● Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam (bertahta 1607-1636) dari Aceh mulai mengadakan ekspansi wilayah ke Semenanjung Malaka, dengan menaklukkan kesultanan Kedah, Pahang dan Johor. Pada awal abad ke-17, Kesultanan Aceh muncul sebagai kekuatan besar, kekuasaannya meliputi separoh Sumatera (Aceh, Sumut, Sumbar dan Riau sekarang). Augustin de Beaulieu, musafir Perancis tahun 1664, melaporkan bahwa Aceh mempelajari pembuatan meriam dan pengolahan mesiu dari Turki serta armada Aceh meliputi ratusan kapal besar, sepertiganya lebih besar dari kapal-kapal Eropa!

● VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), persatuan kompeni Belanda di Hindia Timur yang berpusat di Ambon, memperoleh izin dari penguasa Jayakarta (Jakarta), Pangeran Wijayakrama, untuk mendirikan benteng di pelabuhan Jayakarta. Sultan Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir dari Banten, sebagai atasan Wijayakrama, tidak menyetujui hal ini, sehingga timbul ketegangan antara Banten dan Jakarta. Situasi ini dimanfaatkan oleh Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal VOC, untuk merebut Jayakarta (Jakarta)pada tanggal 30 Mei 1619 dan mengubah nama kota itu menjadi Batavia (oleh lidah pribumi disebut ‘Betawi’). Nama ‘Batavia’ ini eksis selama 323 tahun, dan baru lenyap pada tanggal 9 Desember 1942 ketika Pemerintah Pendudukan Jepang mengembalikan lagi nama asli ‘Jakarta’. Tapi anehnya, masyarakat Jakarta sekarang senang sekali mengaku ‘anak Betawi’, padahal Betawi (Batavia) adalah nama kolonial.

● Alkitab (The Bible) King James Version resmi diterbitkan oleh Kerajaan Inggris setelah tujuh tahun digarap dan disempurnakan terjemahannya oleh para ahli bahasa, termasuk William Shakespeare. Alkitab KJV ini merupakan rujukan standar bagi terjemahan Alkitab di seluruh dunia, termasuk Alkitab terbitan LAI (Lembaga Alkitab Indonesia).



1511 (500 tahun yang lalu)

● Armada Portugis dipimpin Afonso de Albuquerque menaklukkan pelabuhan Malaka, pusat perdagangan Asia Tenggara masa itu. Berakhirlah riwayat Kesultanan Malaka setelah eksis sejak tahun 1400. Malaka direbut oleh Belanda dari Portugis tahun 1641, lalu pada tahun 1818 Malaka ditukarkan dengan Bengkulu oleh Belanda kepada Inggris.



1311 (700 tahun yang lalu)

● Pemberontakan demi pemberontakan mulai terjadi di Kerajaan Majapahit terhadap Raja Jayanagara (bertahta 1309-1328), sebab para pembesar Jawa banyak yang tidak rela “anak wong sabrang” menjadi raja. Jayanagara adalah putra Kertarajasa Jayawardhana (Raden Wijaya) dari Dara Petak putri Malayu. Istri-istri Raden Wijaya yang lain, yaitu putri-putri Kertanagara raja terakhir Singhasari, berputra perempuan atau tidak berputra. Pemberontakan Ranggalawe (1311), Sora (1313) dan Nambi (1316) dapat ditumpas, tapi pemberontakan Kuti (1319) sempat membuat Jayanagara mengungsi. Di sinilah mulai bersinar karier Kepala Bhayangkari (pengawal raja) yang bernama Gajah Mada (1300-1364).

● Katedral Notre Dame di Perancis yang termasyhur diresmikan pemakaiannya setelah 99 tahun pembangunan (mulai 1212).



1211 (800 tahun yang lalu)

● Jenghiz Khan (bertahta 1206-1227) pemimpin Mongol mulai mengadakan ekspansi wilayah ke empat penjuru, dimulai dengan penaklukan Cina (1211-1215). Cucunya Jenghiz Khan yang bernama Kubilai Khan (bertahta 1260-1294) menegakkan Dinasti Yuan di Cina (1260-1368), kemudian digantikan Dinasti Ming (1368-1644). Kubilai Khan mengirimkan utusan Meng Ki ke Singhasari tahun 1276, meminta agar Raja Kertanagara (bertahta 1268-1292) mengakui kedaulatan Mongol. Sudah tentu permohonan ini ditolak Kartanagara, bahkan Meng Ki diberi tanda pada dahinya dan disuruh pulang ke Cina.

● Giovanni Francesco yang lebih dikenal dengan nama Francis of Assisi (1182-1226) mulai mempraktekkan bernyanyi di gereja sebagai bagian dari ibadah di samping khutbah, misa, sakramen, dsb. Pada mulanya kegiatan bernyanyi di gereja ini banyak yang menentang, sebab dianggap mencampuradukkan ibadah dengan hiburan.



1111 (900 tahun yang lalu)

● Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali (1058-1111), ulama dan ahli filsafat termasyhur, meninggal dunia. Di Eropa dia dikenal dengan nama ‘Algazel’. Buku-bukunya banyak yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia, misalnya Ihya’ `Ulumuddin (Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama), Al-Munqid min al-Dhalal (Penyelamat dari Kesesatan), Ya Ayyuha l-Walad (Wahai Anak), Kimiya` as-Sa`adah (Kimia Kebahagiaan), Misykat al-Anwar (Lentera Cahaya), dsb.



1011 (1000 tahun yang lalu)

● Wales ditaklukkan dan dipersatukan dengan England. Perlu diketahui bahwa Pulau Great Britain dihuni tiga etnis: England, Scotland, Wales, dengan bahasa dan adat-istiadat berbeda-beda. Great Britain dengan Irlandia Utara membentuk United Kingdom. (Bahasa Indonesia rancu dalam hal ini: England = Inggris; Britain = Inggris; United Kingdom = Inggris). Untuk menegaskan bahwa Wales adalah milik England, sejak saat itu putra mahkota England selalu disebut Prince(ss) of Wales.



911 (1100 tahun yang lalu)

● Abdurrahman III (bertahta 911-961) dari Dinasti Bani Umayyah di Cordova (Spanyol) memproklamasikan dirinya sebagai Khalifah, menyaingi Khalifah Al-Muqtadir (bertahta 908-932) dari Dinasti Bani Abbas di Baghdad (Irak). Dengan demikian terdapat dua kekhalifahan di Dunia Islam: Kekhalifahan Barat (West Caliphate) di Cordova dan Kekhalifahan Timur (East Caliphate) di Baghdad.



811 (1200 tahun yang lalu)

● Charlemagne atau Charles The Great (bertahta 771-814), raja Frank, menaklukkan Jerman dan mendirikan kota Hamburg.



711 (1300 tahun yang lalu)

● Thariq ibn Ziyad, panglima Islam, diperintahkan Khalifah Walid ibn Abdil-Malik (bertahta 705-715) dari Dinasti Bani Umayyah di Damaskus untuk menaklukkan Spanyol. Hanya empat tahun (711-715) waktu yang diperlukan untuk menguasai seluruh Semenanjung Iberia itu. Bukit tempat Thariq mendarat diberi nama ‘Jabal Thariq’ (Bukit Thariq), yang oleh lidah Eropa diucapkan ‘Gibraltar’. Delapan abad lamanya (711-1492) Spanyol di bawah kekuasaan Islam, di mana kota-kota Qurthubah (Cordova), Isybiliyah (Sevilla), Gharnathah (Granada), Barsyalunah (Barcelona), dsb. menjadi tempat para mahasiswa Eropa menuntut berbagai macam ilmu pengetahuan. Berkat pembelajaran dari universitas-universitas Islam di Spanyol, Eropa bangkit dari masa kegelapan (Dark Ages) menuju masa Kelahiran Kembali (Renaissance).



611 (1400 tahun yang lalu)

● Nabi Muhammad s.a.w. (571-632) belum setahun menjadi Nabi dan Rasul (beliau menerima wahyu yang pertama pada 6 Agustus 610). Pada tahun 611, beliau baru memperoleh pengikut empat orang. Di samping Rasulullah s.a.w. sendiri, yang memeluk agama Islam adalah Khadijah (istri Nabi), Ali ibn Abi Thalib (sepupu Nabi), Zaid ibn Haritsah (anak angkat Nabi), dan Abu Bakar Shiddiq (teman akrab Nabi).
Sekarang, tahun 2011, umat Islam menempati peringkat kedua terbanyak di muka bumi sesudah umat Nasrani. Ada baiknya kita simak baik-baik analisis dari majalah terkemuka The Economist edisi 19 December 2007, dalam artikel berjudul “The Bible v the Qur’an: The Battle of the Books” :
The Christians entered the 21st century with a big head start. There are 2 billion of them in the world compared with 1.5 billion Muslims. But Islam had a better 20th century than Christianity. The world's Muslim population grew from 200m in 1900 to its current levels. Christianity has shrivelled in Christendom's European heart. Islam is resurgent across the Muslim world. Many Christian scholars predict that Islam will overtake Christianity as the world's largest religion by 2050.

Tuesday, December 28, 2010

Mengapa Sepekan Tujuh Hari ?

NAMA-NAMA HARI DALAM SEPEKAN

oleh
IRFAN ANSHORY



PADA ZAMAN PURBA, sebelum ilmu astronomi modern berkembang, ada tujuh benda langit yang dianggap beredar mengelilingi bumi. Posisi ketujuh benda langit ini selalu berpindah-pindah, berbeda dengan bintang-bintang yang dianggap tetap tempatnya (fixed stars). Ketujuh benda langit tersebut adalah Matahari, Bulan, dan lima planet yang namanya diambil dari nama dewa-dewa.

Orang Romawi menamai lima planet itu Mars, Merkurius, Jupiter, Venus, dan Saturnus. Orang Yunani memberi nama Ares, Hermes, Zeus, Aphrodite, dan Cronus. Orang Jerman menamai mereka Diens, Woden, Donner, Frigg, dan Saturne. Orang Anglo-Saxon seperti Inggris memakai nama Tiw, Woden, Thor, Frigg, dan Saturne.

Ketujuh benda langit di atas sudah diamati oleh masyarakat purba sejak zaman Mesopotamia, antara lain untuk mengetahui perhitungan waktu dan musim yang sangat diperlukan para petani. Karena kehadiran benda-benda langit itu dirasakan berpengaruh kepada keadaan di bumi dan kehidupan manusia, maka tujuh benda langit itu mengesankan kemahakuasaan, dan lalu dianggap sebagai “tuhan” yang disembah dan dipuja.

Dari situlah muncul konsep “tujuh hari” dalam satu pekan (week), sebagai akibat praktek menyembah “satu tuhan satu hari”. Nama-nama hari yang tujuh langsung diambil dari nama tujuh benda langit: Hari Matahari (Dies Solis), Hari Bulan (Dies Lunae), Hari Mars (Dies Martis), Hari Merkurius (Dies Mercurii), Hari Jupiter (Dies Jovis), Hari Venus (Dies Veneris), dan Hari Saturnus (Dies Saturni).

Mari kita perhatikan nama-nama hari dalam beberapa bahasa Eropa, yang tercantum dalam tabel di bawah.

Inggris: Sunday, Monday, Tuesday, Wednesday, Thursday, Friday, Saturday.
Belanda: Zondag, Maandag, Dinsdag, Woensdag, Donderdag, Vrijdag, Zaterdag.
Jerman: Sonntag, Montag, Dienstag, Mittwoch, Donnerstag, Freitag, Samstag.
Perancis: dimanche, lundi, mardi, mercredi, jeudi, vendredi, samedi.
Italia: domenica, lunedi, martedi, mercoledi, giovedi, venerdi, sabato.
Spanyol: domingo, lunes, martes, miercoles, jueves, viernes, sabado.
Portugis: deominggo, segundafeira, terçafeira, quartafeira, qiuntafeira, sextafeira, sabado.


Benda langit yang paling dominan tentu matahari. Itulah sebabnya penyembahan matahari paling utama, sehingga nama hari pertama selalu berarti “Hari Matahari” atau “Hari Tuhan” (dari nama “Sunday” sampai nama “deominggo”), dan hari pertama ini dianggap sakral oleh masyarakat Eropa. Kata “orientation” dalam bahasa Inggris bermakna “menghadap ke timur” yang dulunya berhubungan dengan upacara penyembahan matahari.

Sejak zaman purba, peribadatan orang-orang Eropa kepada Tuhan mereka selalu dilaksanakan pada hari pertama. Ketika bangsa-bangsa Eropa memeluk agama Kristen, ibadah pada hari pertama ini mereka lestarikan. Demikian juga tanggal 25 Desember, yang diyakini sebagai hari lahir Mithra dewa matahari Romawi, dijadikan hari lahir Nabi Isa Al-Masih a.s.

Bangsa Ibrani dan bangsa Arab juga menganut sistem tujuh hari sepekan (sebab mereka keturunan Nabi Ibrahim a.s. orang Mesopotamia), tetapi mereka menamai hari dengan angka-angka tanpa dikaitkan dengan benda langit. Dalam bahasa Ibrani, nama-nama hari adalah Yom Rishon (hari pemula), Yom Sheni (hari ke-2), Yom Silishi (hari ke-3), Yom Rebii (hari ke-4), Yom Hamishi (hari ke-5), Yom Shishi (hari ke-6), dan Yom Shabbat (hari istirahat). Bahasa Arab yang serumpun dengan bahasa Ibrani memiliki nama-nama yang mirip: Yaum Ahad (hari pertama), Yaum Itsnain (hari ke-2), Yaum Tsulatsa (hari ke-3), Yaum Arbi`a (hari ke-4), Yaum Khamis (hari ke-5), Yaum Jumu`ah (hari berkumpul), dan Yaum Sabt (hari ke-7).

Bangsa Indonesia sebelum Islam memakai nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta: Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Sanaiscara. Tetapi setelah Islam datang, nama-nama hari kita ambil dari bahasa Arab: Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu. Hari Ahad mempunyai sinonim Minggu, yang berasal dari bahasa Portugis deominggo.

Istilah “Hari Minggu” sebenarnya redundant, sebab “minggu” artinya “hari”. Tapi karena terlanjur populer, apa boleh buat. Sama seperti “Gurun Sahara” dan “Danau Ranau” yang juga redundant. Dalam bahasa Arab “sahara” artinya “gurun”, dan dalam bahasa Lampung “ranau” artinya “danau”. Kita tidak usah mempersoalkan mana yang lebih tepat: Ahad atau Minggu, sebab kedua-duanya sinonim dan merupakan kekayaan bahasa kita.***

Tuesday, November 23, 2010

Asian Games

ASIAN GAMES DARI MASA KE MASA
(Peringkat 1-5, perolehan medali dan posisi Indonesia)



ASIAN GAMES I (New Delhi, 1951)

1. Jepang (24-20-16)
2. India (15-16-21)
3. I r a n (8-7-1)
4. Singapura (5-6-2)
5. Filipina (4-6-8)
7. Indonesia (0-0-5)


ASIAN GAMES II (Manila, 1954)

1. Jepang (38-34-23)
2. Filipina (14-11-12)
3. Korsel (8-5-5)
4. Pakistan (5-6-2)
5. India (5-4-8)
11. Indonesia (0-0-3)


ASIAN GAMES III (Tokyo, 1958)

1. Jepang (67-41-30)
2. Filipina (8-19-22)
3. Korsel (8-7-12)
4. I r a n (7-14-11)
5. Taiwan (6-11-17)
14. Indonesia (0-0-6)


ASIAN GAMES IV (Jakarta, 1962)

1. Jepang (73-55-24)
2. Indonesia (11-12-28)
3. India (10-13-11)
4. Pakistan (8-11-8)
5. Filipina (7-6-25)


ASIAN GAMES V (Bangkok, 1966)

1. Jepang (78-53-33)
2. Korsel (12-18-21)
3. Thailand (12-14-11)
4. Malaysia (7-5-6)
5. India (7-3-11)
7. Indonesia (5-5-11)


ASIAN GAMES VI (Bangkok, 1970)

1. Jepang (74-47-23)
2. Korsel (18-13-23)
3. Thailand (9-17-13)
4. I r a n (9-7-7)
5. India (6-9-10)
9. Indonesia (2-5-13)


ASIAN GAMES VII (Tehran, 1974)

1. Jepang (75-50-51)
2. I r a n (36-28-17)
3. C i n a (33-45-28)
4. Korsel (16-26-15)
5. Korut (15-14-17)
9. Indonesia (3-4-4)


ASIAN GAMES VIII (Bangkok, 1978)

1. Jepang (70-59-49)
2. C i n a (51-54-46)
3. Korsel (18-20-31)
4. Korut (15-13-15)
5. Thailand (11-12-19)
7. Indonesia (8-7-9)


ASIAN GAMES IX (New Delhi, 1982)

1. C i n a (61-51-41)
2. Jepang (57-52-44)
3. Korsel (28-28-37)
4. Korut (17-19-20)
5. India (13-19-25)
6. Indonesia (4-4-7)


ASIAN GAMES X (Seoul, 1986)

1. C i n a (94-82-46)
2. Korsel (93-55-76)
3. Jepang (58-76-77)
4. I r a n (6-6-10)
5. India (5-9-23)
9. Indonesia (1-5-14)


ASIAN GAMES XI (Beijing, 1990)

1. C i n a (175-103-51)
2. Korsel (52-51-72)
3. Jepang (38-59-75)
4. Korut (12-30-38)
5. Pakistan (4-1-7)
7. Indonesia (3-5-21)


ASIAN GAMES XII (Hiroshima, 1994)

1. C i n a (137-92-60)
2. Korsel (63-53-63)
3. Jepang (59-68-80)
4. Kazakhstan (25-26-26)
5. Uzbekistan (10-11-19)
11. Indonesia (3-12-11)


ASIAN GAMES XIII (Bangkok, 1998)

1. C i n a (129-77-68)
2. Korsel (65-47-52)
3. Jepang (52-61-68)
4. Thailand (24-26-40)
5. Kazakhstan (24-24-30)
11. Indonesia (6-10-11)


ASIAN GAMES XIV (Busan, 2002)

1. C i n a (150-84-74)
2. Korsel (96-80-84)
3. Jepang (44-74-72)
4. Kazakhstan (20-26-30)
5. Uzbekistan (15-12-24)
14. Indonesia (4-7-12)


ASIAN GAMES XV (Doha, 2006)

1. C i n a (165-88-63)
2. Korsel (58-53-82)
3. Jepang (50-71-77)
4. Kazakhstan (23-19-43)
5. Thailand (13-15-26)
22. Indonesia (2-3-15)


ASIAN GAMES XVI (Guangzhou, 2010)

Saturday, October 30, 2010

Modernisasi dan Integrasi Nusantara

MODERNISASI DAN INTEGRASI NUSANTARA

oleh
Irfan Anshory






MESKIPUN agama Islam telah datang ke Indonesia sejak abad ke-7 atau ke-8, penyebaran Islam di tanah air kita yang sangat luas ini berlangsung secara berangsur-angsur. Dalam naskah Suma Oriental (Catatan Dunia Timur) yang ditulis Tome Pires, musafir Portugis yang berdiam di Malaka tahun 1512-1515, terdapat keterangan bahwa pada masa itu Islam baru tersebar di daerah jalur niaga: Semenanjung Malaka, pantai timur Sumatera dari Aceh sampai Palembang, pantai utara Jawa dari Cirebon sampai Surabaya, pantai utara Kalimantan di sekitar Brunai, dan Kepulauan Maluku. Dijelaskan oleh Tome Pires bahwa nama Maluku berasal dari Jazirat al-Muluk (Kepulauan Raja-Raja), istilah yang digunakan para pedagang Muslim. Daerah-daerah Nusantara selebihnya, kata Tome Pires, belum mengenal Islam, meskipun terdengar berita bahwa penduduk Minangkabau di Sumatera serta penduduk Sunda di Jawa sudah banyak yang tertarik kepada agama Muhammad. Lihat: Armando Cortesao (Ed.), The Suma Oriental of Tome Pires. An Account of the East, written in Malacca 1512-1515, translated from Portuguese, The Hakluyt Society, London, 1944.

Uraian Tome Pires di atas menunjukkan bahwa sampai akhir abad ke-15 penyebaran Islam di Nusantara sebagian besar berkaitan erat dengan kegiatan perdagangan. Sejak abad ke-16 peranan para ulama menjadi lebih dominan dalam penyebaran Islam, dengan ditunjang kekuasaan politik dari kesultanan-kesultanan Demak (1481-1561), Banten (1552-1812), dan Aceh (1514-1910). Dari pusat-pusat Islam di Jawa dan Sumatera, Islam disebarkan ke seluruh Nusantara. Abad ke-16 boleh dikatakan sebagai Era Islamisasi Paripurna, sehingga pada abad ke-17 Islam telah menjadi kekuatan yang sangat dominan di tanah air kita. Lihat: Merle Calvin Ricklefs, A History of Modern Indonesia, Palgrave, London, 2001.


Modernisasi Nusantara

Tersebarnya Islam di Nusantara membawa getaran dinamika baru yang belum pernah ada pada masa pra-Islam. Daerah-daerah yang pada zaman Hindu-Buddha masih merupakan terra incognita (wilayah tak dikenal) kini mulai memasuki era peradaban dan budaya modern dengan munculnya kota-kota Muslim yang kosmopolitan. Dinamika kota-kota Muslim di Nusantara digambarkan oleh Prof.Dr. Anthony Reid dari Australia dalam buku (kumpulan karangan) Indonesia: Australian Perspectives, Australian National University, Canberra, 1980.

Kota-kota Aceh, Banten dan Makassar pada awal abad ke-17 merupakan pusat perdagangan yang ramai dengan memiliki sekitar 100.000 penduduk, sementara penduduk London, Amsterdam dan Lissabon kurang dari 50.000. Di antara kota-kota di Eropa saat itu, hanya Paris dan Napoli yang berpenduduk di atas 100.000 jiwa.

Kesultanan-kesultanan di Indonesia menjalin hubungan diplomatik dengan kesultanan-kesultanan Usmani (Turki), Safawi (Persia) dan Mughal (India). Aceh dan Ternate mempelajari cara pembuatan meriam dan pengolahan mesiu dari Turki. Augustin de Beaulieu, musafir Perancis tahun 1664, melaporkan bahwa armada Aceh meliputi ratusan kapal besar, sepertiganya lebih besar dari kapal-kapal Eropa, sehingga Aceh dipandang sebagai ancaman terus-menerus bagi Portugis. Sir Francis Drake, orang Inggris pertama mengelilingi bumi yang singgah di Ternate tahun 1579, bercerita bahwa semua kapal Ternate dilengkapi mesiu “produksi dalam negeri”. Ludovico Varthema, pengembara Venesia akhir abad ke-16, juga menulis tentang pelayarannya dari Banjarmasin ke Tuban menumpang kapal Banten yang sudah menggunakan kompas.

Alexander de Rhodes yang berkunjung ke Makassar tahun 1658 menceritakan bahwa penguasa Makassar Karaeng Pattingaloang (mertua Sultan Hasanuddin) ternyata ahli matematika, memiliki peta dunia (mappa mundi) dengan deskripsi bahasa Latin, mengoleksi buku-buku berbahasa Spanyol, dan mahir berbahasa Portugis “sefasih orang Lissabon sendiri”. Sebuah teleskop yang diimpor dari Italia tiba di Makassar tahun 1654, hanya 45 tahun sesudah Galileo mengembangkan teropong jauh itu.

Fakta-fakta di atas membuktikan bahwa Islam membawa masyarakat Nusantara memasuki era modernisasi dan globalisasi. Akan tetapi yang paling signifikan adalah penanaman benih-benih integrasi di kalangan suku-suku di Nusantara, yang buahnya kita nikmati hari ini berupa “Persatuan Indonesia” yang sering kita banggakan. Setelah Islam tersebar di Nusantara, mulailah berlangsung persaudaraan dan pembauran antar suku yang belum pernah ada sebelumnya.



Integrasi Nusantara

Baru pada zaman Islam, seseorang dari suatu daerah tertentu dapat menjadi tokoh penting di daerah yang lain, dengan tidak memandang dari suku apa dia berasal, karena telah diperekatkan oleh ajaran suci Al-Qur’an bahwa “sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara”. Fatahillah dari Pasai menjadi panglima balatentara Demak, lalu mendirikan kota Jakarta. Ki Geding Suro dari Demak mendirikan Kesultanan Palembang. Syaikh Yusuf dari Makassar menjadi mufti Kesultanan Banten. Beberapa sultan Aceh adalah orang suku Melayu dan suku Bugis, bahkan ada yang keturunan Arab! Masih banyak lagi contoh yang lain. Pada zaman sebelum Islam hal ini belum pernah terjadi, sebab belum ada rasa persaudaraan antar suku. Itulah sebabnya mengapa di Bandung ada Jalan Diponegoro dan Jalan Sultan Agung, tapi tidak kita jumpai Jalan Gajah Mada!

Berabad-abad sebelum lahir faham nasionalisme, jiwa dan rasa satu bangsa pertama kali ditanamkan oleh Islam! Perhatikan saja nama ulama-ulama termasyhur kita zaman dahulu: Syaikh Abdurrauf al-Jawi al-Fansuri (Pansur), Syaikh Abdussamad al-Jawi al-Falimbani (Palembang), Syaikh Nawawi al-Jawi al-Bantani (Banten), Syaikh Arsyad al-Jawi al-Banjari (Banjar), Syaikh Syamsuddin al-Jawi as-Sumbawi (Sumbawa), Syaikh Yusuf al-Jawi al-Maqashshari (Makassar), Syaikh Abdulkamil al-Jawi at-Tiduri (Tidore), dan lain-lain. Semua mengaku Jawi (‘bangsa Jawa’), dari suku mana pun dia berasal.

Berabad-abad sebelum istilah ‘Indonesia’ diciptakan oleh ahli geografi James Richardson Logan tahun 1850, nenek moyang kita menamakan diri ‘bangsa Jawa’, sebab orang Arab sejak zaman purba menyebut kepulauan kita Jaza’ir al-Jawa (Kepulauan Jawa). Sampai hari ini, jemaah haji kita masing sering dipanggil ‘Jawa’ oleh orang Arab. “Samathrah, Sundah, Sholibis, kulluh Jawi!” demikian kata seorang pedagang di Pasar Seng, Makkah. “Sumatera, Sunda, Sulawesi, semuanya Jawa!”

Sangat menarik apa yang pernah dikemukakan Prof.Dr. Hamka sebagai berikut: Sudah beratus-ratus tahun lebih dahulu sebelum gerakan kebangsaan, orang Islam yang naik haji ke Mekkah, seketika ditanyai siapa nama dan apa bangsa, mereka telah menjawab nama saya si Fulan dan saya bangsa Jawa! Terus datang pertanyaan lagi: Jawa apa? Baru dijawab Jawa Padang, Jawa Sunda, Jawa Bugis, Jawa Banjar, dan suku Jawa sendiri disebut Jawa Meriki. Padahal orang-orang berpendidikan Belanda, kalau datang ke Negeri Belanda, tidaklah dapat memberikan jawaban setegas itu. Sampai Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, yang ada baru Jong Java, Jong Sumatra, Jong Celebes, dan berbagai macam Jong. Marilah kita bersaksi kepada sejarah, mari kita buka kartu sekarang: siapakah yang terlebih dahulu menyadari rasa kebangsaan, kalau bukan bangsa Indonesia yang beragama Islam? (Rubrik “Dari Hati ke Hati”, majalah Pandji Masjarakat, No.4, 20 November 1966).

Sebelum Islam datang ke Indonesia, bahasa Melayu hanya dipakai di Sumatera dan Semenanjung Malaka. Bahasa Melayu baru tersebar di Nusantara bersamaan dengan penyebaran Islam. Para ulama, di samping memperkenalkan agama baru, juga memperkenalkan bahasa baru sebagai bahasa persatuan. Sebagai huruf persatuan digunakan Huruf Arab-Melayu, yang dilengkapi tanda-tanda bunyi yang tidak ada dalam huruf Arab aslinya. Huruf `ain diberi tiga titik menjadi nga; huruf nun diberi tiga titik menjadi nya; huruf jim diberi tiga titik menjadi ca; dan huruf kaf diberi satu titik menjadi ga. Alhasil, masyarakat dari Aceh sampai Ternate berkomunikasi dengan bahasa dan aksara yang sama.

Bahasa Melayu juga dipakai dalam berkomunikasi dengan bangsa asing. Surat Sultan Baabullah dari Ternate kepada raja Portugal tahun 1570, surat Sultan Alauddin Riayat Syah dari Aceh kepada Ratu Elizabeth I di Inggris tahun 1601, dan surat Pangeran Aria Ranamanggala dari Banten kepada Gubernur-Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen tahun 1619, semuanya memakai bahasa Melayu. Itulah sebabnya Jan Huygen van Linschoten, dalam bukunya Itinerario tahun 1595, wanti-wanti berpesan agar orang Eropa yang ingin datang ke Kepulauan Hindia harus tahu bahasa Melayu, sebab di setiap pelabuhan bahasa itu yang dipakai. Kata van Linschoten, seseorang yang tidak berbahasa Melayu tidak akan diterima oleh penduduk Hindia sebagai bagian dari komunitas mereka.

Dari seluruh data dan fakta yang telah kita bahas, jelas sekali betapa besar peranan Islam dalam melahirkan dan memupuk integrasi bangsa Indonesia. Ketika pada awal abad ke-20 muncul faham nasionalisme yang berkulminasi pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, gagasan “satu nusa, satu bangsa, satu bahasa persatuan” itu segera memperoleh respons positif dari masyarakat di seluruh Nusantara. Hal itu disebabkan kenyataan bahwa benih-benih persatuan dan kesatuan nasional memang telah ditanam dan disemaikan oleh ajaran Islam berabad-abad sebelumnya di seantero penjuru kepulauan tanah air kita.***



DISKUSI / TANYA JAWAB DI MASJID SALMAN ITB


Pertanyaan/Sanggahan (dari tiga hadirin)

(1) Saudara mengatakan di zaman Hindu/Buddha belum ada benih-benih persatuan Indonesia. Bukankah Majapahit pernah mempersatukan Nusantara?
(2) Istilah Nusantara dan Bhinneka Tunggal Ika yang sekarang kita pakai adalah warisan Majapahit.
(3) Adityawarman panglima Majapahit berasal dari Sumatera. Jadi Majapahit pun sudah menanamkan benih persatuan Indonesia.


Jawab

(1) Berita bahwa Majapahit pernah mempersatukan Indonesia hanya ada pada naskah Nagarakretagama karangan pujangga Prapanca, yang menulis dengan maksud memuji-muji rajanya, Hayam Wuruk. Itulah sebabnya para ahli sejarah banyak yang meragukan, apa betul keterangan Prapanca bahwa Majapahit pernah mempersatukan Indonesia. Faktanya, tidak ada satu prasasti pun atau sumber sejarah lain mengatakan begitu. Prasasti-prasasti zaman Majapahit serta naskah Pararaton yang sezaman dengan Nagarakretagama mengatakan bahwa kekuasaan Majapahit hanya meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Bali. Jawa Barat (Sunda) tidak disebut-sebut sebagai wilayah Majapahit, apalagi luar Jawa.


(2) Istilah “Nusantara” di zaman Majapahit berbeda sekali artinya dengan “Nusantara” yang kita pakai sekarang. Yang disebut Nusantara oleh orang-orang Majapahit adalah “pulau-pulau di luar Jawa”. Bahasa Sansekerta: nusa = pulau; antara = luar, seberang. Jadi pada zaman Majapahit, Pulau Jawa bukan Nusantara! Nusantara adalah ‘daerah seberang’ yang ingin dikalahkan oleh Majapahit. Kita tentu ingat ucapan Gajah Mada dalam kitab Pararaton: Lamun huwus kalah Nusantara, isun amukti palapa (“Jika telah kalah pulau-pulau seberang, saya baru akan istirahat”).
Pada tahun 1920-an Ernest Douwes Dekker atau Dr. Setiabudi mempopulerkan kata Nusantara sebagai alternatif dari istilah Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie). Istilah Nusantara itu diberi arti baru, yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudera”, yang berbeda artinya dengan Nusantara zaman Majapahit. Jadi yang kita pakai sekarang "antara" bahasa Melayu, bukan "antara" bahasa Sansekerta.
Istilah Bhinneka Tunggal Ika (“Berbeda itu, satu itu”) memang kita ambil dari Majapahit, tapi pengertiannya jauh berbeda. Pada masa Majapahit, istilah itu berarti persatuan Hindu dan Buddha (sinkretisme agama), sedangkan kita sekarang mengartikannya persatuan suku bangsa. Istilah-istilah sembahyang, puasa, surga, neraka, pahala, dosa, dsb. juga kita warisi dari masa pra-Islam, tapi sekarang kita beri pengertian baru yang islami dan tentu sangat jauh berbeda. Sekali lagi, yang kita pinjam hanya kata-katanya, sedangkan konsepnya sudah tidak lagi sama.

(3) Menurut Pararaton, Adiyawarman adalah sepupu Jayanagara raja Majapahit. Ibunya Adiyawarman bernama Dara Jingga, saudara kandung Dara Petak, ibunya Jayanagara. Kalau tidak ada hubungan famili, jangan harap “orang seberang” menjadi pejabat di Majapahit! Memang kita-kita ini bersaudara setelah memeluk agama Islam.***

Sunday, September 26, 2010

Tafsir Surat Ath-Thariq

AIR MEMANG TURUN DARI LANGIT
(TAFSIR SURAT ATH-THAARIQ)

oleh
IRFAN ANSHORY





SURAT ATH-THAARIQ, yang dalam mushaf Al-Qur’an merupakan Surat ke-86 dan terdiri dari 17 ayat, diwahyukan di Makkah pada tahun kedelapan masa kenabian, yaitu sekitar tahun 618 Masehi, sesudah Surat Qaaf dan Surat al-Balad. Pada saat itu kaum musyrikin sedang frustrasi melihat perkembangan Islam yang makin pesat. Berbagai teror dan intimidasi tidaklah menggoyahkan iman kaum Muslimin yang dari hari ke hari makin banyak jumlahnya. Maka orang-orang Quraisy di Makkah merancang rekayasa jahat terhadap Nabi Muhammad s.a.w. beserta para shahabat beliau berupa pengucilan dan pemboikotan dari segala aktivitas. Para pembesar Quraisy melarang penduduk Makkah untuk melakukan transaksi apapun dengan kaum Muslimin, termasuk kegiatan jual beli dan pernikahan. Dalam situasi demikian inilah Surat ath-Thaariq diwahyukan oleh Allah SWT.

Salah satu perbedaan antara Surat-surat Makkiyah (yang diwahyukan di Makkah) dan Surat-surat Madaniyah (yang diwahyukan di Madinah) adalah bahwa pada Surat-surat Makkiyah Allah sering bersumpah dengan berbagai fenomena alam ciptaan-Nya, agar manusia benar-benar memperhatikan atau menalari secara serius hal-hal yang disumpahkan Allah itu. Kalimat sumpah itu diawali oleh kata wa (“demi”) yang terdapat pada 17 Surat (37, 51, 52, 53, 68, 74, 77, 79, 85, 86, 89, 91, 92, 93, 95, 100, 103), dan kata laa uqsimu (“tidak, Aku bersumpah”) yang terdapat pada tujuh Surat (56, 69, 70, 75, 81, 84, 90). Selain dengan fenomena alam, Allah juga bersumpah dengan Kitab Al-Qur’an pada lima Surat (36, 38, 43, 44, 50).


Wa s-samaa’i wa th-thaariq (ayat 1). Terjemahan harfiahnya: “Demi langit, demi ath-thaariq.” Allah SWT bersumpah dengan langit (as-samaa’) serta dengan suatu benda langit yang disebut ath-thaariq. Istilah ini berasal dari kata kerja tharaqa yang artinya “mengetuk”, satu akar kata dengan thariiq (“jalan; tempat kaki mengetuk”) dan mithraq (“palu; alat pengetuk”). Dalam bahasa Arab sehari-hari, istilah thaariq digunakan untuk menyebut tamu yang jarang muncul dan tiba-tiba datang di malam hari, atau seperti kata Prof. Dr. Hamka dalam Tafsir Al-Azhar Juz 30, “orang yang mengetuk pintu tengah malam agak keras, supaya yang empunya rumah lekas bangun, karena dia membawa berita penting”, atau seperti penjelasan Prof. Dr. Muhammad Asad dari Austria dalam buku tafsirnya The Message of the Qur’an (“Pesan Al-Qur’an”), “a person who comes to a house by night to knock at the door”.

Dengan demikian jelaslah bahwa ath-thaariq dalam ayat ini adalah benda langit yang langka kehadirannya. Tidak setiap malam kita dapat menyaksikannya di langit, sebab dia datang sewaktu-waktu atau secara periodik. Benda langit yang seperti itu tiada lain adalah komet, yang oleh nenek moyang kita disebut “bintang berekor”.

Mohammed Marmaduke Pickthall, ulama Muslim berkebangsaan Inggris, dalam terjemahan Al-Qur’an The Meaning of the Glorious Koran, ketika membahas Surat at-Thaariq mengatakan: Some have thought that it refers to a comet which alarmed the East about the time of the Prophet’s call. Others believe that this and other introductory verses, hard to elucidate, hide scientific facts unimagined at the period of revelation (“Beberapa penafsir berpendapat bahwa at-thaariq merujuk kepada sebuah komet yang menggemparkan Dunia Timur semasa dakwah Nabi. Para penafsir lain meyakini bahwa ayat ini dan beberapa ayat pembuka dalam Surat lainnya, yang sukar untuk dijelaskan, menyembunyikan fakta-fakta ilmiah yang tidak terbayangkan pada periode turunnya wahyu”).


Wa maa adraaka maa th-thaariq? (ayat 2). Terjemahan harfiahnya: “Dan apakah yang membuatmu tahu tentang ath-thaariq?”. Sering juga diterjemahkan secara bebas: “Tahukah kamu apakah ath-thaariq itu?” Allah menggunakan kalimat wa maa adraaka (“tahukah kamu”) hanya dalam 10 Surat (69, 74, 77, 82, 83, 86, 90, 97, 101, 104) untuk mempertegas istilah-istilah yang unik. Biasanya wa maa adraaka digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan hari kiamat (yaumud-diin, yaumul-fashl, haqqah, qaari`ah) atau azab neraka (saqar, sijjiin, haawiyah, huthamah) atau sesuatu yang misteri seperti lailatul-qadr. Satu-satunya benda langit yang dijelaskan dengan wa maa adraaka hanyalah thaariq. Hal ini memperkuat penalaran kita bahwa thaariq adalah benda langit yang “tidak biasa” atau “jarang datang”, yaitu komet yang muncul sekali dalam puluhan atau ratusan tahun. Benda-benda langit yang lain, seperti matahari (syams), bulan (qamar), bintang (najm), gugus bintang (buruuj) dan planet (kaukab), tidak pernah diterangkan dengan wa maa adraaka sebab istilah-istilah itu memang sudah jelas maknanya dan bendanya dapat kita saksikan setiap waktu.

Identifikasi benda langit thaariq dengan "komet" ditunjang oleh data astronomi. Ketika Surat ath-Thaariq diwahyukan Allah pada tahun kedelapan kenabian atau tahun 618 Masehi, pada tahun itu muncul komet besar yang termasyhur dalam sejarah, yaitu apa yang sekarang kita namakan Komet Halley. Periode kedatangan komet ini pertama kali diteliti oleh ahli astronomi Inggris, Edmond Halley (1656–1742). Komet Halley datang rata-rata 76 tahun sekali, dan tahun kedatangannya ternyata dicatat oleh berbagai bangsa sepanjang zaman. Data astronomi telah merekam kehadirannya mulai tahun 390 sampai 1986 Masehi. Inilah tahun-tahun kedatangan Komet Halley: 390, 467, 542, 618 (zaman Nabi), 695, 772, 847, 923, 998, 1074, 1151, 1226, 1302, 1379, 1456, 1531, 1607, 1682 (zaman Halley), 1758, 1835, 1910, 1986 (mungkin Anda menyaksikannya), dan Insya Allah kelak akan muncul kembali tahun 2061 atau 2062.


An-najmu ts-tsaaqib (ayat 3). Terjemahan harfiahnya: “Benda langit yang melubangi.” Benda-benda langit selain matahari dan bulan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah umum najm (jamak atau pluralnya nujuum), berasal dari kata kerja najama yang artinya “muncul kecil-kecil secara berserakan”. Itulah sebabnya istilah najm dapat juga berarti “rerumputan” yang berserakan di permukaan bumi, seperti pada Surat ar-Rahmaan ayat 6: wa n-najmu wa sy-syajaru yasjudaan (“Rerumputan dan pepohonan kedua-duanya bersujud kepada Allah”). Dalam kebanyakan ayat-ayat Al-Qur’an, kata najm tepat diterjemahkan “bintang”, tetapi dalam Surat ath-Thaariq ini kita terjemahkan dengan istilah umum “benda langit”.

Adapun kata tsaaqib berasal dari kata kerja tsaqaba yang artinya “melubangi”, satu akar kata dengan tsuqbah (“lubang”), mitsqab (“bor, alat melubangi”) dan tsaaqibaat (“hewan pelubang” atau ordo Rodentia dalam biologi). Jadi tsaaqib berarti “sesuatu yang melubangi”.

Informasi Allah dalam ayat 3 ini makin memperkuat penafsiran kita bahwa ath-thaariq memang ternyata komet. Sebagaimana dipelajari dalam ilmu astronomi, komet adalah benda langit yang diameternya puluhan kilometer, tersusun dari campuran es (air padat) yang meliputi lima perenam bagian dan sisanya kotoran debu. Itulah sebabnya komet-komet dijuluki dirty snowballs. Mereka mengelilingi matahari seperti planet-planet tetapi orbitnya berbentuk ellips yang sangat jauh, sehingga komet-komet ini muncul sekali dalam puluhan atau ratusan tahun. Ketika sebuah komet mendekati matahari, panas matahari mencairkan dan menguapkan material es, membentuk “ekor” atau “rambut” berukuran ribuan kilometer yang tampak dari bumi. Itulah sebabnya benda langit ini dinamai komet, berasal dari kata Yunani, koma, yang berarti “rambut”. (Tanda baca ‘koma’ adalah ‘titik yang diberi rambut’). Kini diketahui bahwa pada tapal batas tatasurya di seberang planet Pluto terdapat “sarang komet” yang disebut Oort Cloud, dari nama astronom Belanda Jan Hendrik Oort (1900–1992), dan diperkirakan mengandung ribuan komet.

Pada proses pembentukan tatasurya (solar system), komet-komet membombardir atau melubangi permukaan planet-planet bertanah (terrestrial planets) yang dekat dengan matahari, termasuk bumi, menyumbangkan air yang merupakan syarat mutlak adanya kehidupan. Di antara planet-planet penerima air itu, hanya planet bumi yang mampu menjaga air dalam wujud cairan. Venus terlalu panas sehingga air menguap, sedangkan Mars terlalu dingin sehingga air membeku. Tanpa proses pelubangan dari komet-komet, bumi kita tidak mempunyai air! Sungguh Maha Benar Allah yang berulangkali menegaskan dalam Al-Qur’an nazzalnaa mina s-samaa’i maa’ (“Kami telah menurunkan air dari langit”), sebab air di bumi ini memang berasal dari langit, yaitu sumbangan dari komet (thaariq) yang merupakan “benda langit yang melubangi” (an-najmu ts-tsaaqib).

Penelitian terhadap spektrum-spektrum yang dipancarkan oleh Komet Halley (1986), Komet Shoemaker-Levy (1994), Komet Hyakutake (1996), Komet Hale-Bopp (1997) Komet Wild-2 (2000) dan Komet Borrelly (2001) menunjukkan bahwa perbandingan isotop hidrogen dan deuterium pada H2O air laut ternyata sama persis dengan pada H2O komet-komet tersebut. Fakta ini merupakan bukti kimiawi bahwa air di bumi memang berasal dari komet! Jadi komet-komet dikirimkan Allah SWT untuk membawa materi paling berharga sebagai syarat kehidupan kepada planet bumi, yaitu air. Adanya air menyebabkan bumi merupakan satu-satunya komponen tatasurya yang layak untuk tempat berkembangnya makhluk hidup. Tanpa adanya air, kehidupan di muka bumi mustahil terjadi.

Dr.Molly Bloomfield, dalam bukunya Chemistry and the Living Organism (John Wiley & Sons, New York, 1996, hal. 270), menerangkan: Over 100,000 comets had collided with the Earth during its first billion years, brought water to the Earth’s surface. (“Lebih dari 100.000 komet telah berbenturan dengan Bumi selama semiliar tahun pertamanya, membawa air ke permukaan Bumi”).

Dr. Isaac Asimov, dalam bukunya Frontiers: New Discoveries about Man and His Planet, Outer Space and the Universe (Mandarin Paperbacks, London, 1991, hal.219), mengatakan: In the early times of the solar system, there were a large number of collisions between comets and the planetary bodies. The Earth was hot and dry to begin with, and cometary collisions have supplied us with much of our ocean and atmosphere. All this we can now reason out as a result of the close study of Halley’s comet in 1986. (“Pada masa-masa dini tatasurya, terdapat sejumlah besar perbenturan antara komet-komet dan planet-planet. Bumi panas dan kering pada mulanya, dan perbenturan-perbenturan dengan komet telah menyuplai kita dengan sebagian besar samudera dan atmosfer. Semua ini baru sekarang dapat kita kemukakan sebagai hasil dari studi jarak dekat terhadap komet Halley pada tahun 1986”).

Dr. Timothy Ferris, dalam bukunya The Whole Shebang: A State-of-the-Universe Report (Simon and Schuster, New York, 1997, hal.176 dan 179), menegaskan: We owe our existence to Earth’s bombardment by the icy comets abounded in the infant solar system. Primordial comets have formed the oceans and rained down the amino acids from which life originated here. Evidence for cometary cornucopias of life-brewing water and amino acids may be found in the spectra of modern comets .... Had comets not ferried ice to Earth, we might have had no oceans. And without organic molecules contributed by the comets, Earth might have remained devoid of life. (“Kita berhutang eksistensi kita kepada pembombardiran Bumi oleh komet-komet es yang berlimpah ketika tatasurya masih dalam usia muda. Komet-komet purba telah membentuk samudera-samudera dan mencurahkan asam-asam amino yang mengawali kehidupan di sini. Bukti bahwa air dan asam-asam amino pembuat kehidupan bersumber pada komet dapat ditemukan pada berbagai spektrum komet-komet modern .… Seandainya komet-komet tidak mengangkut es ke Bumi, mungkin kita tidak mempunyai samudera. Dan tanpa molekul-molekul organik yang disumbangkan komet-komet, Bumi mungkin tetap kosong dari kehidupan”).


In kullu nafsin lammaa `alaihaa haafizh (ayat 4). Terjemahan harfiahnya: “Tiada setiap jiwa tanpa ada atasnya pemelihara”. Setiap makhluk hidup (kullu nafsin) tanpa kecuali memperoleh pemeliharaan dari Allah SWT, dengan tersedianya air di bumi yang membentuk kehidupan serta membuat bumi ini nyaman sentosa bagi berlangsungnya kehidupan. Allah menegaskan bahwa setiap makhluk hidup tercipta dari air, sebagaimana tercantum dalam Surat al-Anbiyaa’ ayat 30: wa ja`alnaa mina l-maa’i kulla syai’in hayy (“Dan Kami menjadikan dari air segala sesuatu yang hidup”), serta Surat an-Nahl ayat 65: wa l-Laahu anzala mina s-samaa’i maa’an fa ahyaa bihi l-ardha ba`da mautihaa (“Dan Allah menurunkan dari langit air, maka hiduplah dengan air itu bumi sesudah matinya”).

Banyak makhluk hidup yang tidak memerlukan oksigen atau udara, tetapi tidak ada kehidupan yang bisa survive tanpa air. Sekitar 70% berat tubuh kita tersusun dari air, dan tanpa adanya air metabolisme pada tubuh makhluk hidup tidak mungkin berlangsung. Tidak ada benda lain yang lebih berharga dari air. Di samping untuk metabolisme tubuh, kita memerlukan air untuk mandi, bersuci, memasak, mencuci, menyirami tanaman, dan mengairi lahan pertanian. Air juga berfungsi sebagai sarana olah raga dan rekreasi, serta merupakan salah satu sumber energi baik energi uap maupun energi listrik.

Struktur molekul air yang unik, dengan atom pusat oksigen yang mengikat dua atom hidrogen, menyebabkan keistimewaan sifat-sifat fisika dan kimia yang tidak dimiliki oleh materi yang lain. Perbedaan keelektronegatifan (kemampuan menarik elektron) yang sangat besar antara hidrogen dan oksigen menyebabkan ikatan O—H pada molekul air sangat polar, sehingga air merupakan pelarut yang sangat baik untuk berbagai jenis zat padat, cairan, dan gas. Hal ini menyebabkan air mampu membawa zat-zat makanan melalui jaringan dan organ makhluk hidup serta menjadi zat pembersih yang ampuh. Air mempunyai viskositas yang sangat rendah, sehingga air mudah mengalir, cepat meluncur turun, dan mudah dipompa ke atas. Dengan demikian air sangat mudah diambil dan segera dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.

Air mempunyai kalor penguapan yang sangat tinggi. Hal ini sangat penting bagi tubuh kita, sebab sejumlah besar dari panas tubuh dapat dihilangkan dengan penguapan hanya sejumlah kecil air melalui kulit. Dengan demikian suhu tubuh kita selalu terjaga secara optimal. Penyerapan energi ketika air diuapkan oleh sinar matahari serta pembebasan energi itu ketika uap air berkondensasi menjadi hujan yang kembali ke bumi sangat berperan dalam mendistribusikan energi dari matahari ke seluruh permukaan bumi. Air juga mempunyai kapasitas kalor (kemampuan menyimpan panas) yang sangat tinggi, sehingga air memanas dan mendingin lebih lambat daripada kebanyakan zat lain. Hal ini akan melindungi makhluk hidup dari malapetaka apabila suhu mendadak berubah. Jumlah air yang berlimpah di permukaan bumi bertindak sebagai termostat raksasa yang mengatur suhu bumi sehari-hari.

Ikatan hidrogen yang ada di antara molekul-molekul air menyebabkan air berekspansi atau membesar volumenya ketika membeku (padahal zat-zat lain ketika membeku justru menyusut), sehingga es memiliki kerapatan yang lebih kecil dari air. Akibatnya es mengambang di atas permukaan air. Hal ini menyebabkan ikan dan hewan air lainnya dapat bertahan hidup pada musim salju. Sungguh beraneka ragam pemeliharaan yang dianugerahkan Allah SWT terhadap makhluk hidup melalui kegunaan dan sifat-sifat air.


Falyanzhuri l-insaanu mimma khuliq. Khuliqa min maa’in daafiq. Yakhruju min baini sh-shulbi wa t-taraa’ib (ayat 5–7). Terjemahan harfiahnya: “Maka hendaklah manusia menalari dari apa dia tercipta. Tercipta dari air yang memancar. Keluar dari antara shulb dan taraa’ib”. Para penafsir umumnya berpendapat “air yang memancar” itu adalah sperma laki-laki. Seandainya yang dimaksudkan sperma, tentu Allah SWT menggunakan kata madfuuq (bentuk pasif yang berarti “terpancar”), sebab sperma tidak dapat memancar dengan sendirinya. Kenyataannya Allah memakai kata daafiq (bentuk aktif “memancar”) yang biasanya digunakan untuk air yang keluar dari sumbernya dalam tanah. Sudah tentu ayat 5—7 ini merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari ayat-ayat sebelumnya. Oleh karena komet (thaariq) bertindak sebagai benda langit yang melubangi permukaan bumi (an-najmu ts-tsaaqib), air yang dibawanya terperangkap dalam lapisan kulit bumi, lalu air itu memancar kembali ke permukaan untuk menjadi sarana reaksi-reaksi kimia pembentuk kehidupan, yang harus melibatkan air baik sebagai bahan baku (reaksi-reaksi hidrolisis) maupun sebagai pelarut.

Kulit bumi tempat air memancar itu tersusun dari bebatuan yang keras (shulb) dan tanah atau debu yang lembut (taraa’ib). Kata shulb berarti “sesuatu yang keras”, berasal dari kata kerja shaluba (“mengeras”), dan satu akar kata dengan shaliib (“kayu yang keras”) dan tashallub (“kekerasan benda” atau hardness). Kata taraa’ib berarti “sesuatu yang berdebu”, dari kata kerja tariba (“menjadi debu”), dan satu akar kata dengan turab (“debu tanah”) dan matrabah (“tunawisma yang tidur di tanah”). Dalam masyarakat Arab dahulu, anak-anak sebaya sering bermain debu padang pasir, sehingga “teman sebaya” disebut tirb (jamak atau pluralnya atraab).

Tafsir para ulama abad pertengahan bahwa ayat-ayat ini menerangkan “sperma yang keluar dari antara tulang punggung dan tulang dada” sudah saatnya kita tinggalkan, sebab sperma tidak dikeluarkan dari sana! Allah SWT menakdirkan bahwa benih dari laki-laki itu diproduksi pada dua butir testis yang terdapat dalam skrotum (“kantong” di sela-sela paha). Sel-sel sperma berukuran 5 mikrometer (0,005 milimeter), terdiri dari kepala dan ekor, diproduksi dalam jumlah sekitar 10 juta butir setiap hari setelah seorang laki-laki memasuki masa pubertas. Sel-sel sperma ini dikeluarkan dari testis melalui epididimis, masuk ke saluran vas deferens untuk dibawa menuju kelenjar prostat. Kelenjar prostat memproduksi cairan kental semen yang memberi sel-sel sperma energi agar tetap lincah bergerak. Dari kelenjar prostat sel-sel sperma, melalui saluran uretra pada penis, dipancarkan keluar tubuh pada saat ejakulasi.

Sejak pembentukannya sampai pengeluarannya, sperma tidak berhubungan dengan tulang punggung dan tulang dada. Jelas sekali bahwa ayat 5—7 Surat at-Thaariq bukanlah bercerita tentang sperma, tulang punggung dan tulang dada seperti penafsiran ulama-ulama zaman pra-modern, melainkan bercerita tentang air yang memancar dari antara bebatuan keras (shulb) dan tanah lembut (taraa’ib) pada kulit bumi. Penafsiran ayat-ayat ini tidak boleh kita lepaskan dari konteks ayat-ayat sebelumnya.


Innahuu `alaa raj`ihii la qaadir. Yauma tublaa s-saraa’ir. Fa maa lahuu min quwwatin wa laa naashir (ayat 8–10). Terjemahan harfiahnya: “Sesungguhnya atas pengembaliannya Dia benar-benar kuasa. Pada Hari diverifikasi segala rahasia. Maka tiada baginya kekuatan dan tiada pembela”. Ketika Rasulullah s.a.w. mendakwahkan bahwa manusia akan dihidupkan kembali pada Hari Akhirat untuk dimintai pertanggungjawaban dan menerima ganjaran, orang-orang musyrik di Makkah menertawakan dan mengejek beliau. Dalam Surat Qaaf yang diwahyukan sebelum Surat at-Thaariq, Allah SWT merekam ejekan tersebut: A idzaa mitnaa wa kunnaa turaaban? Dzaalika raj`un ba`iid (“Apakah ketika kami telah mati dan kami telah jadi debu? Itu adalah pengembalian yang jauh”). Maka Allah menegaskan bahwa Dia benar-benar kuasa untuk mengembalikan manusia hidup di Hari Akhirat nanti, lalu manusia yang tiada kekuatan dan tiada pembela itu akan menghadapi Pengadilan Agung, di mana segala rahasia kejahatan manusia (yang mungkin tidak sempat terbongkar di dunia fana) akan mengalami verifikasi dan balasan yang setimpal.

Jika ayat 8—10 ini kita hubungkan dengan ayat-ayat sebelumnya, maka hanya orang-orang tidak berilmu yang meragukan kekuasaan Allah untuk menghidupkan kembali manusia. Orang-orang berilmu akan menjadi saksi bahwa bumi ini asalnya memang tidak mempunyai kehidupan, lalu Allah mengirimkan air melalui komet-komet ke Bumi untuk memungkinkan terciptanya makhluk-makhluk hidup termasuk manusia. Bagi Allah yang memiliki sifat yubdi’u wa yu`iid (Maha Memulai dan Maha Mengembalikan) seperti tercantum dalam Surat al-Buruuj ayat 13, mengembalikan manusia kepada kehidupan di Akhirat nanti sama mudahnya dengan mengembalikan komet-komet mengunjungi Bumi. Maha Benar Allah dalam firman-Nya pada Surat Aali `Imraan ayat 18: syahida l-Laahu annahuu laa ilaaha illaa huwa wa l-malaa’ikatu wa ulu l-`ilmi (“Bersaksi Allah bahwa tiada Tuhan melainkan Dia, serta juga bersaksi para malaikat dan orang-orang yang mempunyai ilmu”).


Wa s-samaa’i dzaati r-raj`i (ayat 11). Terjemahan harfiahnya: “Demi langit yang mempunyai sesuatu yang kembali”. Berdasarkan konteks ayat-ayat awal dari Surat ath-Thaariq ini, ada dua kemungkinan tafsiran mengenai ar-raj`i (“sesuatu yang kembali”). Mungkin dia adalah komet (thaariq), yang memang selalu kembali mengunjungi bumi dalam periode tertentu. Mungkin pula dia adalah air (maa’), yang selalu “pergi dan kembali” dalam siklus hidrologi.

Air menutupi 70% permukaan bumi, dan 97% dari seluruh air di bumi berada pada samudera. Setiap hari sekitar sepertiga dari jumlah energi sinar matahari yang sampai ke bumi dipergunakan untuk menguapkan kira-kira 1000 km kubik (satu triliun meter kubik) air samudera, sungai, danau dan telaga. Uap air lalu menyebar di lapisan atmosfer untuk mengatur kelembaban dan suhu. Kemudian uap air itu mengalami kondensasi dan turun ke permukaan bumi berupa hujan atau salju. Akhirnya air yang terkumpul di darat mengalir dalam bentuk sungai-sungai untuk kembali menuju samudera.


Wa l-ardhi dzaati sh-shad`i (ayat 12). Terjemahan harfiahnya: “Demi bumi yang mempunyai belahan”. Di lingkungan tatasurya kita, Bumi merupakan planet bertanah (terrestrial planet) yang paling besar. Empat planet yang lebih besar dari bumi (Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus), dan juga matahari, tersusun dari gas-gas hidrogen dan helium. Sebagai “dunia non-gas” yang terbesar, Bumi memiliki suhu internal paling tinggi dibandingkan dengan planet-planet lain, sehingga Bumi mempunyai kulit yang paling tipis dengan kedalaman cuma sekitar 50 km. Suhu internal yang tinggi menyebabkan kulit tipis itu terbelah menjadi enam atau tujuh belahan besar (dan beberapa belahan lebih kecil) yang disebut lempeng (plate). Lempeng-lempeng ini menyetel secara pas seakan-akan dilekatkan oleh seorang tukang kayu yang piawai. Itulah sebabnya mereka dinamai lempeng-lempeng tektonik (bahasa Yunani, tektones, berarti “tukang kayu”).

Lapisan di bawah kulit bumi memiliki suhu cukup panas sehingga mampu bergerak, dan gerakan ini mendorong lempeng-lempeng kesana kemari. Akibatnya terjadilah pembentukan benua dan pulau-pulau serta pembentukan palung (basin) yang merupakan wadah bagi samudera. Meskipun pergeseran lempeng-lempeng tektonik yang dinamis ini sering menimbulkan gempa bumi, bahkan mungkin gelombang tsunami, janganlah kita melupakan kenyataan bahwa lempeng-lempeng itu merupakan kurnia Allah yang patut kita syukuri! Seandainya bumi tidak mempunyai belahan berupa lempeng-lempeng tektonik, tentu ocean basin tidak terbentuk sehingga air akan menutupi seluruh permukaan bumi, dan makhluk yang hidup di darat termasuk manusia tidaklah terbayangkan adanya. Sungguh Maha Pengasih Allah yang telah menyediakan segala fasilitas untuk manusia, meskipun manusia terlalu sering tidak tahu diri (kanuud) kepada Khaliqnya.


Innahuu la qaulun fashl, wa maa huwa bi l-hazl (ayat 13–14). Terjemahan harfiahnya: “Sesungguhnya dia benar-benar kata keputusan, dan bukanlah dia sesuatu yang main-main”. Segala yang difirmankan oleh Allah, mulai dari komet (thaariq) yang mengirimkan air (maa’) sampai kepada belahan (shada`) yang dimiliki bumi untuk menampung air sebagai sumber kehidupan, serta kehidupan kita di dunia fana ini akan dikembalikan Allah kepada kehidupan akhirat yang abadi, semuanya itu merupakan “kata keputusan” (qaulun fashl) yang tegas-tandas dan sama sekali bukanlah sesuatu yang hazl, kalimat senda gurau atau main-main. Ejekan dan rongrongan dari kaum musyrikin kepada kaum Muslimin hanyalah ibarat gonggongan anjing kepada kafilah yang sedang berlalu.


Innahum yakiiduuna kaidaa, wa akiidu kaidaa. Fa mahhili l-kaafiriina amhilhum ruwaidaa (ayat 15–17). Terjemahan harfiahnya: “Sesungguhnya mereka merencanakan suatu rencana, dan Aku pun merencanakan suatu rencana. Maka beri tangguhlah orang-orang kafir itu, penangguhan mereka sebentar saja”. Inilah ‘gong akhir’ dari seluruh rangkaian firman Allah dalam Surat ath-Thaariq. Seperti telah kita bahas pada bagian awal, Surat ini diwahyukan ketika kaum Muslimin sedang mengalami pemboikotan oleh kaum musyrikin Quraisy. Allah menegaskan bahwa rencana jahat mereka akan sia-sia, karena Allah sendiri mempunyai Rencana Agung untuk menyempurnakan cahaya agama ini sampai akhir zaman. Penangguhan kekalahan kaum musyrikin itu ternyata memang cuma sebentar saja.

Empat tahun sesudah Surat ath-Thaariq turun, Rasulullah s.a.w. beserta para shahabat hijrah ke Madinah (622 M), dan delapan tahun kemudian (630 M) kota Makkah ditaklukkan Rasulullah s.a.w. tanpa pertumpahan darah. Ketika Rasulullah s.a.w. wafat tahun 632, seluruh penduduk Semenanjung Arabia telah memeluk Islam. Hanya satu abad sesudah Rasulullah wafat, kekuasaan Islam membentang dari Spanyol sampai Xinjiang.

Pusat khalifah Islam di Baghdad dihancurkan oleh bangsa Mongol tahun 1258, tetapi siapa menyangka bahwa laskar penakluk itu berduyun-duyun masuk Islam dan menyebarkan agama Allah di kawasan Kaukasus dan Laut Kaspia, lalu anak cucu mereka menegakkan kesultanan Mongol (Moghul) di India dari abad ke-16 sampai abad ke-19. Kekuasaan Islam selama delapan abad di Spanyol (711–1492) memang hilang, tetapi sebagai gantinya muncul kesultanan Turki Usmani yang tahun 1453 menaklukkan Konstantinopel, ibukota kekaisaran Romawi, lalu menguasai seluruh Semenanjung Balkan sampai awal abad ke-20. Bahkan ketika hegemoni politik kaum Muslimin mulai redup pada abad ke-17, Islam melalui jalur perdagangan tersebar luas di Asia Tenggara dan Afrika Timur. Sejarah telah membuktikan kebenaran Rencana Allah!


Dr.Lothrop Stoddard, seorang orientalis terkemuka dari Universitas Harvard, dalam bukunya, The Rising Tide of Color, London, 1926, hal.65, mengomentari perkembangan Islam sebagai berikut: The proselyting power of Islam is extraordinary, and its hold upon its votaries is even more remarkable. Throughout history there has been no single instance where a people, once become Muslim, has abandoned the faith. Extirpated they may have been, but extirpation is not apostacy. This extreme tenacity of Islam, this ability to keep its hold once it has got a footing, must be borne in mind when considering the future of regions where Islam is today advancing (“Kekuatan Islam dalam mengubah kepercayaan manusia sungguh luar biasa, dan daya ikatnya di kalangan pemeluk-pemeluknya bahkan lebih hebat lagi. Sepanjang sejarah tidak pernah ada satu contoh pun di mana suatu masyarakat, sekali menjadi Muslim, telah meninggalkan agama ini. Mereka mungkin pernah dimusnahkan, tetapi pemusnahan bukanlah kemurtadan. Keteguhan Islam yang berlebihan ini, kemampuan untuk menjaga daya ikatnya sekali ia memperoleh tempat berpijak, haruslah diperhatikan sungguh-sungguh ketika mewacanakan masa depan kawasan-kawasan di mana Islam sekarang berkembang.”)

Majalah Islamic Horizons edisi Juli-Agustus 1990, yang diterbitkan oleh Islamic Society of North America (ISNA) di Amerika Serikat, mengutip hasil penelitian dari Worldwide Church of God, badan misionari Nasrani yang berpusat di California, terhadap tiga Abrahamic religions (“agama-agama Ibrahim”) yang dipublikasikan oleh majalah mereka, The Plain Truth. Menurut hasil penelitian itu, dalam kurun waktu 50 tahun (1934-1984) pemeluk agama Yahudi hanya meningkat 4 persen, sementara pemeluk Nasrani meningkat 47 persen, sedangkan pemeluk Islam meningkat 235 persen!

Meskipun Islam merupakan agama universal yang paling muda usianya, kini Islam menempati peringkat kedua terbanyak jumlah pemeluknya sesudah Nasrani. Dari seluruh penduduk bumi yang pada tahun 2005 mencapai 6,300 miliar, umat Islam berjumlah 1,550 miliar (24 %), di bawah umat Nasrani (Katolik, Protestan, Ortodoks, Anglikan, Kibti, Maroni, Advent, Mormon, dll.) yang berjumlah 2,220 miliar (35 %). Di benua Asia dan benua Afrika, Islam menempati peringkat pertama, masing-masing 1,058 miliar (27 %) dan 422 juta (52 %). Angka-angka ini tercantum dalam buku TIME Almanac 2005 with Information Please (Houghton Mifflin, Massachusetts).

Di benua Eropa, Islam merupakan agama kedua terbesar meskipun pemeluknya hanya 50 juta. Sekitar 16 juta umat Islam berdiam di Rusia, 21 juta di Eropa Timur, sedangkan 13 juta lagi berdiam di Eropa Barat, terutama di Perancis, Jerman, dan Inggris. Majalah Newsweek, 29 Mei 1995, dengan artikel berjudul "Muslim Europe”, melaporkan bahwa Muslims outnumbered both Protestants and Jews in the predominantly Roman Catholic countries of Belgium, France, Italy and Spain. (“Jumlah umat Islam melampaui umat Protestan dan Yahudi pada negara-negara yang umat Katoliknya sangat dominan, yaitu Belgia, Perancis, Italia dan Spanyol”).

Di benua Amerika, umat Islam masih sedikit, sekitar delapan juta jiwa, sebab Islam di kawasan ini merupakan agama yang relatif baru. Menurut buku The World Almanac 2005, terdapat enam juta umat Islam di Amerika Serikat, 600 ribu di Kanada, 200 ribu di Meksiko, dan satu juta di kawasan Amerika Selatan: Brazil, Suriname, Trinidad-Tobago dan Guyana. Demikian pula di Australia dan kawasan Pasifik, jumlah umat Islam baru berkisar antara 500 ribu sampai satu juta.

Dr.John L.Esposito, editor buku The Oxford History of Islam (Oxford University Press, London, 1999), dalam Bab “Introduction”, mengatakan: Although Islam is the youngest of the major world religion, Islam is the second largest and fastest-growing religion in the world. To speak of the world of Islam today is to refer not only to countries that stretch from North Africa to Southeast Asia but also to Muslim communities that exist across the globe (“Meskipun Islam termuda di antara agama besar dunia, Islam merupakan agama terbesar kedua dan paling cepat pertumbuhannya di dunia. Pembicaraan tentang Dunia Islam hari ini merujuk bukan hanya kepada negeri-negeri yang membentang dari Afrika Utara ke Asia Tenggara tetapi juga kepada komunitas-komunitas Muslim yang ada di seluruh penjuru bumi”).

Majalah National Geographic bulan Januari 2002, dalam artikel “The World of Islam”, mengemukakan: Some 1.3 billion human beings, a fifth of mankind, embracing Islam that make it the fastest growing on Earth, with 80 percent of believers now outside the Arab world (“Sekitar 1,3 miliar jiwa, seperlima umat manusia, memeluk Islam yang menjadikannya agama yang paling cepat pertumbuhannya di Bumi, dengan 80 persen orang-orang beriman sekarang berada di luar dunia Arab”). Majalah termasyhur itu juga melaporkan bahwa umat Islam di Amerika Serikat pada tahun 2001 mencapai enam juta jiwa.

Dalam majalah The Economist, edisi 13 September 2003, terdapat hasil survei “Islam and the West” yang menyatakan bahwa umat Islam di muka bumi berjumlah 1,5 miliar jiwa (“Around one in four of the people in the world are Muslims”), antara lain 196,3 juta di Indonesia (“the world’s most populous Muslim country”), 133,1 juta di Cina, 26,7 juta di Rusia, dan 10,4 juta di belahan benua Amerika. “It is indeed the world’s fastest-growing religion,” demikian komentar The Economist.

Majalah Time, edisi 23 Mei 1988, dengan artikel berjudul “American Facing Toward Mecca”, mencatat jumlah 4.644.000 umat Islam pada saat itu serta lebih dari 600 buah Islamic Center di seluruh Amerika Serikat. Lalu majalah terkemuka itu memperkirakan: US Muslim are expected to surpass Jews in number and, in less than 30 years, become the country’s second largest religious community after Christians (“Muslim Amerika Serikat diperkirakan akan melampaui umat Yahudi dalam jumlah penganut dan, dalam waktu kurang dari 30 tahun, menjadi komunitas agama terbesar kedua di negeri ini sesudah umat Nasrani”).

Perkiraan majalah Time di atas kini makin mendekati kenyataan. Hal ini diakui oleh majalah Nasrani terbesar di Amerika Serikat, Christianity Today, edisi bulan Maret 2005: Words unfamiliar to most Americans are now heard daily on the evening news: jihad, Islam, Allah, Quran, fatwa, imam, ummah, Ramadan. Today, there are approximately seven million Muslims and more than 13000 mosques in North America. Now the Muslims are our neighbors (“Kata-kata yang asing bagi kebanyakan orang Amerika kini terdengar setiap hari pada berita petang: jihad, Islam, Allah, Qur’an, fatwa, imam, ummah, Ramadhan. Hari ini, terdapat sekitar tujuh juta Muslim dan lebih dari 13000 masjid di Amerika Utara. Sekarang orang-orang Muslim merupakan para tetangga kita”).

Shadaqa l-Laahu l-`azhiim.
Maha Benar Allah Yang Maha Agung dengan segala firman-Nya
.***

Thursday, August 26, 2010

Mengenal Al-Qur'an

MENGENAL AL-QUR’AN

oleh
IRFAN ANSHORY



Istilah Al-Qur’an berarti “bacaan” (dari kata qara’a, “membaca”) dan juga berarti “kumpulan” (dari kata qarana, “mengumpulkan”).
Jadi Al-Qur’an adalah bacaan atau kumpulan wahyu Allah SWT kepada Nabi Muhammad s.a.w. melalui malaikat Jibril.

Al-Qur’an tersusun dari 30 juz, 114 surat, 554 ruku` (`ain), 6236 ayat, 77.439 kata, 325.345 huruf.
Huruf terbanyak: alif dan nun; huruf paling sedikit: zha dan ghin.
Surat terpanjang: Al-Baqarah (286 ayat).
Ayat terpanjang: Al-Baqarah 282 (128 kata).
Kata terpanjang: fasqaynaakumuuh pada Al-Hijr 22 (10 huruf).

Ada tiga fungsi Al-Qur’an (2:185):
(a) Hudan li n-Naas (petunjuk hidup bagi manusia)
(b) Bayyinaat (keterangan, sumber informasi)
(c) Furqaan (pembeda, alat identifikasi benar dan salah).

Wahyu pertama: Surat al-`Alaq 1 – 5, diturunkan di Gua Hira’ pada malam Senin 17 Ramadhan 13 SH (Sebelum Hijrah) atau 6 Agustus 610 M.
Wahyu terakhir: Surat al-Ma’idah 3, diturunkan di Arafah pada hari Jumat 9 Dzulhijjah 10 H atau 6 Maret 632 M.
Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari menurut tarikh qamariyah.

Dari 6236 ayat Al-Qur’an, 4780 merupakan ayat-ayat Makkiyah (turun di Makkah), dan 1456 ayat-ayat Madaniyah (turun di Madinah).
Dari 114 Surat dalam Al-Qur’an, 90 Surat turun di Makkah, dan hanya 24 Surat turun di Madinah yaitu Surat 2-5, 8, 9, 22, 24, 33, 47-49, 57-66, 98, 110.

Ayat-ayat yang paling awal adalah: Al-`Alaq 1-5; Al-Qalam 1-4; Al-Mudatstsir 1-7; Al-Muzammil 1-5; Al-Fatihah (pertama turun lengkap satu Surat); Adh-Dhuha; Alam Nasyrah; Al-Fil; Quraisy; Wal-`Ashri. Inilah urutan sepuluh wahyu yang pertama turun.

Ciri khas Surat-Surat Makkiyah: pendek, sangat berirama, berisikan ajaran tauhid dan akhlaq, memakai seruan Yaa Ayyuhan-naas (“Wahai manusia”).
Surat-surat yang mengandung ayat-ayat sumpah Allah, ayat-ayat sajdah, ayat-ayat wa maa adraaka serta kallaa, semuanya Makkiyah.
Hampir semua Surat yang diawali huruf muqatta`ah diwahyukan di Makkah kecuali Al-Baqarah dan Ali Imran.

Ciri khas Surat-Surat Madaniyah: panjang, menjurus ke prosa, berisikan ajaran syariah (hukum dan peraturan), memakai seruan Yaa Ayyuhal-ladziina aamanuu (“Wahai orang-orang yang beriman”).
Surat-surat yang menceritakan puasa, haji, pernikahan, warisan, peperangan, kaum munafiq dan ahlul-kitab (Yahudi dan Nasrani), semuanya Madaniyah.

Seluruh ayat Al-Qur’an yang diwahyukan Allah dihafalkan oleh para shahabat dan dicatat (dituliskan) pada kulit hewan, pelepah kurma, tulang, batu tipis, serta papan kayu. Dengan demikian, ayat-ayat Al-Qur’an tidak ada yang terlupa atau hilang, dan tidak mungkin dipalsukan.

Ketika Nabi Muhammad s.a.w. wafat tahun 632, Al-Qur’an masih tersebar dalam hafalan dan catatan para shahabat. Baru pada tahun berikutnya, di masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar Shiddiq (632-634), Al-Qur’an mulai dikumpulkan dalam satu bundel (mus-haf). Lalu pada tahun 650, di masa Khalifah Utsman ibn Affan (644-656), penulisan Al-Qur’an dibakukan (termasuk cara membacanya dalam logat Quraisy berupa tajwid) dan dikenal sebagai Mus-haf Utsmani.

Pemberian tanda syakal (pembeda vokal dan huruf mati) kepada tulisan Al-Qur’an dilakukan oleh Abul-Aswad ad-Du’ali pada tahun 675 atas perintah gubernur Basrah, Ziyad ibn Samiyah, di masa Khalifah Mu`awiyah ibn Abi Sufyan (661-680).
Pemberian tanda i’jam (titik pembeda huruf) dilakukan oleh Nashir ibn Ashim pada tahun 696 atas perintah gubernur Irak, Hajjaj ibn Yusuf, di masa Khalifah Abdul-Malik ibn Marwan (685-705).
Kemudian pada tahun 718 (100 H) Al-Qur’an dibagi menjadi 30 Juz atas perintah Khalifah Umar ibn Abdil-Aziz (717-721), agar dapat ditamatkan pembacaannya pas satu bulan selama Ramadhan.

Al-Qur’an yang digunakan mayoritas umat Islam, termasuk kita di Indonesia, memakai qira’at HAFSH ibn Sulaiman al-Kufi (709-796) dari Ashim ibn Abunnujud al-Asadi (671-745), yang memperoleh bacaan itu dari 80-an tabi`in (generasi sesudah shahabat) yang belajar kepada para shahabat, antara lain Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Abdullah ibn Mas`ud, dan Zaid ibn Tsabit.
Umat Islam di kawasan Afrika Utara dan Afrika Barat memakai qira’at WARSY ibn Sa`id al-Mishri (727-812) dari Nafi` ibn Abdurrahman al-Madani (689-785), yang memperoleh bacaan itu dari 70-an tabi`in yang belajar kepada para shahabat, antara lain Umar ibn Khattab, Abdullah ibn Abbas, Abu Hurairah, dan Ubayy ibn Ka`b.***

Friday, July 30, 2010

Hisab dan Ru'yah

MEMAHAMI METODE HISAB DAN RU’YAH


oleh
IRFAN ANSHORY




ADA DUA MACAM METODE yang dipakai umat Islam dalam penetapan awal Ramadhan (memulai ibadah puasa) dan awal Syawwal (merayakan Idulfitri).
Pertama, metode hisab, yaitu menghitung munculnya hilal secara ilmiah (perhitungan astronomis), dan menetapkan tanggal satu ketika hilal sudah “di atas ufuk” meskipun belum dapat terlihat oleh mata.
Kedua, metode ru’yah, yaitu melihat langsung hilal dengan mata, dan menetapkan tanggal satu ketika hilal sudah “dapat terlihat oleh mata”. Jika hilal belum terlihat, meskipun sudah di atas ufuk, bulan yang sedang berjalan digenapkan 30 hari.

Meskipun berbeda metode, umat Islam pada umumnya memulai ibadah puasa dan merayakan Idulfitri pada hari yang sama, sebab biasanya hilal sudah di atas ufuk dan juga sudah terlihat oleh mata. Akan tetapi, ada masa-masa tertentu di mana hilal menurut perhitungan ilmiah sudah di atas ufuk, tetapi posisinya masih rendah sehingga belum dapat terlihat oleh mata. Jika terjadi keadaan seperti ini, maka para pengguna metoda hisab akan memulai ibadah puasa atau merayakan Idulfitri sehari lebih dahulu dari saudara-saudaranya para pengguna metode ru’yah.

Pada zaman modern sekarang di mana pengetahuan astronomi sudah sangat maju sehingga peredaran bumi, bulan dan matahari dapat dihitung secara ilmiah dan sampai hitungan detik tidak mungkin salah, sudah sewajarnya kita menggunakan metode hisab!

Memang benar bahwa Nabi Muhammad s.a.w. pernah bersabda: Shuumuu li ru’yatihi wa afthiruu li ru’yatih. Fa in ghubiya `alaikum, fa akmiluu `iddata sya`baana tsalaatsiin (“Berpuasalah kamu karena melihat bulan dan berbukalah kamu karena melihatnya. Jika tertutup bagi kamu, sempurnakanlah bilangan Sya`ban 30 hari”). Tetapi `illat (alasan) beliau menyuruh demikian adalah karena ru’yah itulah sarana yang mudah dan praktis pada saat itu. Ilmu astronomi pada zaman Rasulullah s.a.w. belum secanggih sekarang.

Jika kita sekarang menentukan awal Ramadhan dan awal Syawwal dengan metode hisab, bukan berarti kita tidak mengikuti Hadits Nabi. Kita tetap melaksanakan ru’yah, cuma bukan ru’yah dengan mata melainkan ru’yah dengan ilmu! Kata kerja ra’aa, yaraa dalam bahasa Arab bukan hanya berarti ‘melihat’, tetapi juga dapat berarti ‘memperhatikan, menyelidiki, meneliti’. Selain menurunkan kata ru’yah, kata kerja ra’aa juga menurunkan kata ra’yu yang berarti ‘pemikiran, opini’.

Metode hisab merupakan aplikasi Firman Allah dalam Al-Qur’an:

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dia menetapkan tahap peredaran bagi bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan hisab (perhitungan). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan kebenaran. Dia menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada kaum yang berpengetahuan” (Yunus 5).

Tidaklah mungkin matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya” (Yasin 40).

Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” (Ar-Rahman 5).

Kenyataannya, metode ru’yah hanya dipakai untuk menentukan awal Ramadhan dan awal Syawwal saja. Dalam penentuan awal bulan-bulan yang lain (Muharram, Shafar, dst.), tidak pernah ada yang mengintip hilal. Jika konsekuen memakai metode ru’yah, mustahil kita membuat kalender, sebab setiap menjelang awal bulan harus melihat hilal terlebih dahulu.

Kalender Hijriyah yang kita pakai setiap tahun dibuat dengan metode hisab! Menteri Agama tidak pernah mengundang para ulama mengadakan sidang itsbat (konfirmasi) untuk membahas kapan waktunya Tahun Baru Hijriyah, sebab tanggal 1 Muharram (juga 1 Shafar, 1 Rabi`ul-Awwal, dst.) dapat dihitung secara ilmiah jauh-jauh hari sebelumnya tanpa harus melihat hilal. Demikian pula waktu sholat kita setiap hari (awal zhuhur, asar, magrib, isya, shubuh) ditentukan dengan metode hisab dan dibuat untuk jadwal sholat satu tahun tanpa harus melihat matahari.

Menurut metode hisab, konjungsi (ijtima`) terjadi Selasa 10 Agustus 2010 pukul 10.09 WIB. Saat matahari terbenam hilal sudah lebih dari dua derajat di atas ufuk, sehingga dapat terlihat jelas oleh mata. Jadi baik menurut metode hisab maupun metode ru’yah, 1 Ramadhan jatuh pada Rabu 11 Agustus 2010. Jadi malam Rabu sudah mulai shalat tarawih sebab sudah masuk bulan Ramadhan.

Konjungsi berikutnya terjadi Rabu 8 September 2010 pukul 17.31 WIB. Saat matahari terbenam hilal belum wujud (masih di bawah ufuk), sehingga Kamis 9 September merupakan hari terakhir bulan Ramadhan. Posisi hilal pada Kamis petang sudah cukup tinggi, sehingga terlihat mata. Jadi 1 Syawwal (Idulfitri) jatuh pada Jumat 10 September 2010 baik menurut metode hisab maupun metode ru’yah.***





BULAN, APA BETUL KAU SULIT DILIHAT?


oleh
TAUFIQ ISMAIL

(dibacakan di Masjid Salman ITB pada Ramadhan 1429)



Kelihatan tak kelihatan
Bulan terus meluncur di garis pelayangan
Berabad-abad dalam peredaran
Sangat patuhnya tak ada penyimpangan

Berlayar di angkasa berdua dengan matahari
Jadwal tanpa selisih sepersepuluh detik pun selama ini
Yang satu menyiramkan cahaya, yang lain membuat indah bumi
Bergilir siang dan malam tanpa saling mendahului

Berlayar di angkasa berziliun dengan bintang galaksi raya
Lihat mereka tawaf sangat teratur di alam semesta
Beredar amat cantiknya dengan logika matematika
Dalam disiplin dingin dan jelasnya ritma


Seorang anak tiga belas tahun di bulan Sya`ban
Menjelang suatu magrib berseru kepada bulan
“Rembulan, adakah lagi teka-teki yang akan kau suguhkan
Tentang hari apa gerangan, awal dan akhir Ramadhan?”

Anak itu memasang teleskop ketika rembulan melihat ke bumi
Di kalbunya sedang tumbuh iman, di otaknya ilmu astronomi
“Anak muda, saya tak pernah suka berteka-teki
Saya dapat perintah berlayar, arah sampai detikku sangat pasti.”

Kelihatan tak kelihatan
Bulan terus meluncur di garis pelayangan
Berpuluh abad dalam peredaran
Sangat patuhnya tak ada penyimpangan


Anak itu mengatur lensa lalu mengintip bintang-gemintang
Kemudian dengan bulan terus berdiskusi
“Rembulan, kenapa ketika harus terbit sebagai sabit
Kamu sesekali tak nampak, apakah bersembunyi?”

Bulan tertawa di atas sana, hampir saja nampak giginya
“Di langit kok sembunyi, bagaimana ini
Setiap tanggal satu saya selalu melapor tepat di tempat
Dan swear, melanggar perintah saya takut sekali.”

Kelihatan tak kelihatan
Bulan terus meluncur di garis pelayangan
Beratus abad dalam peredaran
Sangat patuhnya tak ada penyimpangan


Sang anak mengamati catatannya, angka-angka astronomi
Melalui lensa ruang angkasa malam hari dia amati
“Tapi kenapa terkadang bentuk sabitmu tak kelihatan
Wahai rembulan yang dinanti-nantikan?”

“Kecil sekali bentukku sebagai sabit, terbit di kaki langit
Sudutnya sangat rendah dan bila langit tak cerah
Misalkan ada kabut selayang dan awan secercah
Wajah sabitku saat itu jadi tertutuplah.”

Kelihatan tak kelihatan
Bulan terus meluncur di garis pelayangan
Beribu abad dalam peredaran
Sangat patuhnya tak ada penyimpangan


Sang Al-Biruni kecil tetap saja penasaran
Dia masih juga mengajukan pertanyaan
“Apakah terdapat perbedaan situasi
Cakrawala empat belas abad lalu dengan kini?”

“Tentu saja keadaannya berbeda sekali
Dahulu langit sangat jernih tak ada cemar polusi
Seimbang luar biasa secara fisika dan kimiawi
Paling-paling sesekali awan dan kabut tebal melapisi
Kini berjuta pabrik dan kendaraan memuntahkan emisi
Ratusan jenis gas limbah jadi tabir menghalangi
Terapung-apung di atas kulit bumi
Kaki langit tidak sebersih dahulu lagi
Seperti ada selaput tipis menabiri
Sehingga terhalang pandang bulan sabit pertama hari
Itulah yang kamu kira saya tak menampakkan diri.”

Kelihatan tak kelihatan
Bulan terus meluncur di garis pelayangan
Berpuluh ribu abad dalam peredaran
Sangat patuhnya tak ada penyimpangan



“Terima kasih rembulan, menarik benar diskusi ini,”
Ujar sang cendekia muda di ujung teropong bintangnya
“Banyak soal jadi jelas sekarang bagi saya, makasih ya
Sekarang apa rencanamu, wahai rembulanku?”

Rembulan yang bijak itu tersenyum kini
“Wah, kamu meledek saya, anak bumi
Tentu saja saya terus melayang tak henti-henti
Berdua dengan sejoli saya sang matahari
Berziliun dengan gemintang raya di galaksi
Di garis edar yang ditentukan Maha Pencipta Semesta ini
Di setiap titik ruang angkasa jadwal kami sudah pasti
Bermilyar kilometer berjuta tahun cahaya kami jalani
Tidak ada kosakata berhenti bagi kami
Kecuali bila datang perintah dari Yang Maha Tinggi
‘Berhenti!’
Dan kiamat pun jadi.”

“Rembulan! Tunggu!
Jadi kalau kiamat nanti
Kamu tidak ada lagi?”

“Tidak ada, anak bumi, tidak ada lagi
Masa dinas saya selesai sudah, kita tak ketemu lagi
Karena itu, puas-puaskan melihat wajah saya ini
Tulislah agak sebaris puisi
Dah-daah, anak bumi!”