Mengenal Al-Qur'an
oleh
IRFAN ANSHORY
Istilah Al-Qur’an berarti “bacaan” (dari kata qara’a, “membaca”) dan juga berarti “kumpulan” (dari kata qarana, “mengumpulkan”).
Jadi Al-Qur’an adalah bacaan atau kumpulan wahyu Allah SWT kepada Nabi Muhammad s.a.w. melalui malaikat Jibril.
Al-Qur’an tersusun dari 30 juz, 114 surat, 554 ruku` (`ain), 6236 ayat, 77.439 kata, 325.345 huruf.
Huruf terbanyak: alif dan nun; huruf paling sedikit: zha dan ghin.
Surat terpanjang: Al-Baqarah (286 ayat).
Ayat terpanjang: Al-Baqarah 282 (128 kata).
Kata terpanjang: fasqaynaakumuuh pada Al-Hijr 22 (10 huruf).
Ada tiga fungsi Al-Qur’an (2:185):
(a) Hudan li n-Naas (petunjuk hidup bagi manusia)
(b) Bayyinaat (keterangan, sumber informasi)
(c) Furqaan (pembeda, alat identifikasi benar dan salah).
Wahyu pertama: Surat al-`Alaq 1 – 5, diturunkan di Gua Hira’ pada malam Senin 17 Ramadhan 13 SH (Sebelum Hijrah) atau 6 Agustus 610 M.
Wahyu terakhir: Surat al-Ma’idah 3, diturunkan di Arafah pada hari Jumat 9 Dzulhijjah 10 H atau 6 Maret 632 M.
Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari menurut tarikh qamariyah.
Dari 6236 ayat Al-Qur’an, 4780 merupakan ayat-ayat Makkiyah (turun di Makkah), dan 1456 ayat-ayat Madaniyah (turun di Madinah).
Dari 114 Surat dalam Al-Qur’an, 90 Surat turun di Makkah, dan hanya 24 Surat turun di Madinah yaitu Surat 2-5, 8, 9, 22, 24, 33, 47-49, 57-66, 98, 110.
Ayat-ayat yang paling awal adalah: Al-`Alaq 1-5; Al-Qalam 1-4; Al-Mudatstsir 1-7; Al-Muzammil 1-5; Al-Fatihah (pertama turun lengkap satu Surat); Adh-Dhuha; Alam Nasyrah; Al-Fil; Quraisy; Wal-`Ashri. Inilah urutan sepuluh wahyu yang pertama turun.
Ciri khas Surat-Surat Makkiyah: pendek, sangat berirama, berisikan ajaran tauhid dan akhlaq, memakai seruan Yaa Ayyuhan-naas (“Wahai manusia”).
Surat-surat yang mengandung ayat-ayat sumpah Allah, ayat-ayat sajdah, ayat-ayat wa maa adraaka serta kallaa, semuanya Makkiyah.
Hampir semua Surat yang diawali huruf muqatta`ah diwahyukan di Makkah kecuali Al-Baqarah dan Ali Imran.
Ciri khas Surat-Surat Madaniyah: panjang, menjurus ke prosa, berisikan ajaran syariah (hukum dan peraturan), memakai seruan Yaa Ayyuhal-ladziina aamanuu (“Wahai orang-orang yang beriman”).
Surat-surat yang menceritakan puasa, haji, pernikahan, warisan, peperangan, kaum munafiq dan ahlul-kitab (Yahudi dan Nasrani), semuanya Madaniyah.
Seluruh ayat Al-Qur’an yang diwahyukan Allah dihafalkan oleh para shahabat dan dicatat (dituliskan) pada kulit hewan, pelepah kurma, tulang, batu tipis, serta papan kayu. Dengan demikian, ayat-ayat Al-Qur’an tidak ada yang terlupa atau hilang, dan tidak mungkin dipalsukan.
Ketika Nabi Muhammad s.a.w. wafat tahun 632, Al-Qur’an masih tersebar dalam hafalan dan catatan para shahabat. Baru pada tahun berikutnya, di masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar Shiddiq (632-634), Al-Qur’an mulai dikumpulkan dalam satu bundel (mus-haf). Lalu pada tahun 650, di masa Khalifah Utsman ibn Affan (644-656), penulisan Al-Qur’an dibakukan (termasuk cara membacanya dalam logat Quraisy berupa tajwid) dan dikenal sebagai Mus-haf Utsmani.
Pemberian tanda syakal (pembeda vokal dan huruf mati) kepada tulisan Al-Qur’an dilakukan oleh Abul-Aswad ad-Du’ali pada tahun 675 atas perintah gubernur Basrah, Ziyad ibn Samiyah, di masa Khalifah Mu`awiyah ibn Abi Sufyan (661-680).
Pemberian tanda i’jam (titik pembeda huruf) dilakukan oleh Nashir ibn Ashim pada tahun 696 atas perintah gubernur Irak, Hajjaj ibn Yusuf, di masa Khalifah Abdul-Malik ibn Marwan (685-705).
Kemudian pada tahun 718 (100 H) Al-Qur’an dibagi menjadi 30 Juz atas perintah Khalifah Umar ibn Abdil-Aziz (717-721), agar dapat ditamatkan pembacaannya pas satu bulan selama Ramadhan.
Al-Qur’an yang digunakan mayoritas umat Islam, termasuk kita di Indonesia, memakai qira’at HAFSH ibn Sulaiman al-Kufi (709-796) dari Ashim ibn Abunnujud al-Asadi (671-745), yang memperoleh bacaan itu dari 80-an tabi`in (generasi sesudah shahabat) yang belajar kepada para shahabat, antara lain Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Abdullah ibn Mas`ud, dan Zaid ibn Tsabit.
Umat Islam di kawasan Afrika Utara dan Afrika Barat memakai qira’at WARSY ibn Sa`id al-Mishri (727-812) dari Nafi` ibn Abdurrahman al-Madani (689-785), yang memperoleh bacaan itu dari 70-an tabi`in yang belajar kepada para shahabat, antara lain Umar ibn Khattab, Abdullah ibn Abbas, Abu Hurairah, dan Ubayy ibn Ka`b.***