Friday, January 1, 2010

Mengenal Berbagai Jenis Kalender

TAHUN BERAPAKAH SEKARANG ?
(Bagian Pertama: Kalender Masehi)

o l e h
IRFAN ANSHORY



DENGAN TIDAK TERASA kita memasuki tahun 2010. Tetapi tidaklah salah jika ada yang mengatakan sekarang tahun 1388, 1431, 1931, 1943, 1946, 2553, 2560, 2670, atau 5769. Dalam tulisan yang terdiri atas tiga bagian, kita akan membahas berbagai jenis kalender yang dipakai oleh para penghuni planet bumi ini.


Jenis-jenis kalender

Bulan mengelilingi bumi dalam 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik atau 29,5306 hari (satu bulan). Jika dikalikan dua belas, hasilnya adalah 354 hari 8 jam 48 menit 34 detik atau 354,3672 hari. Inilah waktu satu tahun bagi kalender berdasarkan bulan (lunar atau qamariyah). Ada pula kalender berdasarkan matahari (solar atau syamsiyah), yang waktu satu tahunnya adalah lamanya bumi mengelilingi matahari, yaitu 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik atau 365,2422 hari.

Oleh karena jumlah hari dalam setahun tidak bulat, maka tidak ada kalender yang sempurna. Untuk memperkecil kesalahan, harus ada tahun-tahun tertentu menurut perjanjian yang dibuat sehari lebih panjang (tahun kabisat atau leap year). Kalender lunar memiliki tahun normal 354 hari dan tahun kabisat 355 hari, sedangkan bagi kalender solar masing-masing 365 dan 366 hari.

Di samping kalender lunar dan kalender solar, ada juga kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Oleh karena kalender lunar dalam setahun 11 hari lebih cepat, maka kalender lunisolar dalam setiap tiga tahun memiliki bulan interkalasi (bulan tambahan; bulan ke-13), sehingga setahunnya 384 hari, agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari.

Pada kalender lunar dan lunisolar pergantian hari terjadi ketika matahari terbenam (sunset), dan awal setiap bulan (tanggal satu) adalah saat konjungsi (ijtima`) atau saat munculnya hilal. Pada kalender solar pergantian hari berlangsung tengah malam (midnight), sedangkan awal setiap bulan tidak tergantung pada posisi bulan.

Kalender Masehi, Iran dan Jepang merupakan kalender solar, sedangkan kalender Hijriyah, Jawa dan Sunda tergolong kalender lunar. Adapun contoh kalender lunisolar adalah kalender Saka, Buddha, Tionghoa, dan Yahudi. Silakan terka pemilik masing-masing angka tahun yang tercantum pada awal tulisan ini. Pada bagian pertama ini kita akan membahas kalender Masehi yang dipakai secara internasional. Kalender Hijriyah dan kalender-kalender lain akan dibahas pada bagian kedua dan ketiga.


Kalender Romawi

Kalender Masehi pada hakikatnya adalah kalender Romawi yang bermula sejak pendirian kota Roma, tujuh setengah abad sebelum Nabi Isa al-Masih a.s. dilahirkan. Ketika Romulus dan Remus mendirikan kota Roma tahun 753 SM menurut hitungan kita sekarang, mereka membuat kalender lunisolar. Awal tahun adalah awal musim semi, dan tahun pembangunan Roma ditetapkan sebagai tahun 1 AUC (ab urbi condita = “sejak kota dibangun”).

Nama-nama bulan adalah Martius (Mars, dewa perang), Aprilus (Aprilia, dewi cinta), Maius (Maya, dewi kesuburan), Junis (Juno, istri dewa Jupiter), Quintilis (bulan ke-5), Sextilis (bulan ke-6), September (bulan ke-7), October (bulan ke-8), November (bulan ke-9), December (bulan ke-10), Januari (Janus, dewa penjaga gerbang langit), dan Februari (Februalia, dewi kesucian). Masing-masing bulan 30 hari, kecuali Februari sebagai bulan terakhir hanya 24 atau 25 hari, sehingga jumlah setahun 354 atau 355 hari. Agar tahun baru tanggal 1 Martius tetap jatuh pada awal musim semi, setiap tiga tahun disisipkan bulan interkalasi, Mercedonius, setelah Februari.

Pada tahun 708 AUC (tahun 46 SM, kata kita sekarang), kalender lunisolar Romawi berubah menjadi kalender solar yang ditiru dari bangsa Mesir. Masyarakat Mesir purba menyembah dewa matahari dan kehidupan mereka sangat tergantung pada pasang dan surut Sungai Nil, sehingga mereka sejak tahun 4236 SM membuat kalender solar untuk menandai musim banjir, musim tanam dan musim panen. Penguasa Romawi saat itu, Julius Caesar, berpacaran dengan Cleopatra ratu Mesir. Untuk mengambil hati kekasihnya, Julius Caesar mengubah kalendernya menjadi kalender solar. Aneh tapi nyata: kalender berubah gara-gara cinta!

Dengan bantuan Sosigenes, seorang ahli astronomi Yunani di Iskandariah, awal tahun Romawi serta jumlah hari dalam setiap bulan disesuaikan dengan kalender Mesir. Tahun baru digeser dari Martius (Maret) menjadi Januari. Akibatnya, September yang artinya “bulan ke-7” (septem = tujuh) menjadi bulan ke-9. Nama bulan Quintilis diganti bulan Julius, diambil dari namanya sendiri. Banyaknya hari dalam sebulan: Januari 31, Februari 28 atau 29, Martius 31, Aprilus 30, Maius 31, Junis 30, Julius 31, Sextilis 31, September 30, October 31, November 30, dan December 31.

Tahun 708 AUC itu ditetapkan oleh Julius Caesar menjadi tahun 1 Julian. Oleh karena merupakan tahun transisi dari sistem lunar ke sistem solar, tahun itu ditambah 90 hari: 67 hari diletakkan antara November dan December, dan 23 hari sesudah Februari. Jadi tahun 1 Julian berjumlah 445 hari, dan sering dijuluki annus confusionis (“tahun campur-aduk”).

Kaisar Romawi berikutnya, Octavianus Augustus, ingin juga mengabadikan namanya dalam kalender. Namanya, Augustus, dipakai mengganti nama bulan Sextilis. Untunglah kaisar-kaisar selanjutnya tidak memiliki keinginan serupa, sehingga nama-nama bulan tidak lagi mengalami perubahan.


Tahun Masehi (Anno Domini)

Setelah orang-orang Romawi memeluk agama Nasrani, kalender Julian tetap digunakan, bahkan makin meluas pemakaiannya di kalangan bangsa-bangsa Eropa. Pada tahun 572 Julian, seorang pejabat tinggi kepausan di Roma, Dionisius Exiguus, menetapkan perhitungan tahun Anno Domini (“Tahun Tuhan”). Berdasarkan perkiraan Dionisius bahwa Nabi Isa al-Masih a.s. lahir pada tahun 47 Julian, maka tahun 47 Julian ditetapkan sebagai tahun 1 Anno Domini (AD), dan angka tahun 572 Julian diganti dengan memundurkannya menjadi 526 AD. Jadi sejak tahun 526 berlakulah hitungan tahun Anno Domini (AD) yang berlangsung sampai sekarang. Kita di Indonesia menyebutnya tahun Masehi (M).

Kalender Masehi atau kalender Julian memakai patokan 365,25 hari (365 hari 6 jam) setahun dengan kabisat empat tahun sekali, yaitu yang angka tahunnya habis dibagi empat. Patokan ini berlebih 11 menit 14 detik (0,0078 hari) dari yang seharusnya. Akibatnya terjadi kesalahan satu hari dalam setiap 128 tahun, atau tiga hari dalam 400 tahun. Ilmuwan Roger Bacon dari Inggris tahun 1270 menghimbau Paus Clementius IV agar merevisi kalender Julian, tetapi himbauan itu tidak digubris. Lalu pada tahun 1475 Paus Sixtus IV mengundang ahli astronomi Jerman, Regiomontanus, untuk mengoreksi kalender. Sayangnya ketika tiba di Roma ilmuwan itu meninggal kena wabah, sehingga perbaikan itu urung.


Kalender Gregorian

Pada tahun 1582 kesalahan kalender mencapai sepuluh hari. Saat matahari melintasi khatulistiwa atau awal musim semi (vernal equinox) jatuh pada 11 Maret, padahal seharusnya 21 Maret. Maka Paus Gregorius XIII membentuk komisi yang dipimpin Christophorus Clavius dan bertugas mengoreksi kalender berdasarkan naskah Novae Restituendi Calendarium dari Luigi Giglio (dilatinkan: Aloysius Lilius), ahli astronomi dari Universitas Perugia. Hasil revisi komisi itu disahkan Paus Gregorius XIII melalui keputusan yang berjudul Calendarium Gregorianum. Angka tanggal dilompatkan sepuluh: Kamis 4 Oktober 1582 diikuti oleh Jum’at 15 Oktober 1582. Untuk memperkecil kesalahan pada masa mendatang, tiga dari empat sentesimal (tahun peralihan abad) yang selalu kabisat dibuat sebagai tahun biasa. Jadi 1600 kabisat; 1700, 1800 dan 1900 tahun biasa; 2000 kabisat lagi, dan seterusnya. Sistem Gregorian ini ternyata cukup akurat, hanya berlebih 0,0003 hari per tahun. Untuk mencapai kesalahan satu hari diperlukan waktu 3333 tahun. Jadi, kalender Gregorian baru perlu dikoreksi pada awal abad ke-50!

Pada mulanya yang mengikuti keputusan Paus untuk mengubah kalender hanyalah negara-negara Eropa yang mayoritas Katolik. Hal ini pun menimbulkan kegemparan di kalangan masyarakat awam. Banyak orang yang ketakutan kalau-kalau usianya berkurang sepuluh hari, dan para pekerja menuntut upah bagi sepuluh hari yang dianggap hilang. Adapun negara-negara Protestan, Anglikan dan Ortodoks tetap memakai kalender Julian. Mereka mencurigai jangan-jangan keputusan Paus itu hanya taktik untuk mengembalikan otoritas Katolik Roma di bidang agama. Apalagi Paus Gregorius XIII sangat dibenci kaum Protestan, gara-gara merestui pembantaian ribuan umat Protestan di Paris pada Hari Santo Bartholomeus tahun 1572.

Hal yang menarik adalah bahwa kalender Gregorian justru disambut baik oleh Sultan Muhammad IV dari kerajaan Turki Usmani, yang mulai tahun 1677 (1088 Hijriyah) memakai kalender itu di seluruh daerah kekuasaannya di Semenanjung Balkan. Akan tetapi almanak resmi kerajaan tetap kalender Hijriyah.

Menjelang akhir abad ke-17, tahun 1698, seorang ilmuwan Jerman yang sangat berwibawa saat itu, Prof. Erhard Weigel, berkirim surat kepada raja-raja Eropa yang beragama Protestan agar menerima kalender Gregorian. Kata Weigel, pemakaian kalender itu tidaklah berarti tunduk kepada Paus, sebab hal itu masalah ketepatan peredaran benda langit, bukan masalah agama. Weigel juga mengingatkan kacaunya kalender di Jerman sepanjang abad ke-17: seseorang dari Regensburg yang Katolik tanggal 1 Januari pergi cuma sejauh 50 mil dan tiba di Nuremberg yang Protestan pada 21 Desember tahun sebelumnya!

Maka pada awal abad ke-18 negara-negara Protestan menerima kalender Gregorian. Inggris negara Anglikan mengikuti pada tahun 1752, dengan menyatakan tanggal 2 September 1752 langsung disusul oleh 14 September 1752. Hal ini juga berlaku untuk seluruh jajahan Inggris, termasuk Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada sekarang) yang saat itu belum merdeka. Akibatnya, George Washington, yang nantinya menjadi presiden pertama Amerika Serikat, terpaksa mengubah tanggal lahirnya dari 11 Februari 1732 menjadi 22 Februari 1732.

Negara-negara Eropa Timur yang menganut Kristen Ortodoks baru menerima kalender Gregorian sesudah Perang Dunia I berakhir. Rusia memberlakukannya tahun 1918 dengan menyatakan bahwa 31 Januari langsung disusul 13 Februari. Hari penghapusan kekaisaran Rusia yang berlangsung tanggal 7 November 1917 sampai sekarang disebut “Revolusi Oktober”, sebab hari itu di Rusia masih berlaku kalender Julian tanggal 25 Oktober. Negara Eropa terakhir yang menerima kalender Gregorian adalah Yunani tahun 1923. Akan tetapi kalender Julian tetap digunakan oleh Gereja Ortodoks khusus untuk menentukan Hari Natal. Sampai sekarang mereka merayakan Natal pada tanggal 7 Januari (25 Desember menurut kalender Julian), dua minggu lebih lambat daripada umat Kristen lainnya.

Di negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin, penyebaran kalender Gregorian dilakukan oleh negara-negara Eropa yang menjajahnya. Di Indonesia sampai awal abad ke-20 kalender Hijriyah masih dipakai oleh raja-raja Nusantara. Bahkan raja Karangasem yang beragama Hindu, Ratu Agung Ngurah, dalam surat-suratnya kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang beragama Nasrani, Otto van Rees, pada tahun 1895 masih menggunakan tarikh 1313 Hijriyah. Kalender Gregorian secara resmi dipakai di seluruh Indonesia mulai tahun 1910 (tepat 100 tahun yang lalu) dengan berlakunya Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap, hukum yang menyeragamkan seluruh rakyat Hindia Belanda. Maka tercapailah niat Octavianus Augustus yang ingin namanya abadi. Nama Kaisar Romawi ini senantiasa diucapkan ratusan juta orang Indonesia dengan khusyu` setiap tahun, tatkala mereka merayakan hari proklamasi kemerdekaan.


Tahun 2010?

Tahun berapakah sekarang? Tahun 2010, jika kita mengikuti perkiraan Dionisius Exiguus bahwa Nabi Isa al-Masih a.s. lahir tahun 47 Julian. Kalkulasi ini berdasarkan data Injil Lukas bahwa utusan Allah bagi Bani Israil itu memulai tugas kerasulan pada tahun ke-15 pemerintahan Kaisar Tiberius, yang bertahta dari tahun 60 Julian sampai 83 Julian (14-37 Masehi), sehingga kejadian yang diceritakan Lukas itu berlangsung tahun 75 Julian (29 Masehi). Oleh karena Lukas mengatakan usia Isa al-Masih saat itu “kira-kira 30 tahun” (quasi annorum triginta), maka Dionisius memperkirakan putra suci Siti Maryam itu lahir tahun 47 Julian, yang ditetapkannya sebagai Tahun 1 Anno Domini.

Ternyata perkiraan Dionisius itu tidak tepat! Kenyataannya, baik Injil Lukas maupun Injil Matius mencatat kelahiran Isa al-Masih pada masa Raja Herodes di Palestina, yang berarti antara tahun 37 SM dan 4 SM (10 sampai 43 Julian). Lukas juga mengatakan bahwa Isa al-Masih lahir ketika gubernur Suriah Quirinius, atas perintah Kaisar Augustus (bertahta 27 SM sampai 14 Masehi), mengadakan sensus penduduk di Palestina. Sensus ini tentu berlangsung sesudah pengangkatan Quirinius tahun 6 SM (41 Julian). Dengan demikian utusan Allah yang mulia itu sangat mungkin lahir tahun 5 SM (42 Julian). Jadi, kalau kita ingin konsekuen menghitung tahun sejak lahirnya Nabi Isa al-Masih a.s., seharusnya sekarang adalah tahun 2015.***













TAHUN BERAPAKAH SEKARANG ?
(Bagian Kedua: Kalender Hijriyah)

o l e h
IRFAN ANSHORY



DALAM TULISAN terdahulu kita telah membicarakan kalender Masehi yang berdasarkan matahari (solar). Kini kita membahas kalender Hijriyah yang berdasarkan bulan (lunar). Meskipun negara kita memakai kalender Masehi sebagai almanak resmi, kalender Hijriyah tidaklah mungkin kita abaikan, sebab mayoritas bangsa kita memeluk agama Islam yang menggunakan kalender Hijriyah untuk menentukan saat berlangsungnya puasa Ramadhan dan Idul Fitri, ibadah haji dan Idul Adha, masa iddah istri yang ditinggal suami, perhitungan zakat tahunan, dan sebagainya.


Kalender Arab Pra-Islam

Sebelum kedatangan agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad s.a.w., masyarakat Arab memakai kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Awal tahun (Ra’s as-Sanah = Kepala Tahun) selalu berlangsung setelah berakhirnya musim panas sekitar September. Bulan pertama dinamai Muharram, sebab pada bulan itu semua suku atau kabilah di Semenanjung Arabia sepakat untuk mengharamkan peperangan. Pada bulan Oktober daun-daun menguning sehingga bulan itu dinamai Shafar (“kuning”). Bulan November dan Desember pada musim gugur (rabi`) berturut-turut dinamai Rabi`ul-Awwal dan Rabi`ul-Akhir. Januari dan Februari adalah musim dingin (jumad atau “beku”) sehingga dinamai Jumadil-Awwal dan Jumadil-Akhir. Kemudian salju mencair (Rajab) pada bulan Maret.

Bulan April di musim semi merupakan bulan Sya`ban (syi`b = lembah), saat turun ke lembah-lembah untuk mengolah tanah pertanian atau menggembala ternak. Pada bulan Mei suhu mulai membakar kulit, lalu suhu meningkat pada bulan Juni. Inilah bulan-bulan Ramadhan (“pembakaran”) dan Syawwal (“peningkatan”). Bulan Juli merupakan puncak musim panas yang membuat orang lebih senang duduk di rumah daripada bepergian, sehingga bulan ini dinamai Dzulqa`dah (qa`id = duduk). Akhirnya, Agustus dinamai Dzulhijjah, sebab pada bulan itu masyarakat Arab menunaikan ibadah haji ajaran nenek moyang mereka, Nabi Ibrahim a.s.

Setiap bulan diawali saat munculnya hilal, berselang-seling 30 atau 29 hari, sehingga 354 hari setahun, 11 hari lebih cepat dari kalender solar yang setahunnya 365 hari. Agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari dan agar tahun baru selalu jatuh pada awal musim gugur, maka dalam setiap periode 19 tahun ada tujuh buah tahun yang jumlah bulannya 13 (satu tahunnya 384 hari). Bulan interkalasi atau bulan ekstra ini disebut nasi’ yang ditambahkan pada akhir tahun sesudah Dzul-Hijjah.

Ternyata tidak semua kabilah di Semenanjung Arabia sepakat mengenai tahun-tahun mana saja yang mempunyai bulan nasi’. Masing-masing kabilah seenaknya menentukan bahwa tahun yang satu 13 bulan dan tahun yang lain cuma 12 bulan. Lebih celaka lagi jika suatu kaum memerangi kaum lainnya pada bulan Muharram (bulan terlarang untuk berperang) dengan alasan perang itu masih dalam bulan nasi’, belum masuk Muharram, menurut kalender mereka. Akibatnya, masalah bulan interkalasi ini banyak menimbulkan permusuhan di kalangan masyarakat Arab yang saat itu masih dalam suasana jahiliyah.


Pemurnian Kalender Lunar

Setelah masyarakat Arab memeluk agama Islam dan bersatu di bawah pimpinan Nabi Muhammad s.a.w., maka turunlah perintah Allah SWT agar umat Islam memakai kalender lunar yang murni dengan menghilangkan bulan nasi’. Hal ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an Surat at-Taubah ayat 36 dan 37:

Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketentuan Allah ketika Dia menciptakan langit dan bumi, empat daripadanya bulan-bulan haram (Dzul-Qa`dah, Dzul-Hijjah, Muharram, Rajab). Itulah keputusan yang lurus (sesuai peredaran benda langit). Maka janganlah kamu menganiaya dirimu (dengan berperang) pada bulan-bulan haram itu. Dan (jika bulan-bulan haram telah lewat) perangilah kaum musyrikin seutuhnya sebagaimana mereka memerangimu secara utuh pula. Ketahuilah bahwa Allah menyertai orang-orang yang bertaqwa.

Sesungguhnya bulan nasi’ (interkalasi) hanyalah tambahan bagi kekafiran. Orang-orang kafir tersesat oleh bulan nasi’ itu. Mereka menghalalkan tahun yang satu dan mengharamkan tahun yang lain untuk memanipulasi bilangan bulan yang diharamkan Allah, sehingga mereka menghalalkan (perang) yang diharamkan Allah. Dihiaskan kepada mereka keburukan perbuatan mereka. Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang kafir.


Dengan turunnya wahyu Allah di atas, maka Nabi Muhammad s.a.w. mengeluarkan dekrit bahwa kalender Islam tidak lagi tergantung kepada perjalanan matahari. Hal ini lebih dipertegas dalam khutbah Nabi di Arafah tatkala beliau menunaikan haji. Meskipun nama-nama bulan dari Muharram sampai Dzul-Hijjah tetap digunakan karena sudah populer pemakaiannya, bulan-bulan tersebut bergeser setiap tahun dari musim ke musim, sehingga Ramadhan (“pembakaran”) tidak selalu di musim panas dan Jumadil-Awwal (“beku pertama”) tidak selalu di musim dingin.

Mengapa harus kalender lunar murni? Hal ini disebabkan agama Islam bukanlah hanya untuk masyarakat Arab di Timur Tengah saja, melainkan untuk seluruh umat manusia di berbagai penjuru bumi yang letak geografis dan musimnya berbeda-beda. Sangatlah tidak adil jika misalnya Ramadhan (bulan menunaikan ibadah puasa) ditetapkan menurut sistem kalender solar atau lunisolar, sebab hal ini mengakibatkan masyarakat Islam di suatu kawasan berpuasa selalu di musim panas atau selalu di musim dingin. Sebaliknya, dengan memakai kalender lunar yang murni, masyarakat Kazakhstan atau umat Islam di London berpuasa 16 jam di musim panas, tetapi berbuka puasa pukul empat sore di musim dingin. Umat Islam yang menunaikan ibadah haji pada suatu saat merasakan teriknya matahari Arafah di musim panas, dan pada saat yang lain merasakan sejuknya udara Makkah di musim dingin.


Perhitungan Tahun Hijriyah

Pada masa Nabi Muhammad s.a.w. penyebutan tahun tidaklah memakai angka melainkan berdasarkan suatu peristiwa yang dianggap penting pada tahun tersebut. Misalnya, Nabi Muhammad s.a.w. lahir tanggal 12 Rabi`ul-Awwal Tahun Gajah (`Am al-Fil), sebab pada tahun tersebut pasukan bergajah raja Abrahah dari Yaman berniat menyerang Ka`bah. Nabi Muhammad s.a.w. mengalami Isra’-Mi`raj tanggal 27 Rajab Tahun Dukacita (`Am al-Huzn), sebab pada tahun itu Khadijah (istri Nabi) dan Abu Talib (paman Nabi) wafat. Kelahiran Nabi dan peristiwa Isra’-Mi`raj masing-masing bertepatan dengan tanggal 23 April 571 dan 27 Februari 621 Masehi.

Ketika Nabi Muhammad s.a.w. wafat tahun 632, kekuasaan Islam baru meliputi Semenanjung Arabia. Tetapi pada masa Khalifah Umar ibn Khattab (634-644) kekuasaan Islam meluas dari Mesir sampai Persia. Pada tahun 638, gubernur Iraq Abu Musa al-Asy`ari berkirim surat kepada Khalifah Umar di Madinah, yang isinya antara lain: “Surat-surat kita memiliki tanggal dan bulan, tetapi tidak berangka tahun. Sudah saatnya umat Islam membuat tarikh sendiri dalam perhitungan tahun.”

Khalifah Umar ibn Khattab menyetujui usul gubernurnya ini. Terbentuklah panitia yang diketuai Khalifah Umar sendiri dengan anggota enam Sahabat Nabi terkemuka, yaitu Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Talib, Abdurrahman ibn Auf, Sa`ad ibn Abi Waqqas, Talhah ibn Ubaidillah, dan Zubair ibn Awwam. Mereka bermusyawarah untuk menentukan Tahun Satu dari kalender yang selama ini digunakan tanpa angka tahun. Ada yang mengusulkan perhitungan dari tahun kelahiran Nabi (`Am al-Fil, 571 M), dan ada pula yang mengusulkan tahun turunnya wahyu Allah yang pertama (`Am al-Bi’tsah, 610 M). Tetapi akhirnya yang disepakati panitia adalah usul dari Ali ibn Abi Talib, yaitu tahun berhijrahnya kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah (`Am al-Hijrah, 622 M).

Ali ibn Abi Talib mengemukakan tiga argumentasi. Pertama, dalam Al-Qur’an sangat banyak penghargaan Allah bagi orang-orang yang berhijrah (al-ladziina haajaruu). Kedua, masyarakat Islam yang berdaulat dan mandiri baru terwujud setelah hijrah ke Madinah. Ketiga, umat Islam sepanjang zaman diharapkan selalu memiliki semangat hijrah, yaitu jiwa dinamis yang tidak terpaku pada suatu keadaan dan ingin berhijrah kepada kondisi yang lebih baik.

Maka Khalifah Umar ibn Khattab mengeluarkan keputusan bahwa tahun hijrah Nabi adalah Tahun Satu, dan sejak saat itu kalender umat Islam disebut Tarikh Hijriyah. Tanggal 1 Muharram 1 Hijriyah bertepatan dengan hari Jum’at 16 Tammuz 622 Rumi (16 Juli 622 Masehi). Tahun keluarnya keputusan Khalifah itu (638 M) langsung ditetapkan sebagai tahun 17 Hijriyah. Dokumen tertulis bertarikh Hijriyah yang paling awal (mencantumkan Sanah 17 = Tahun 17) adalah Maklumat Keamanan dan Kebebasan Beragama dari Khalifah Umar ibn Khattab kepada seluruh penduduk kota Aelia (Jerusalem) yang baru saja dibebaskan laskar Islam dari penjajahan Romawi.


Sistem Kalender Hijriyah

Dari Muharram sampai Dzulhijjah, setiap bulan 30 atau 29 hari sehingga 354 hari setahun. Dalam setiap siklus 30 tahun, 11 tahun adalah kabisat (Dzul-Hijjah dijadikan 30 hari), yaitu tahun-tahun ke-2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26 dan 29. Awal bulan (tanggal satu) ditandai dengan munculnya hilal (sehari atau dua hari sesudah konjungsi), yang dapat ditentukan dengan metode hisab (perhitungan astronomis) atau metode ru’yah (menyaksikan hilal dengan mata). Pada tanggal 18 Desember 2009, kita memulai tahun baru 1 Muharram 1431 Hijriyah, tahun ke-21 dalam siklus 1411-1440.

Oleh karena peredaran bulan adalah sesuatu yang eksak, maka awal puasa dan Idul-Fitri pada masa mendatang sudah dapat kita hitung secara ilmiah! Kita akan memulai ibadah puasa Ramadhan tanggal 11 Agustus 2010 dan merayakan Idul-Fitri tanggal 10 September 2010. Kemudian kita akan berpuasa Ramadhan lagi mulai 1 Agustus 2011, lalu berlebaran pada 30 Agustus 2011. Mudah-mudahan nanti tidak ada perbedaan antara hisab dan ru’yah!

Setiap 32 atau 33 tahun, dalam satu tahun Masehi terjadi dua kali Idul Fitri (awal Januari dan akhir Desember) seperti pada tahun 2000 yang lalu. Para pegawai memperoleh THR dua kali, serta Idul Fitri berdekatan dengan Tahun Baru Masehi. Fenomena ini pernah terjadi pada tahun 1870, 1903, 1935, 1968, dan akan berlangsung lagi tahun 2033, 2065, 2098, 2130, dan seterusnya.


Konversi Kalender Hijriyah ke Masehi

1 Muharram 100 H = 3 Agustus 718
1 Muharram 200 H = 11 Agustus 815
1 Muharram 300 H = 18 Agustus 912
1 Muharram 400 H = 25 Agustus 1009
1 Muharram 500 H = 2 September 1106
1 Muharram 600 H = 10 September 1203
1 Muharram 700 H = 17 September 1300
1 Muharram 800 H = 24 September 1397
1 Muharram 900 H = 2 Oktober 1494
1 Muharram 1000 H = 18 Oktober 1591
1 Muharram 1100 H = 26 Oktober 1688
1 Muharram 1200 H = 4 November 1785
1 Muharram 1300 H = 12 November 1882
1 Muharram 1400 H = 21 November 1979
1 Muharram 1500 H = 29 November 2076

Oleh karena 32 tahun kalender Masehi = 33 tahun kalender Hijriyah, maka konversi tahun Hijriyah ke tahun Masehi atau sebaliknya dapat dilakukan dengan memakai rumus:

M = 32/33 H + 622

H = 33/32 ( M – 622 )


Kalender Hijriyah setiap tahun 11 hari lebih cepat dari kalender Masehi, sehingga selisih angka tahun dari kedua kalender ini lambat laun makin mengecil. Angka tahun Hijriyah pelan-pelan ‘mengejar’ angka tahun Masehi, dan menurut rumus di atas keduanya akan bertemu pada tahun 20526 Masehi yang bertepatan dengan tahun 20526 Hijriyah. Saat itu kita entah sudah berada di mana. “Perhatikanlah waktu! Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian...” demikian pesan suci Al-Qur’an.***













TAHUN BERAPAKAH SEKARANG ?
(Bagian Ketiga: Kalender-Kalender Lain)

o l e h
IRFAN ANSHORY



SETELAH MEMBAHAS kalender Masehi dan kalender Hijriyah pada dua bagian terdahulu, kini kita akan membicarakan kalender-kalender Saka, Buddha, Jawa, Sunda, Iran, Tionghoa, Yahudi, dan Jepang. Kalender Jawa dan Sunda adalah kalender lunar (bulan), sedangkan kalender Iran dan Jepang kalender solar (matahari). Adapun kalender Saka, Buddha, Tionghoa dan Yahudi merupakan lunisolar (kalender bulan yang disesuaikan dengan matahari).


Kalender Saka dan Buddha

Kalender Saka dimulai tahun 78 Masehi ketika kota Ujjayini (Malwa di India sekarang) direbut oleh kaum Saka (Scythia) di bawah pimpinan Maharaja Kaniska dari tangan kaum Satavahana. Tahun baru terjadi pada saat Minasamkranti (matahari pada rasi Pisces) awal musim semi. Nama-nama bulan adalah Caitra, Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada, Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, Phalguna. Agar sesuai kembali dengan matahari, bulan Asadha dan Srawana diulang secara bergiliran setiap tiga tahun dengan nama Dwitiya Asadha dan Dwitiya Srawana.

Awal setiap bulan adalah saat konjungsi, sehingga tanggal kalender Saka umumnya lebih dahulu sehari dari tanggal kalender Hijriyah yang diawali munculnya hilal. Setiap bulan dibagi menjadi dua bagian yaitu suklapaksa (paro terang, dari bulan mati sampai purnama) dan kresnapaksa (paro gelap, dari selepas purnama sampai menjelang bulan mati). Masing-masing bagian berjumlah 15 atau 14 hari (tithi). Jadi kalender Saka tidak mempunyai tanggal 16. Misalnya, tithi pancami suklapaksa adalah tanggal lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah tanggal dua puluh.

Konsep sunya (kosong) dalam ajaran Hindu mendasari kalender Saka untuk menghitung tahun dari Nol. Tanggal 1 Caitra tahun Nol bertepatan dengan tanggal 14 Maret 78. Tahun baru 1 Caitra 1932 jatuh pada tanggal 16 Maret 2010. Di Indonesia kita mengenal tahun baru Saka sebagai Hari Raya Nyepi.

Di daratan Asia Tenggara, dari Myanmar sampai Vietnam, berlaku kalender Buddha yang menghitung tahun dari 544 SM, tahun Siddharta Gautama dilahirkan. Sistem kalendernya sama dengan kalender Saka. Tahun baru 2554 jatuh pada tanggal 16 Maret 2010. Tetapi tanggal yang dimuliakan umat Buddha bukanlah tahun baru, melainkan malam purnama bulan Waisaka, saat kelahiran dan pencerahan Sang Buddha. Itulah Hari Raya Waisak yang tahun ini jatuh pada tanggal 28 Mei 2010.


Kalender Hijriyah-Jawa

Nenek moyang kita memakai kalender Saka tatkala masih beragama Hindu. Bahkan ketika sudah memeluk Islam, kalender Saka tetap dipakai di Jawa sampai awal abad ke-17. Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriyah secara bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043 Hijriyah), Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami (1613-1645) dari Mataram menghapuskan kalender Saka dari Pulau Jawa, lalu menciptakan Kalender Jawa yang mengikuti kalender Hijriyah. Cuma bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan. Jadi tanggal 1 Muharram 1043 Hijriyah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh pada hari Jum`at Legi (Sweet Friday) tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriyah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abul-Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya di seluruh Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang sangat bercorak Islam dan sama sekali tidak lagi berbau Hindu atau budaya India.

Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa: Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramelan, Sawal, Dulkangidah, Dulkijah. Muharram juga disebut bulan Sura sebab mengandung Hari Asyura 10 Muharram. Rabi`ul-Awwal dijuluki bulan Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. Rabi`ul-Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya “sesudah Mulud”. Sya`ban merupakan bulan Ruwah, saat mendoakan arwah keluarga yang telah wafat, dalam menyambut bulan Puasa (Ramadhan). Dzul-Qa`dah disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya. Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat berlangsungnya ibadah haji dan Idul Adha.

Nama-nama hari kalender Saka dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Sanaiscara) yang dianggap berbau penyembahan benda langit dihapuskan oleh Sultan Agung, diganti dengan nama-nama hari dalam bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa: Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu. Tetapi hari-hari pasaran atau pancawara (Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka atau budaya India.

Dalam siklus satu windu (delapan tahun), tanggal 1 Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1, ke-5, ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya tahun-tahun dalam satu windu dinamai berdasarkan numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Waw (6) dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Dal dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah (354 x 8) + 3 = 2835 hari, angka yang habis dibagi 35 (7 x 5). Itulah sebabnya setiap awal windu (1 Muharam tahun Alip) selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama.

Menarik untuk dicatat bahwa jika umat Islam di luar Jawa hanya mengenal Senin 12 Rabi`ul-Awwal sebagai hari dan tanggal kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. maka umat Islam di Jawa menyebutkan saat lahirnya Junjungan kita yang mulia itu secara lebih komplit: Senin Pon 12 Rabingulawal (Mulud) Tahun Dal.

Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun (3/8 = 45/120), sedangkan kabisat Hijriyah 11 dari 30 tahun (11/30 = 44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun), yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus hilang satu hari, agar kembali sesuai dengan kalender Hijriyah. Sebagai contoh, kurup pertama berlangsung dari Jum`at Legi 1 Muharam tahun Alip 1555 sampai Kamis Kliwon 30 Dulkijah tahun Jimakir 1674. Di sini 30 Dulkijah dihilangkan. Dengan demikian Rabu Wage 29 Dulkijah 1674 akhir kurup pertama diikuti oleh awal kurup kedua Kamis Kliwon 1 Muharam tahun Alip 1675. Jadi, awal windu (1 Muharam tahun Alip) bergeser dari Jum`at Legi menjadi Kamis Kliwon. Setelah 120 tahun berikutnya, awal windu harus bergeser lagi menjadi Rabu Wage, dan seterusnya.

Setiap kurup (periode 120 tahun) dinamai menurut hari pertamanya. Periode 1555-1674 Jawa (1633-1749 Masehi) disebut kurup jamngiah (Awahgi = tahun Alip mulai Jumuwah Legi), kemudian periode 1675-1794 Jawa (1749-1866 Masehi) disebut kurup kamsiah (Amiswon = Alip-Kemis-Kliwon), dan periode 1795-1914 Jawa (1866-1982 Masehi) disebut kurup arbangiah (Aboge = Alip-Rebo-Wage).

Sejak tanggal 1 Muharam tahun Alip 1915 (1 Muharram 1403 Hijriyah) yang bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 1982, kita berada dalam kurup salasiah (Asopon = Alip-Seloso-Pon), yaitu periode 1915-2034 Jawa (1982-2099 Masehi), di mana setiap 1 Muharam tahun Alip pasti jatuh pada hari Selasa Pon.

1 Muharam Alip 1939 (1427 H) = Selasa Pon 31 Januari 2006
1 Muharam Ehe 1940 (1428 H) = Sabtu Pahing 20 Januari 2007
1 Muharam Jimawal 1941 (1429 H=Kamis Pahing 10 Januari 2008
1 Muharam Je 1942 (1430 H) = Senin Legi 29 Desember 2008
1 Muharam Dal 1943 (1431 H) = Jumat Kliwon 18 Desember 2009
1 Muharam Be 1944 (1432 H) = Rabu Kliwon 8 Desember 2010
1 Muharam Wawu 1945 (1433 H) = Ahad Wage 27 November 2011
1 Muharam Jimakir 1946 (1434 H)=Kamis Pon 15 November 2012
1 Muharam Alip 1947 (1435 H) = Selasa Pon 5 November 2013


Kalender Pranata Mangsa

Di samping kalender Jawa yang identik dengan kalender Hijriyah, masyarakat Jawa mengenal juga kalender solar Pranata Mangsa (“Pengaturan Bulan”) yang diciptakan Sunan Paku Buwana VII (1830-1858) dari Surakarta tahun 1855. Kalender Pranata Mangsa berawal tanggal 22 Juni dan disusun berdasarkan musim yang berlaku di Pulau Jawa! Itulah sebabnya jumlah hari dalam setiap bulan sangat bervariasi: Kasa (41 hari, dari 22 Juni), Karo atau Kalih (23 hari, dari 2 Agustus), Katelu atau Katiga (24 hari, dari 25 Agustus), Kapat (25 hari, dari 18 September), Kalima (27 hari, dari 13 Oktober), Kanem (43 hari, dari 9 November), Kapitu (43 hari, dari 22 Desember), Kawalu (26 atau 27 hari, dari 3 Februari), Kasanga (25 hari, dari 1 Maret), Kadasa atau Kasapuluh (24 hari, dari 26 Maret), Desta atau Hapit Lemah (23 hari, dari 19 April), serta Sada atau Hapit Kayu (41 hari, dari 12 Mei).

Tanggal 1 Kasa tahun 156 Pranata Mangsa jatuh pada 22 Juni 2010. Kalender Pranata Mangsa biasanya digunakan para petani hanya untuk menentukan musim tanam dan musim panen, dan jarang digunakan untuk menghitung waktu sehari-hari.


Kalender Sunda

Seorang budayawan Sunda, Ali Sastramidjaja (1935-2009), pada awal tahun 2005 memperkenalkan Kala Sunda, kalender lunar Sunda yang memulai perhitungan sejak tahun 122 Masehi. Belum jelas peristiwa bersejarah apakah yang terjadi saat itu sehingga diambil sebagai awal perhitungan tahun. Sistem perhitungan Kala Sunda sama seperti Hijriyah-Jawa. Dalam sewindu ada tiga tahun kabisat, sehingga jika misalnya awal windu (indung poé) Ahad Manis, maka awal windu selanjutnya Ahad Manis juga. Setiap siklus besar 120 tahun (tunggul taun) satu hari dihilangkan. Jadi setiap 120 tahun, indung poé bergeser dari Ahad Manis menjadi Sabtu Kliwon, kemudian menjadi Jumat Wage, dan seterusnya.

Nama-nama bulan (Kartika, Margasira, Posya, Maga, Palguna, Setra, Wesaka, Yesta, Asada, Srawana, Badra, Asuji), nama-nama hari (Radite, Soma, Anggara, Buda, Respati, Sukra, Tumpek), serta pembagian bulan menjadi suklapaksa dan kresnapaksa sehingga tidak ada tanggal 16, semuanya itu diambil dari kalender Saka, kecuali nama hari Tumpek (Sabtu) yang merupakan istilah asli Sunda.

Tetapi berbeda dengan kalender Saka, Kala Sunda menetapkan tanggal satu saat bulan berwujud setengah lingkaran. Istilah Sansekerta suklapaksa (paroterang), yang pada kalender Saka berarti “separo bulan (half-month) sampai purnama”, pada Kala Sunda mempunyai arti lain yaitu “bulan terlihat separo (half-moon)”. Perbedaan lain: Kartika, bulan ke-8 kalender Saka, menjadi bulan pertama dalam Kala Sunda.

Hari-hari pasaran (pancawara) dalam Kala Sunda berselisih dua hari dengan kalender Jawa, misalnya Manis (Legi) dalam kalender Jawa menjadi Pon dalam Kala Sunda. Jika dalam kalender Jawa tahun dalam sewindu ditandai menurut numerologi huruf Arab (Alif-Ba-Jim-Dal-Ha-Waw-Zai), dalam Kala Sunda ditandai dengan nama hewan: Kebo (1), Keuyeup (2), Hurang (3), Embé (4), Monyét (5), Cacing (6), dan Kalabang (7).

Sekarang merupakan tunggul taun ke-17, periode 1921-2040 Kala Sunda (1985-2102 Masehi), di mana indung poé (1 Suklapaksa bulan Kartika Tahun Kebo) selalu jatuh pada hari Tumpek (Sabtu) Kaliwon.

1945 Kebo Tumpek (Sabtu) Kaliwon 6 Desember 2008
1946 Monyét Buda (Rabu) Wagé 25 November 2009
1947 Hurang Soma (Senin) Wagé 15 November 2010
1948 Kalabang Sukra (Jumat) Pon 4 November 2011
1949 Embé Anggara (Selasa) Pahing 23 Oktober 2012
1950 Keuyeup Radité (Ahad) Pahing 13 Oktober 2013
1951 Cacing Respati (Kamis) Manis 2 Oktober 2014
1952 Hurang Soma (Senin) Kaliwon 21 September 2015



Kalender Persia (Hijriyah Solar)

Ditinjau dari hubungan terhadap kalender Hijriyah, kalender Jawa berkebalikan dengan kalender Iran (Persia). Jika di Jawa kalender mengikuti Hijriyah tetapi angka tahun tidak berubah, maka di Iran kalender tidak berubah tetapi angka tahun dihitung dari hijrah Nabi. Jadi kalender Iran adalah kalender Hijriyah Solar (kalender Hijriyah dengan perhitungan matahari). Selain berlaku di Iran, kalender ini juga dipakai di Afghanistan dan Tajikistan sebagai sesama rumpun bangsa Persia.

Kalender Iran diciptakan Raja Cyrus tahun 530 SM, lalu dibuat lebih akurat pada tahun 1087 M (480 H) oleh ahli matematika dan astronomi yang juga sastrawan, Umar Khayyam (1048-1122), atas inisiatif Sultan Jalal ad-Dawlah Malik Syah dari Bani Saljuq, sehingga kalender itu dikenal sebagai Kalender Jalali.

Tahun baru (Nawruz) selalu jatuh pada awal musim semi. Nama-nama bulan adalah Farwardin, Ordibehest, Khordad, Tir, Mordad, Shahriwar, Mehr, Aban, Azar, Dey, Bahman, Esfand. Enam bulan pertama 31 hari dan lima bulan berikutnya 30 hari. Bulan terakhir, Esfand, 29 hari (tahun biasa) atau 30 hari (tahun kabisat yang empat tahun sekali).

Dibandingkan dengan kalender solar yang lain, kalender Iran paling cocok dengan musim. Tanggal 1 Farwardin selalu 21 Maret (awal musim semi), tanggal 1 Tir selalu 22 Juni (awal musim panas), tanggal 1 Mehr selalu 23 September (awal musim gugur), dan tanggal 1 Dey selalu 22 Desember (awal musim dingin).

Setelah bangsa Iran memeluk agama Islam, tahun hijrah Nabi (622 M) dijadikan Tahun Satu, tetapi kalender tetap berdasarkan matahari. Tahun baru 1 Farwardin 1389 Hijriyah Solar jatuh pada 21 Maret 2010.


Kalender Im-lek

Kalender Im-lek (artinya “tahun bulan” atau tarikh qamariyah) yang dipakai masyarakat Tionghoa diciptakan oleh Kaisar Shih Huang Ti (247-210 SM) dari Dinasti Chin. Kaisar inilah yang mempelopori pembangunan Tembok Besar (Great Wall), dan dari nama dinasti Chin ini muncul istilah “China”.

Perhitungan angka tahun dimulai sejak 551 SM, saat Kung Fu-tzu (Confucius) dilahirkan. Tahun baru (Xin Nian) terjadi pada musim dingin ketika matahari pada Rasi Buaya (identik dengan Capricornus) antara 21 Januari sampai 19 Februari. Awal setiap bulan adalah saat konjungsi, sehingga tanggal kalender Im-lek umumnya lebih dahulu sehari (kadang-kadang dua hari) dari tanggal kalender Hijriyah.

Kalender Im-lek mempunyai siklus 12 tahun yang ditandai dengan nama-nama hewan: tikus (shu), kerbau (niu), harimau (hu), kelinci (tu), naga (liong), ular (she), kuda (ma), kambing (yang), monyet (hou), ayam (chi), anjing (kou), dan babi (chu). Agar sesuai kembali dengan matahari, tahun-tahun kerbau, naga, kambing dan anjing mempunyai 13 bulan. Dua belas hewan ini secara bergiliran dipengaruhi oleh lima “unsur”: tanah, logam, air, kayu, dan api. Masing-masing unsur akan berpengaruh selama dua tahun. Dengan demikian, kombinasi suatu unsur dengan hewan tertentu akan berulang setiap 60 tahun.

Pada perayaan tahun baru Im-lek, orang-orang Tionghoa saling mengucapkan gong xi, fa chai (congratulations, get fortune! Selamat, semoga dapat untung!). Warna merah (ang) mendominasi, mulai dari pakaian merah sampai pemberian hadiah uang kepada anak-anak dalam amplop merah. Warna merah melambangkan api yang konon dapat mengusir nasib yang buruk.

Tahun baru Harimau-Logam (Metal-Tiger) 2561 jatuh pada tanggal 14 Februari 2010. Tahun-tahun berikutnya adalah Kelinci-Logam 2562 (3 Februari 2011), Naga-Air 2563 (23 Januari 2012), Ular-Air 2564 (10 Februari 2013), Kuda-Kayu 2565 (31 Januari 2014), dan seterusnya.


Kalender Yahudi

Umat Yahudi menggunakan kalender Anno Mundi (Tahun Dunia) yang memulai perhitungan tahun sejak 3760 SM, tahun penciptaan langit dan bumi (Genesis) menurut keyakinan umat Yahudi. Tahun baru (rosh ha-shanah = “kepala tahun”) terjadi pada awal musim gugur (September atau Oktober). Sama dengan kalender Hijriyah, awal bulan ditandai oleh munculnya hilal.

Nama-nama bulan adalah Tishri, Heshvan, Kislev, Tebet, Shebat, Adar, Nisan, Iyyar, Sivan, Tammuz, Ab, Elul. Agar sesuai kembali dengan matahari, setiap tiga tahun ditambahkan bulan interkalasi sesudah Adar yang dinamai Adar Sheni (Adar kedua). Tahun baru 1 Tishri 5769 jatuh pada tanggal 20 September 2009, bertepatan dengan 1 Syawwal 1430 Hijriyah.

Hari Raya terpenting bagi umat Yahudi adalah Pesakh atau Paskah (artinya “lewat; bebas”), yaitu tanggal 14 Nisan, hari pembebasan Bani Israil yang dipimpin Nabi Musa a.s. dari perbudakan Fir`aun di Mesir selama ratusan tahun. Pada hari Paskah 14 Nisan, yang jatuh pada tanggal 30 Maret 2010, umat Yahudi dianjurkan menyembelih hewan qurban berupa domba.

Umat Nasrani juga merayakan Paskah, tetapi dengan makna yang berbeda, yaitu pembebasan manusia dari dosa. Mereka tidak menyembelih domba, sebab Nabi Isa al-Masih a.s. mereka anggap sebagai “domba Paskah” yang sudah dikorbankan. Pada mulanya Paskah umat Nasrani sama dengan umat Yahudi, yaitu tanggal 14 Nisan. Sejak tahun 325 Masehi, melalui sidang Konsili di Nikea (Iznik di Turki sekarang), Paskah ditetapkan harus pada hari Minggu sesudah purnama selepas 21 Maret, agar cocok dengan perayaan Easter Sunday warisan kepercayaan kafir Romawi purba. Itulah sebabnya Paskah umat Nasrani tahun ini jatuh pada tanggal 4 April 2010.


Kalender Jepang

Kalender Jepang merupakan kalender solar yang dimulai tahun 660 SM, tatkala kaisar pertama, Jimmu Tenno, naik tahta. Pada mulanya tahun baru (Oshogatsu) jatuh pada awal musim semi. Ketika Jepang memasuki era modernisasi pada masa Kaisar Meiji (Mutsuhito) abad ke-19, mereka meniru segala yang berbau Eropa, termasuk menyesuaikan kalender Jepang dengan kalender Gregorian (Masehi). Kaisar Meiji menetapkan bahwa 1 Januari 1873 Masehi adalah 1 Januari 2533. Sejak itu kalender Jepang identik dengan kalender Masehi, hanya angka tahunnya yang berbeda.

Suatu periode beralih ke periode yang lain pada saat pergantian kaisar. Masa Kaisar Hirohito (1926-1988 Masehi atau 2586-2648 Jepang) adalah periode Showa (“kepeloporan”). Sejak Januari 1989 (2649) ketika Kaisar Akihito naik tahta, bangsa Jepang memasuki periode Heisei (“kesejahteraan”). Kini kita memasuki tahun 2670 atau tahun ke-22 periode Heisei.

Tahun Jepang berlaku di Indonesia pada masa pendudukan Jepang 1942-1945 Masehi (2602-2605). Dalam naskah proklamasi kemerdekaan yang ditandatangani Sukarno dan Hatta tertulis "hari 17 boelan 8 tahoen 05". Angka 05 bukanlah karena Sayuti Melik salah ketik. Hari kemerdekaan bangsa dan negara kita memang jatuh pada tanggal 17 Agustus 2605 (1945 Masehi).



K E S I M P U L A N

Tahun berapakah sekarang? Silakan pilih sendiri jawabannya: 2010 Masehi, 1431 Hijriyah, 1388 Hijriyah Solar, 1943 Jawa, 1946 Sunda, 1931 Saka, 2553 Buddha, 2560 Im-lek, 2670 Jepang, dan 5769 Anno Mundi. Daftar ini boleh diperpanjang, misalnya sekarang tahun 65 Republik, tahun 101 Muhammadiyah, dan sebagainya.

Dia (Allah) yang menjadikan matahari memancarkan sinar dan bulan memantulkan cahaya, dan Dia menentukan tahap-tahap peredarannya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan. Allah tidak menciptakan hal itu melainkan dengan kebenaran. Dia menjelaskan ayat-ayat-Nya bagi orang-orang yang berpengetahuan” (Al-Qur’an, Surat Yunus ayat 5).***


Bandung, 1 Januari 2010.

3 Comments:

Blogger abahtahya said...

Luar biasa..! Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan anda sebagai orang yang cermat dan ulet, sehingga berhasil merangkum dan menyusun tulisan yang sangat bermanfaat ini. Jazakallah khairan katsiran.

July 2, 2010 at 12:37 AM  
Blogger langkasuka said...

This comment has been removed by the author.

January 9, 2011 at 6:11 AM  
Blogger Ahmad Musonnif said...

mantap sekali ulasnnya. mohon izin numpang ilmunya. kalau bisa dilengkapi metode konversi antar kalender.

March 27, 2011 at 11:18 PM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home