AIR MEMANG TURUN DARI LANGIT
(TAFSIR SURAT ATH-THAARIQ)
oleh
IRFAN ANSHORYSURAT ATH-THAARIQ, yang dalam mushaf Al-Qur’an merupakan Surat ke-86 dan terdiri dari 17 ayat, diwahyukan di Makkah pada tahun kedelapan masa kenabian, yaitu sekitar tahun 618 Masehi, sesudah
Surat Qaaf dan
Surat al-Balad. Pada saat itu kaum musyrikin sedang frustrasi melihat perkembangan Islam yang makin pesat. Berbagai teror dan intimidasi tidaklah menggoyahkan iman kaum Muslimin yang dari hari ke hari makin banyak jumlahnya. Maka orang-orang Quraisy di Makkah merancang rekayasa jahat terhadap Nabi Muhammad s.a.w. beserta para shahabat beliau berupa pengucilan dan pemboikotan dari segala aktivitas. Para pembesar Quraisy melarang penduduk Makkah untuk melakukan transaksi apapun dengan kaum Muslimin, termasuk kegiatan jual beli dan pernikahan. Dalam situasi demikian inilah
Surat ath-Thaariq diwahyukan oleh Allah SWT.
Salah satu perbedaan antara Surat-surat
Makkiyah (yang diwahyukan di Makkah) dan Surat-surat
Madaniyah (yang diwahyukan di Madinah) adalah bahwa pada Surat-surat Makkiyah Allah sering bersumpah dengan berbagai fenomena alam ciptaan-Nya, agar manusia benar-benar memperhatikan atau menalari secara serius hal-hal yang disumpahkan Allah itu. Kalimat sumpah itu diawali oleh kata
wa (“demi”) yang terdapat pada 17 Surat (37, 51, 52, 53, 68, 74, 77, 79, 85, 86, 89, 91, 92, 93, 95, 100, 103), dan kata
laa uqsimu (“tidak, Aku bersumpah”) yang terdapat pada tujuh Surat (56, 69, 70, 75, 81, 84, 90). Selain dengan fenomena alam, Allah juga bersumpah dengan Kitab Al-Qur’an pada lima Surat (36, 38, 43, 44, 50).
Wa s-samaa’i wa th-thaariq (ayat 1). Terjemahan harfiahnya: “
Demi langit, demi ath-thaariq.” Allah SWT bersumpah dengan langit (
as-samaa’) serta dengan suatu benda langit yang disebut
ath-thaariq. Istilah ini berasal dari kata kerja
tharaqa yang artinya “mengetuk”, satu akar kata dengan
thariiq (“jalan; tempat kaki mengetuk”) dan
mithraq (“palu; alat pengetuk”). Dalam bahasa Arab sehari-hari, istilah
thaariq digunakan untuk menyebut tamu yang jarang muncul dan tiba-tiba datang di malam hari, atau seperti kata Prof. Dr. Hamka dalam
Tafsir Al-Azhar Juz 30, “
orang yang mengetuk pintu tengah malam agak keras, supaya yang empunya rumah lekas bangun, karena dia membawa berita penting”, atau seperti penjelasan Prof. Dr. Muhammad Asad dari Austria dalam buku tafsirnya
The Message of the Qur’an (“Pesan Al-Qur’an”), “
a person who comes to a house by night to knock at the door”.
Dengan demikian jelaslah bahwa
ath-thaariq dalam ayat ini adalah benda langit yang langka kehadirannya. Tidak setiap malam kita dapat menyaksikannya di langit, sebab dia datang sewaktu-waktu atau secara periodik. Benda langit yang seperti itu tiada lain adalah
komet, yang oleh nenek moyang kita disebut “bintang berekor”.
Mohammed Marmaduke Pickthall, ulama Muslim berkebangsaan Inggris, dalam terjemahan Al-Qur’an
The Meaning of the Glorious Koran, ketika membahas Surat at-Thaariq mengatakan:
Some have thought that it refers to a comet which alarmed the East about the time of the Prophet’s call. Others believe that this and other introductory verses, hard to elucidate, hide scientific facts unimagined at the period of revelation (“Beberapa penafsir berpendapat bahwa at-thaariq merujuk kepada sebuah komet yang menggemparkan Dunia Timur semasa dakwah Nabi. Para penafsir lain meyakini bahwa ayat ini dan beberapa ayat pembuka dalam Surat lainnya, yang sukar untuk dijelaskan, menyembunyikan fakta-fakta ilmiah yang tidak terbayangkan pada periode turunnya wahyu”).
Wa maa adraaka maa th-thaariq? (ayat 2). Terjemahan harfiahnya: “
Dan apakah yang membuatmu tahu tentang ath-thaariq?”. Sering juga diterjemahkan secara bebas: “
Tahukah kamu apakah ath-thaariq itu?” Allah menggunakan kalimat
wa maa adraaka (“tahukah kamu”) hanya dalam 10 Surat (69, 74, 77, 82, 83, 86, 90, 97, 101, 104) untuk mempertegas istilah-istilah yang unik. Biasanya
wa maa adraaka digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan hari kiamat (
yaumud-diin, yaumul-fashl, haqqah, qaari`ah) atau azab neraka (
saqar, sijjiin, haawiyah, huthamah) atau sesuatu yang misteri seperti
lailatul-qadr. Satu-satunya benda langit yang dijelaskan dengan
wa maa adraaka hanyalah
thaariq. Hal ini memperkuat penalaran kita bahwa
thaariq adalah benda langit yang “tidak biasa” atau “jarang datang”, yaitu komet yang muncul sekali dalam puluhan atau ratusan tahun. Benda-benda langit yang lain, seperti matahari (
syams), bulan (
qamar), bintang (
najm), gugus bintang (
buruuj) dan planet (
kaukab), tidak pernah diterangkan dengan
wa maa adraaka sebab istilah-istilah itu memang sudah jelas maknanya dan bendanya dapat kita saksikan setiap waktu.
Identifikasi benda langit
thaariq dengan "komet" ditunjang oleh data astronomi. Ketika
Surat ath-Thaariq diwahyukan Allah pada tahun kedelapan kenabian atau tahun 618 Masehi, pada tahun itu muncul komet besar yang termasyhur dalam sejarah, yaitu apa yang sekarang kita namakan
Komet Halley. Periode kedatangan komet ini pertama kali diteliti oleh ahli astronomi Inggris, Edmond Halley (1656–1742). Komet Halley datang rata-rata 76 tahun sekali, dan tahun kedatangannya ternyata dicatat oleh berbagai bangsa sepanjang zaman. Data astronomi telah merekam kehadirannya mulai tahun 390 sampai 1986 Masehi. Inilah tahun-tahun kedatangan Komet Halley: 390, 467, 542, 618 (zaman Nabi), 695, 772, 847, 923, 998, 1074, 1151, 1226, 1302, 1379, 1456, 1531, 1607, 1682 (zaman Halley), 1758, 1835, 1910, 1986 (mungkin Anda menyaksikannya), dan Insya Allah kelak akan muncul kembali tahun 2061 atau 2062.
An-najmu ts-tsaaqib (ayat 3). Terjemahan harfiahnya: “
Benda langit yang melubangi.” Benda-benda langit selain matahari dan bulan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah umum
najm (jamak atau pluralnya
nujuum), berasal dari kata kerja
najama yang artinya “muncul kecil-kecil secara berserakan”. Itulah sebabnya istilah
najm dapat juga berarti “rerumputan” yang berserakan di permukaan bumi, seperti pada
Surat ar-Rahmaan ayat 6:
wa n-najmu wa sy-syajaru yasjudaan (“Rerumputan dan pepohonan kedua-duanya bersujud kepada Allah”). Dalam kebanyakan ayat-ayat Al-Qur’an, kata
najm tepat diterjemahkan “bintang”, tetapi dalam
Surat ath-Thaariq ini kita terjemahkan dengan istilah umum “benda langit”.
Adapun kata
tsaaqib berasal dari kata kerja
tsaqaba yang artinya “melubangi”, satu akar kata dengan
tsuqbah (“lubang”),
mitsqab (“bor, alat melubangi”) dan
tsaaqibaat (“hewan pelubang” atau ordo Rodentia dalam biologi). Jadi
tsaaqib berarti “sesuatu yang melubangi”.
Informasi Allah dalam ayat 3 ini makin memperkuat penafsiran kita bahwa
ath-thaariq memang ternyata komet. Sebagaimana dipelajari dalam ilmu astronomi, komet adalah benda langit yang diameternya puluhan kilometer, tersusun dari campuran es (air padat) yang meliputi lima perenam bagian dan sisanya kotoran debu. Itulah sebabnya komet-komet dijuluki
dirty snowballs. Mereka mengelilingi matahari seperti planet-planet tetapi orbitnya berbentuk ellips yang sangat jauh, sehingga komet-komet ini muncul sekali dalam puluhan atau ratusan tahun. Ketika sebuah komet mendekati matahari, panas matahari mencairkan dan menguapkan material es, membentuk “ekor” atau “rambut” berukuran ribuan kilometer yang tampak dari bumi. Itulah sebabnya benda langit ini dinamai
komet, berasal dari kata Yunani,
koma, yang berarti “rambut”. (Tanda baca ‘koma’ adalah ‘titik yang diberi rambut’). Kini diketahui bahwa pada tapal batas tatasurya di seberang planet Pluto terdapat “sarang komet” yang disebut
Oort Cloud, dari nama astronom Belanda Jan Hendrik Oort (1900–1992), dan diperkirakan mengandung ribuan komet.
Pada proses pembentukan tatasurya (
solar system), komet-komet membombardir atau melubangi permukaan planet-planet bertanah (
terrestrial planets) yang dekat dengan matahari, termasuk bumi, menyumbangkan air yang merupakan syarat mutlak adanya kehidupan. Di antara planet-planet penerima air itu, hanya planet bumi yang mampu menjaga air dalam wujud
cairan. Venus terlalu panas sehingga air menguap, sedangkan Mars terlalu dingin sehingga air membeku. Tanpa proses pelubangan dari komet-komet, bumi kita tidak mempunyai air! Sungguh Maha Benar Allah yang berulangkali menegaskan dalam Al-Qur’an
nazzalnaa mina s-samaa’i maa’ (“Kami telah menurunkan air dari langit”), sebab air di bumi ini memang berasal dari langit, yaitu sumbangan dari komet (
thaariq) yang merupakan “benda langit yang melubangi” (
an-najmu ts-tsaaqib).
Penelitian terhadap spektrum-spektrum yang dipancarkan oleh Komet Halley (1986), Komet Shoemaker-Levy (1994), Komet Hyakutake (1996), Komet Hale-Bopp (1997) Komet Wild-2 (2000) dan Komet Borrelly (2001) menunjukkan bahwa perbandingan isotop hidrogen dan deuterium pada H2O air laut ternyata sama persis dengan pada H2O komet-komet tersebut. Fakta ini merupakan bukti kimiawi bahwa air di bumi memang berasal dari komet! Jadi komet-komet dikirimkan Allah SWT untuk membawa materi paling berharga sebagai syarat kehidupan kepada planet bumi, yaitu air. Adanya air menyebabkan bumi merupakan satu-satunya komponen tatasurya yang layak untuk tempat berkembangnya makhluk hidup. Tanpa adanya air, kehidupan di muka bumi mustahil terjadi.
Dr.Molly Bloomfield, dalam bukunya
Chemistry and the Living Organism (John Wiley & Sons, New York, 1996, hal. 270), menerangkan:
Over 100,000 comets had collided with the Earth during its first billion years, brought water to the Earth’s surface. (“Lebih dari 100.000 komet telah berbenturan dengan Bumi selama semiliar tahun pertamanya, membawa air ke permukaan Bumi”).
Dr. Isaac Asimov, dalam bukunya
Frontiers: New Discoveries about Man and His Planet, Outer Space and the Universe (Mandarin Paperbacks, London, 1991, hal.219), mengatakan:
In the early times of the solar system, there were a large number of collisions between comets and the planetary bodies. The Earth was hot and dry to begin with, and cometary collisions have supplied us with much of our ocean and atmosphere. All this we can now reason out as a result of the close study of Halley’s comet in 1986. (“Pada masa-masa dini tatasurya, terdapat sejumlah besar perbenturan antara komet-komet dan planet-planet. Bumi panas dan kering pada mulanya, dan perbenturan-perbenturan dengan komet telah menyuplai kita dengan sebagian besar samudera dan atmosfer. Semua ini baru sekarang dapat kita kemukakan sebagai hasil dari studi jarak dekat terhadap komet Halley pada tahun 1986”).
Dr. Timothy Ferris, dalam bukunya
The Whole Shebang: A State-of-the-Universe Report (Simon and Schuster, New York, 1997, hal.176 dan 179), menegaskan:
We owe our existence to Earth’s bombardment by the icy comets abounded in the infant solar system. Primordial comets have formed the oceans and rained down the amino acids from which life originated here. Evidence for cometary cornucopias of life-brewing water and amino acids may be found in the spectra of modern comets .... Had comets not ferried ice to Earth, we might have had no oceans. And without organic molecules contributed by the comets, Earth might have remained devoid of life. (“Kita berhutang eksistensi kita kepada pembombardiran Bumi oleh komet-komet es yang berlimpah ketika tatasurya masih dalam usia muda. Komet-komet purba telah membentuk samudera-samudera dan mencurahkan asam-asam amino yang mengawali kehidupan di sini. Bukti bahwa air dan asam-asam amino pembuat kehidupan bersumber pada komet dapat ditemukan pada berbagai spektrum komet-komet modern .… Seandainya komet-komet tidak mengangkut es ke Bumi, mungkin kita tidak mempunyai samudera. Dan tanpa molekul-molekul organik yang disumbangkan komet-komet, Bumi mungkin tetap kosong dari kehidupan”).
In kullu nafsin lammaa `alaihaa haafizh (ayat 4). Terjemahan harfiahnya: “
Tiada setiap jiwa tanpa ada atasnya pemelihara”. Setiap makhluk hidup (
kullu nafsin) tanpa kecuali memperoleh pemeliharaan dari Allah SWT, dengan tersedianya air di bumi yang membentuk kehidupan serta membuat bumi ini nyaman sentosa bagi berlangsungnya kehidupan. Allah menegaskan bahwa setiap makhluk hidup tercipta dari air, sebagaimana tercantum dalam
Surat al-Anbiyaa’ ayat 30:
wa ja`alnaa mina l-maa’i kulla syai’in hayy (“Dan Kami menjadikan dari air segala sesuatu yang hidup”), serta
Surat an-Nahl ayat 65:
wa l-Laahu anzala mina s-samaa’i maa’an fa ahyaa bihi l-ardha ba`da mautihaa (“Dan Allah menurunkan dari langit air, maka hiduplah dengan air itu bumi sesudah matinya”).
Banyak makhluk hidup yang tidak memerlukan oksigen atau udara, tetapi tidak ada kehidupan yang bisa survive tanpa air. Sekitar 70% berat tubuh kita tersusun dari air, dan tanpa adanya air metabolisme pada tubuh makhluk hidup tidak mungkin berlangsung. Tidak ada benda lain yang lebih berharga dari air. Di samping untuk metabolisme tubuh, kita memerlukan air untuk mandi, bersuci, memasak, mencuci, menyirami tanaman, dan mengairi lahan pertanian. Air juga berfungsi sebagai sarana olah raga dan rekreasi, serta merupakan salah satu sumber energi baik energi uap maupun energi listrik.
Struktur molekul air yang unik, dengan atom pusat oksigen yang mengikat dua atom hidrogen, menyebabkan keistimewaan sifat-sifat fisika dan kimia yang tidak dimiliki oleh materi yang lain. Perbedaan
keelektronegatifan (kemampuan menarik elektron) yang sangat besar antara hidrogen dan oksigen menyebabkan ikatan O—H pada molekul air sangat
polar, sehingga air merupakan pelarut yang sangat baik untuk berbagai jenis zat padat, cairan, dan gas. Hal ini menyebabkan air mampu membawa zat-zat makanan melalui jaringan dan organ makhluk hidup serta menjadi zat pembersih yang ampuh. Air mempunyai
viskositas yang sangat rendah, sehingga air mudah mengalir, cepat meluncur turun, dan mudah dipompa ke atas. Dengan demikian air sangat mudah diambil dan segera dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
Air mempunyai
kalor penguapan yang sangat tinggi. Hal ini sangat penting bagi tubuh kita, sebab sejumlah besar dari panas tubuh dapat dihilangkan dengan penguapan hanya sejumlah kecil air melalui kulit. Dengan demikian suhu tubuh kita selalu terjaga secara optimal. Penyerapan energi ketika air diuapkan oleh sinar matahari serta pembebasan energi itu ketika uap air berkondensasi menjadi hujan yang kembali ke bumi sangat berperan dalam mendistribusikan energi dari matahari ke seluruh permukaan bumi. Air juga mempunyai
kapasitas kalor (kemampuan menyimpan panas) yang sangat tinggi, sehingga air memanas dan mendingin lebih lambat daripada kebanyakan zat lain. Hal ini akan melindungi makhluk hidup dari malapetaka apabila suhu mendadak berubah. Jumlah air yang berlimpah di permukaan bumi bertindak sebagai termostat raksasa yang mengatur suhu bumi sehari-hari.
Ikatan hidrogen yang ada di antara molekul-molekul air menyebabkan air berekspansi atau membesar volumenya ketika membeku (padahal zat-zat lain ketika membeku justru menyusut), sehingga es memiliki kerapatan yang lebih kecil dari air. Akibatnya es mengambang di atas permukaan air. Hal ini menyebabkan ikan dan hewan air lainnya dapat bertahan hidup pada musim salju. Sungguh beraneka ragam pemeliharaan yang dianugerahkan Allah SWT terhadap makhluk hidup melalui kegunaan dan sifat-sifat air.
Falyanzhuri l-insaanu mimma khuliq. Khuliqa min maa’in daafiq. Yakhruju min baini sh-shulbi wa t-taraa’ib (ayat 5–7). Terjemahan harfiahnya: “
Maka hendaklah manusia menalari dari apa dia tercipta. Tercipta dari air yang memancar. Keluar dari antara shulb dan taraa’ib”. Para penafsir umumnya berpendapat “air yang memancar” itu adalah sperma laki-laki. Seandainya yang dimaksudkan sperma, tentu Allah SWT menggunakan kata
madfuuq (bentuk pasif yang berarti “terpancar”), sebab sperma tidak dapat memancar dengan sendirinya. Kenyataannya Allah memakai kata
daafiq (bentuk aktif “memancar”) yang biasanya digunakan untuk air yang keluar dari sumbernya dalam tanah. Sudah tentu ayat 5—7 ini merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari ayat-ayat sebelumnya. Oleh karena komet (
thaariq) bertindak sebagai benda langit yang melubangi permukaan bumi (
an-najmu ts-tsaaqib), air yang dibawanya terperangkap dalam lapisan kulit bumi, lalu air itu memancar kembali ke permukaan untuk menjadi sarana reaksi-reaksi kimia pembentuk kehidupan, yang harus melibatkan air baik sebagai bahan baku (reaksi-reaksi hidrolisis) maupun sebagai pelarut.
Kulit bumi tempat air memancar itu tersusun dari bebatuan yang keras (
shulb) dan tanah atau debu yang lembut (
taraa’ib). Kata
shulb berarti “sesuatu yang keras”, berasal dari kata kerja
shaluba (“mengeras”), dan satu akar kata dengan
shaliib (“kayu yang keras”) dan
tashallub (“kekerasan benda” atau
hardness). Kata
taraa’ib berarti “sesuatu yang berdebu”, dari kata kerja
tariba (“menjadi debu”), dan satu akar kata dengan
turab (“debu tanah”) dan
matrabah (“tunawisma yang tidur di tanah”). Dalam masyarakat Arab dahulu, anak-anak sebaya sering bermain debu padang pasir, sehingga “teman sebaya” disebut
tirb (jamak atau pluralnya
atraab).
Tafsir para ulama abad pertengahan bahwa ayat-ayat ini menerangkan “sperma yang keluar dari antara tulang punggung dan tulang dada” sudah saatnya kita tinggalkan, sebab sperma tidak dikeluarkan dari sana! Allah SWT menakdirkan bahwa benih dari laki-laki itu diproduksi pada dua butir testis yang terdapat dalam
skrotum (“kantong” di sela-sela paha). Sel-sel sperma berukuran 5 mikrometer (0,005 milimeter), terdiri dari kepala dan ekor, diproduksi dalam jumlah sekitar 10 juta butir setiap hari setelah seorang laki-laki memasuki masa pubertas. Sel-sel sperma ini dikeluarkan dari
testis melalui
epididimis, masuk ke saluran
vas deferens untuk dibawa menuju kelenjar
prostat. Kelenjar prostat memproduksi cairan kental
semen yang memberi sel-sel sperma energi agar tetap lincah bergerak. Dari kelenjar prostat sel-sel sperma, melalui saluran
uretra pada
penis, dipancarkan keluar tubuh pada saat ejakulasi.
Sejak pembentukannya sampai pengeluarannya, sperma tidak berhubungan dengan tulang punggung dan tulang dada. Jelas sekali bahwa ayat 5—7
Surat at-Thaariq bukanlah bercerita tentang sperma, tulang punggung dan tulang dada seperti penafsiran ulama-ulama zaman pra-modern, melainkan bercerita tentang air yang memancar dari antara bebatuan keras (
shulb) dan tanah lembut (
taraa’ib) pada kulit bumi. Penafsiran ayat-ayat ini tidak boleh kita lepaskan dari konteks ayat-ayat sebelumnya.
Innahuu `alaa raj`ihii la qaadir. Yauma tublaa s-saraa’ir. Fa maa lahuu min quwwatin wa laa naashir (ayat 8–10). Terjemahan harfiahnya: “
Sesungguhnya atas pengembaliannya Dia benar-benar kuasa. Pada Hari diverifikasi segala rahasia. Maka tiada baginya kekuatan dan tiada pembela”. Ketika Rasulullah s.a.w. mendakwahkan bahwa manusia akan dihidupkan kembali pada Hari Akhirat untuk dimintai pertanggungjawaban dan menerima ganjaran, orang-orang musyrik di Makkah menertawakan dan mengejek beliau. Dalam
Surat Qaaf yang diwahyukan sebelum
Surat at-Thaariq, Allah SWT merekam ejekan tersebut:
A idzaa mitnaa wa kunnaa turaaban? Dzaalika raj`un ba`iid (“Apakah ketika kami telah mati dan kami telah jadi debu? Itu adalah pengembalian yang jauh”). Maka Allah menegaskan bahwa Dia benar-benar kuasa untuk mengembalikan manusia hidup di Hari Akhirat nanti, lalu manusia yang tiada kekuatan dan tiada pembela itu akan menghadapi Pengadilan Agung, di mana segala rahasia kejahatan manusia (yang mungkin tidak sempat terbongkar di dunia fana) akan mengalami verifikasi dan balasan yang setimpal.
Jika ayat 8—10 ini kita hubungkan dengan ayat-ayat sebelumnya, maka hanya orang-orang tidak berilmu yang meragukan kekuasaan Allah untuk menghidupkan kembali manusia. Orang-orang berilmu akan menjadi saksi bahwa bumi ini asalnya memang tidak mempunyai kehidupan, lalu Allah mengirimkan air melalui komet-komet ke Bumi untuk memungkinkan terciptanya makhluk-makhluk hidup termasuk manusia. Bagi Allah yang memiliki sifat
yubdi’u wa yu`iid (Maha Memulai dan Maha Mengembalikan) seperti tercantum dalam
Surat al-Buruuj ayat 13, mengembalikan manusia kepada kehidupan di Akhirat nanti sama mudahnya dengan mengembalikan komet-komet mengunjungi Bumi. Maha Benar Allah dalam firman-Nya pada
Surat Aali `Imraan ayat 18:
syahida l-Laahu annahuu laa ilaaha illaa huwa wa l-malaa’ikatu wa ulu l-`ilmi (“Bersaksi Allah bahwa tiada Tuhan melainkan Dia, serta juga bersaksi para malaikat dan orang-orang yang mempunyai ilmu”).
Wa s-samaa’i dzaati r-raj`i (ayat 11). Terjemahan harfiahnya: “
Demi langit yang mempunyai sesuatu yang kembali”. Berdasarkan konteks ayat-ayat awal dari
Surat ath-Thaariq ini, ada dua kemungkinan tafsiran mengenai
ar-raj`i (“sesuatu yang kembali”). Mungkin dia adalah komet (
thaariq), yang memang selalu kembali mengunjungi bumi dalam periode tertentu. Mungkin pula dia adalah air (
maa’), yang selalu “pergi dan kembali” dalam siklus hidrologi.
Air menutupi 70% permukaan bumi, dan 97% dari seluruh air di bumi berada pada samudera. Setiap hari sekitar sepertiga dari jumlah energi sinar matahari yang sampai ke bumi dipergunakan untuk menguapkan kira-kira 1000 km kubik (satu triliun meter kubik) air samudera, sungai, danau dan telaga. Uap air lalu menyebar di lapisan atmosfer untuk mengatur kelembaban dan suhu. Kemudian uap air itu mengalami kondensasi dan turun ke permukaan bumi berupa hujan atau salju. Akhirnya air yang terkumpul di darat mengalir dalam bentuk sungai-sungai untuk kembali menuju samudera.
Wa l-ardhi dzaati sh-shad`i (ayat 12). Terjemahan harfiahnya: “
Demi bumi yang mempunyai belahan”. Di lingkungan tatasurya kita, Bumi merupakan planet bertanah (
terrestrial planet) yang paling besar. Empat planet yang lebih besar dari bumi (Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus), dan juga matahari, tersusun dari gas-gas hidrogen dan helium. Sebagai “dunia non-gas” yang terbesar, Bumi memiliki suhu internal paling tinggi dibandingkan dengan planet-planet lain, sehingga Bumi mempunyai kulit yang paling tipis dengan kedalaman cuma sekitar 50 km. Suhu internal yang tinggi menyebabkan kulit tipis itu terbelah menjadi enam atau tujuh belahan besar (dan beberapa belahan lebih kecil) yang disebut
lempeng (
plate). Lempeng-lempeng ini menyetel secara pas seakan-akan dilekatkan oleh seorang tukang kayu yang piawai. Itulah sebabnya mereka dinamai
lempeng-lempeng tektonik (bahasa Yunani,
tektones, berarti “tukang kayu”).
Lapisan di bawah kulit bumi memiliki suhu cukup panas sehingga mampu bergerak, dan gerakan ini mendorong lempeng-lempeng kesana kemari. Akibatnya terjadilah pembentukan benua dan pulau-pulau serta pembentukan palung (
basin) yang merupakan wadah bagi samudera. Meskipun pergeseran lempeng-lempeng tektonik yang dinamis ini sering menimbulkan gempa bumi, bahkan mungkin gelombang tsunami, janganlah kita melupakan kenyataan bahwa lempeng-lempeng itu merupakan kurnia Allah yang patut kita syukuri! Seandainya bumi tidak mempunyai belahan berupa lempeng-lempeng tektonik, tentu
ocean basin tidak terbentuk sehingga air akan menutupi seluruh permukaan bumi, dan makhluk yang hidup di darat termasuk manusia tidaklah terbayangkan adanya. Sungguh Maha Pengasih Allah yang telah menyediakan segala fasilitas untuk manusia, meskipun manusia terlalu sering tidak tahu diri (
kanuud) kepada Khaliqnya.
Innahuu la qaulun fashl, wa maa huwa bi l-hazl (ayat 13–14). Terjemahan harfiahnya: “
Sesungguhnya dia benar-benar kata keputusan, dan bukanlah dia sesuatu yang main-main”. Segala yang difirmankan oleh Allah, mulai dari komet (
thaariq) yang mengirimkan air (
maa’) sampai kepada belahan (
shada`) yang dimiliki bumi untuk menampung air sebagai sumber kehidupan, serta kehidupan kita di dunia fana ini akan dikembalikan Allah kepada kehidupan akhirat yang abadi, semuanya itu merupakan “kata keputusan” (
qaulun fashl) yang tegas-tandas dan sama sekali bukanlah sesuatu yang
hazl, kalimat senda gurau atau main-main. Ejekan dan rongrongan dari kaum musyrikin kepada kaum Muslimin hanyalah ibarat gonggongan anjing kepada kafilah yang sedang berlalu.
Innahum yakiiduuna kaidaa, wa akiidu kaidaa. Fa mahhili l-kaafiriina amhilhum ruwaidaa (ayat 15–17). Terjemahan harfiahnya: “
Sesungguhnya mereka merencanakan suatu rencana, dan Aku pun merencanakan suatu rencana. Maka beri tangguhlah orang-orang kafir itu, penangguhan mereka sebentar saja”. Inilah ‘gong akhir’ dari seluruh rangkaian firman Allah dalam
Surat ath-Thaariq. Seperti telah kita bahas pada bagian awal, Surat ini diwahyukan ketika kaum Muslimin sedang mengalami pemboikotan oleh kaum musyrikin Quraisy. Allah menegaskan bahwa rencana jahat mereka akan sia-sia, karena Allah sendiri mempunyai Rencana Agung untuk menyempurnakan cahaya agama ini sampai akhir zaman. Penangguhan kekalahan kaum musyrikin itu ternyata memang cuma sebentar saja.
Empat tahun sesudah
Surat ath-Thaariq turun, Rasulullah s.a.w. beserta para shahabat hijrah ke Madinah (622 M), dan delapan tahun kemudian (630 M) kota Makkah ditaklukkan Rasulullah s.a.w. tanpa pertumpahan darah. Ketika Rasulullah s.a.w. wafat tahun 632, seluruh penduduk Semenanjung Arabia telah memeluk Islam. Hanya satu abad sesudah Rasulullah wafat, kekuasaan Islam membentang dari Spanyol sampai Xinjiang.
Pusat khalifah Islam di Baghdad dihancurkan oleh bangsa Mongol tahun 1258, tetapi siapa menyangka bahwa laskar penakluk itu berduyun-duyun masuk Islam dan menyebarkan agama Allah di kawasan Kaukasus dan Laut Kaspia, lalu anak cucu mereka menegakkan kesultanan Mongol (Moghul) di India dari abad ke-16 sampai abad ke-19. Kekuasaan Islam selama delapan abad di Spanyol (711–1492) memang hilang, tetapi sebagai gantinya muncul kesultanan Turki Usmani yang tahun 1453 menaklukkan Konstantinopel, ibukota kekaisaran Romawi, lalu menguasai seluruh Semenanjung Balkan sampai awal abad ke-20. Bahkan ketika hegemoni politik kaum Muslimin mulai redup pada abad ke-17, Islam melalui jalur perdagangan tersebar luas di Asia Tenggara dan Afrika Timur. Sejarah telah membuktikan kebenaran Rencana Allah!
Dr.Lothrop Stoddard, seorang orientalis terkemuka dari Universitas Harvard, dalam bukunya,
The Rising Tide of Color, London, 1926, hal.65, mengomentari perkembangan Islam sebagai berikut:
The proselyting power of Islam is extraordinary, and its hold upon its votaries is even more remarkable. Throughout history there has been no single instance where a people, once become Muslim, has abandoned the faith. Extirpated they may have been, but extirpation is not apostacy. This extreme tenacity of Islam, this ability to keep its hold once it has got a footing, must be borne in mind when considering the future of regions where Islam is today advancing (“Kekuatan Islam dalam mengubah kepercayaan manusia sungguh luar biasa, dan daya ikatnya di kalangan pemeluk-pemeluknya bahkan lebih hebat lagi. Sepanjang sejarah tidak pernah ada satu contoh pun di mana suatu masyarakat, sekali menjadi Muslim, telah meninggalkan agama ini. Mereka mungkin pernah dimusnahkan, tetapi pemusnahan bukanlah kemurtadan. Keteguhan Islam yang berlebihan ini, kemampuan untuk menjaga daya ikatnya sekali ia memperoleh tempat berpijak, haruslah diperhatikan sungguh-sungguh ketika mewacanakan masa depan kawasan-kawasan di mana Islam sekarang berkembang.”)
Majalah
Islamic Horizons edisi Juli-Agustus 1990, yang diterbitkan oleh
Islamic Society of North America (ISNA) di Amerika Serikat, mengutip hasil penelitian dari
Worldwide Church of God, badan misionari Nasrani yang berpusat di California, terhadap tiga
Abrahamic religions (“agama-agama Ibrahim”) yang dipublikasikan oleh majalah mereka,
The Plain Truth. Menurut hasil penelitian itu, dalam kurun waktu 50 tahun (1934-1984) pemeluk agama Yahudi hanya meningkat 4 persen, sementara pemeluk Nasrani meningkat 47 persen, sedangkan pemeluk Islam meningkat 235 persen!
Meskipun Islam merupakan agama universal yang paling muda usianya, kini Islam menempati peringkat kedua terbanyak jumlah pemeluknya sesudah Nasrani. Dari seluruh penduduk bumi yang pada tahun 2005 mencapai 6,300 miliar, umat Islam berjumlah 1,550 miliar (24 %), di bawah umat Nasrani (Katolik, Protestan, Ortodoks, Anglikan, Kibti, Maroni, Advent, Mormon, dll.) yang berjumlah 2,220 miliar (35 %). Di benua Asia dan benua Afrika, Islam menempati peringkat pertama, masing-masing 1,058 miliar (27 %) dan 422 juta (52 %). Angka-angka ini tercantum dalam buku
TIME Almanac 2005 with Information Please (Houghton Mifflin, Massachusetts).
Di benua Eropa, Islam merupakan agama kedua terbesar meskipun pemeluknya hanya 50 juta. Sekitar 16 juta umat Islam berdiam di Rusia, 21 juta di Eropa Timur, sedangkan 13 juta lagi berdiam di Eropa Barat, terutama di Perancis, Jerman, dan Inggris. Majalah
Newsweek, 29 Mei 1995, dengan artikel berjudul "Muslim Europe”, melaporkan bahwa
Muslims outnumbered both Protestants and Jews in the predominantly Roman Catholic countries of Belgium, France, Italy and Spain. (“Jumlah umat Islam melampaui umat Protestan dan Yahudi pada negara-negara yang umat Katoliknya sangat dominan, yaitu Belgia, Perancis, Italia dan Spanyol”).
Di benua Amerika, umat Islam masih sedikit, sekitar delapan juta jiwa, sebab Islam di kawasan ini merupakan agama yang relatif baru. Menurut buku
The World Almanac 2005, terdapat enam juta umat Islam di Amerika Serikat, 600 ribu di Kanada, 200 ribu di Meksiko, dan satu juta di kawasan Amerika Selatan: Brazil, Suriname, Trinidad-Tobago dan Guyana. Demikian pula di Australia dan kawasan Pasifik, jumlah umat Islam baru berkisar antara 500 ribu sampai satu juta.
Dr.John L.Esposito, editor buku
The Oxford History of Islam (Oxford University Press, London, 1999), dalam Bab “Introduction”, mengatakan:
Although Islam is the youngest of the major world religion, Islam is the second largest and fastest-growing religion in the world. To speak of the world of Islam today is to refer not only to countries that stretch from North Africa to Southeast Asia but also to Muslim communities that exist across the globe (“Meskipun Islam termuda di antara agama besar dunia, Islam merupakan agama terbesar kedua dan paling cepat pertumbuhannya di dunia. Pembicaraan tentang Dunia Islam hari ini merujuk bukan hanya kepada negeri-negeri yang membentang dari Afrika Utara ke Asia Tenggara tetapi juga kepada komunitas-komunitas Muslim yang ada di seluruh penjuru bumi”).
Majalah
National Geographic bulan Januari 2002, dalam artikel “The World of Islam”, mengemukakan:
Some 1.3 billion human beings, a fifth of mankind, embracing Islam that make it the fastest growing on Earth, with 80 percent of believers now outside the Arab world (“Sekitar 1,3 miliar jiwa, seperlima umat manusia, memeluk Islam yang menjadikannya agama yang paling cepat pertumbuhannya di Bumi, dengan 80 persen orang-orang beriman sekarang berada di luar dunia Arab”). Majalah termasyhur itu juga melaporkan bahwa umat Islam di Amerika Serikat pada tahun 2001 mencapai enam juta jiwa.
Dalam majalah
The Economist, edisi 13 September 2003, terdapat hasil survei “Islam and the West” yang menyatakan bahwa umat Islam di muka bumi berjumlah 1,5 miliar jiwa (“
Around one in four of the people in the world are Muslims”), antara lain 196,3 juta di Indonesia (“
the world’s most populous Muslim country”), 133,1 juta di Cina, 26,7 juta di Rusia, dan 10,4 juta di belahan benua Amerika. “
It is indeed the world’s fastest-growing religion,” demikian komentar
The Economist.
Majalah
Time, edisi 23 Mei 1988, dengan artikel berjudul “American Facing Toward Mecca”, mencatat jumlah 4.644.000 umat Islam pada saat itu serta lebih dari 600 buah
Islamic Center di seluruh Amerika Serikat. Lalu majalah terkemuka itu memperkirakan:
US Muslim are expected to surpass Jews in number and, in less than 30 years, become the country’s second largest religious community after Christians (“Muslim Amerika Serikat diperkirakan akan melampaui umat Yahudi dalam jumlah penganut dan, dalam waktu kurang dari 30 tahun, menjadi komunitas agama terbesar kedua di negeri ini sesudah umat Nasrani”).
Perkiraan majalah
Time di atas kini makin mendekati kenyataan. Hal ini diakui oleh majalah Nasrani terbesar di Amerika Serikat,
Christianity Today, edisi bulan Maret 2005:
Words unfamiliar to most Americans are now heard daily on the evening news: jihad, Islam, Allah, Quran, fatwa, imam, ummah, Ramadan. Today, there are approximately seven million Muslims and more than 13000 mosques in North America. Now the Muslims are our neighbors (“Kata-kata yang asing bagi kebanyakan orang Amerika kini terdengar setiap hari pada berita petang: jihad, Islam, Allah, Qur’an, fatwa, imam, ummah, Ramadhan. Hari ini, terdapat sekitar tujuh juta Muslim dan lebih dari 13000 masjid di Amerika Utara. Sekarang orang-orang Muslim merupakan para tetangga kita”).
Shadaqa l-Laahu l-`azhiim.
Maha Benar Allah Yang Maha Agung dengan segala firman-Nya.***