KEPUTUSAN HADIAH SASTERA "RANCAGE" 2008Tahun 2008 ini genaplah Hadiah Sastera “Rancagé” 20 tahun diberikan kepada para sasterawan yang menulis dalam bahasa-bahasa ibu. Pertama kali pada tahun 1989, diberikan hanya kepada sasterawan yang menulis dalam bahasa Sunda. Tetapi sejak 1994 para sasterawan yang menulis dalam bahasa Jawa juga mendapat hadiah sastera “Rancagé”. Dan sejak 1997, para sasterawan yang menulis dalam bahasa Bali juga mendapat hadiah “Rancagé”. Insya Allah mulai tahun 2008, para sasterawan yang menulis dalam bahasa Lampung juga akan mendapat hadiah “Rancagé”.
Pada tahun pertama, hadiah “Rancagé” hanya diberikan kepada sasterawan yang menerbitkan buku unggulan. Tetapi sejak tahun kedua, hadiah untuk
karya itu didampingi oléh hadiah untuk
jasa, yang diberikan kepada orang atau lembaga yang dianggap besar jasanya dalam memelihara serta mengembangkan bahasa ibunya. Dengan demikian setiap tahun Yayasan Kebudayaan “Rancagé” mengeluarkan 6 hadiah untuk tiga bahasa ibu, yaitu Bali, Jawa dan Sunda. Di samping itu kadang-kadang memberikan Hadiah “Samsudi” buat pengarang yang menerbitkan buku bacaan anak-anak unggulan dalam bahasa Sunda.
Alhamdulillah dengan ridho Allah dan uluran tangan para dermawan yang menyadari pentingnya bahasa ibu dan sasteranya dalam kehidupan bangsa, tahun ini juga, Hadiah Sastera “Rancagé” akan disampaikan kepada para sasterawan yang menulis dalam bahasa ibu.
Dua tahun yang lalu kami mendapat kiriman buku karya sastera dalam bahasa Lampung. Yang satu karya para sasterawan yang tinggal di Lampung dalam bahasa Indonésia sedang yang satu lagi merupakan kumpulan sajak dalam bahasa Lampung yang ditulis oléh seorang penyair. Tapi buku itu diterbitkan beberapa tahun sebelumnya (2002), sehingga tidak dapat dipertimbangkan untuk mendapat hadiah “Rancagé”. Di samping itu, kami juga tidak yakin akan melanjutnya penerbitan karya sastera dalam bahasa tersebut. Ada pun sebab lain yang utama ialah karena dana Yayasan “Rancagé” juga sangat terbatas. Untuk memberikan hadiah kepada sasterawan dalam tiga bahasa yang sudah dilangsungkan selama belasan tahun juga – terus terang – kami ngos-ngosan. Dana untuk keperluan hadiah dan upacara penyerahannya selalu kami dapat dengan cara – yang dalam bahasa Sunda disebut –
koréh-koréh cok. Yaitu seperti ayam yang mengais-ngais makanan untuk dipatuknya. Syukurlah bahwa setiap tahun ada saja dermawan yang sadar akan pentingnya memelihara bahasa ibu yang sebenarnya merupakan kekayaan budaya bangsa kita.
Kami akhirnya memutuskan untuk memberikan juga hadiah kepada sasterawan yang menulis dalam bahasa Lampung, karena didorong oléh keyakinan bahwa para usahawan yang berbahasa ibu bahasa Lampung tidak akan berdiam diri melihat ada lembaga yang hendak memberikan penghargaan terhadap bahasa bundanya – walaupun selama ini kami hampir tidak mendapat uluran tangan dari para usahawan Jawa atau Bali.
Karena keterbatasan dana pula maka untuk bahasa Lampung hadiah hanya diberikan untuk karya. Mudah-mudahan dalam tahun-tahun yang akan datang, untuk orang atau lembaga yang berjasa dalam melestarikan dan mengembangkan bahasa Lampung juga akan diberikan Hadiah “Rancagé”.
Meskipun selama 20 tahun tentang pemberian Hadiah “Rancagé” selalu mendapat tempat dalam pérs, namun tidak pernah mendapat perhatian pemerintah baik pusat maupun daérah. Tapi tahun ini Yayasan Kebudayaan “Rancagé” untuk pertama kalinya mendapat perhatian pemerintah: Kami mendapat kiriman formulir tagihan pajak.
Hadiah "Rancagé" 2008 untuk Sastera SundaMenjelang akhir tahun 2007, buku bahasa Sunda (dan juga Jawa) yang terbit mendadak melonjak jumlahnya. Mendadak banyak penerbit yang sebelumnya tak pernah memperhatikan buku bahasa Sunda (dan Jawa), tiba-tiba seakan-akan berlomba-lomba menerbitkan buku bahasa Sunda (dan Jawa) baik buku lama maupun karya baru. Namun hal itu bukan karena timbul kesadaran akan pentingnya atau minat para penerbit itu terhadap buku dalam bahasa ibu, melainkan karena ada bocoran tentang rencana pemerintah yang akan mengadakan proyék pembelian buku-buku dalam bahasa ibu yang dananya milyaran bahkan puluhan milyar rupiah. Meskipun pembeliannya – sesuai dengan aturan main yang dibuat oléh para pejabat yang cerdik — melalui “rékanan” yang sudah ditunjuk oléh pemerintah yang meminta kepada para penerbit diskon 40% sampai 60%, tetapi buat para “penerbit proyék” tidak jadi masalah, karena perusahaannya tidak mengeluarkam biaya rutin (
overhead cost) sebab kegiatannya terutama hanya kalau ada proyék saja. Buku yang ditawarkannya hanya dicétak sebanyak yang diperlukan saja, sehingga biayanya rendah. Meréka tidak mau “berjudi” dengan menjual bukunya di toko-toko buku karena tahu bahwa daya beli dan minat baca bangsa kita sangat rendah. Artinya keuntungan yang dia peroléh dari penjualan “buku proyék” itu tidak akan disalurkan untuk memperkuat industri perbukuan nasional, melainkan akan disalurkan ke bidang usaha lain – membuat hotél misalnya. Dengan demikian program pemerintah membeli buku dalam jumlah puluhan atau ratusan ribu éksemplar, malah jutaan éksemplar sekalipun, tidaklah memperkuat modal industri perbukuan nasional yang lemah.
Dalam bahasa Sunda pada tahun 2007, terbit 32 judul buku tidak termasuk buku-buku ajar. Di dalamnya termasuk, kumpulan sajak, fiksi (roman dan cerita péndék), fiksi terjemahan, bacaan kanak-kanak, bahasan (ésai), kamus dan lelucon. Secara garis besar yang bisa dipertimbangkan untuk mendapat Hadiah “Rancagé” 2008 terdiri dari 3 kumpulan sajak (
Lagu Simpé karya Asikin Hidayat,
Ruhak Burahay di Palataran karya Itto Cs. Margawaluya, dan
Jiwalupat karya Godi Suwarna yang merupakan cétak ulang dari beberapa kumpulan yang pernah terbit); 6 roman (
Mapay-mapay Jalan Tarahal karya Itto Cs. Margawaluya,
Saéni karya Hadi AKS,
Sandékala karya Godi Suwarna,
Dalingding Angin Janari karya Usép Romli H.M.,
Misteri Gunung Koromong karya Aan Merdéka Permana 6 jilid,
Teu Pegat Asih terjemahan Moh. Ambri dari karangan Soeman Hs.), 4 kumpulan cerita péndék (
Ceurik Santri karya Usép Romli H.M.,
Kingkin karya Itto Cs. Margawaluya, dan
Kembang Kadengda yang merupakan kumpulan bersama) dan 3 uraian tentang pengalaman di kampung, pengalaman naik haji dan utaian tentang pentingnya memelihara hutan (
Kuwung-kuwung: Catetan lalampahan ka pilemburan karya N. Ding Masku dan Ajun Mahrudin,
Dongéng Kuring di Tanah Suci karya Hj. Amalina Nurrohmah dan
Nutur Galur Laku Rosul: Ngaheuyeuk Leuweung Ngolah Lahan karya Prof. Dr. M. Abdurrahman MA), kumpulan ésai (
Urang Sunda jeung basa Sunda), polémik (
Polémik Undak-usuk Basa Sunda oléh Ajip Rosidi dkk.) dan bungarampai (
Sajak Sunda susunan Ajip Rosidi). Seperti yang sudah ditetapkan, buku cetak ulang, kumpulan karya bersama dan karya Ajip Rosidi tidak dinilai untuk mendapat hadiah “Rancagé”.
Selain
Mistéri Gunung Koromong yang mémang diniatkan penulisnya sebagai cerita populér hiburan yang susunan bahasanya sembarangan, karya-karya prosa yang lain boléh dikatakan cukup baik susunan kalimatnya. Sesungguhnya tak ada salahnya menulis cerita populér atau hiburan untuk menarik minat pembaca, namun sebaiknya bahasa dan kalimatnya dijaga dengan baik. Begitu juga latar sosial kesejarahannya, apalagi kalau dimaksudkan sebagai cerita dengan latar belakang sejarah.
Ada hal yang menarik dalam karya-karya fiksi yang terbit tahun 2007 itu, terutama karya Hadi AKS, Itto Margawaluya dan Godi Suwarna yaitu bahwa meréka seperti bersepakat menuliskan kehidupan daérah asalnya dengan mempergunakan bahasa lokal pula. Cerita
Saéni karya Hadi, mengambil latarnya di pesisir barat Banten, cerita
Mapay-mapay Jalan Tarahal dan cerita-cerita dalam
Kingkin karya Itto mengambil latar di daerah Karawang dan Subang, sedang
Sandékala karya Godi mengambil latar di kota kecamatan Kawali, Ciamis.
Karya-karya Itto melukiskan réalitas kehidupan daérah
Pakaléran (Utara) dibumbui dengan kalimat-kalimat dalam bahasa Jawa setempat dalam dialog tokoh-tokohnya. Tapi hanya sampai melukiskan réalitas sehari-hari tak ubahnya dengan skétsa. Hadi dalam
Saéni berhasil melukiskan kehidupan yang lebih dalam, dihubungkan dengan kepercayaan yang hidup di dalam masyarakat setempat. Hubungan batin antara Ijan (“kami”) dengan ibu tirinya dihubungkan dengan sasakala batu Nyi Jompong di dekat sungai Cibaliung, dihubungkan dengan kepercayaan akan Nyi Munigar siluman yang menghuni laut Barat. Bahasa Sunda dialék Banten dalam
Saéni tidak hanya terdapat dalam dialog tokoh-tokohnya, melainkan dengan sadar digunakan oléh penulisnya. Dengan gaya cerita orang pertama, dia menggunakan kata “kami” (bukan “kuring”), yaitu sebutan orang pertama yang umum digunakan di masyarakat Banten.
Sedangkan Godi dalam
Sandékala, menggunakan sebutan orang pertama “uing” (dari “kuring”, digunakan di lingkungan akrab di pedésaan) dan bahasa dialék Ciamis. Dengan latar belakang krisis sosial-ékonomi yang melanda negeri pada masa réformasi, cerita kehidupan masa kini bersilih tukar dengan kehidupan yang tumbuh dalam kepercayaan yang berakar dalam masyarakat bertalian dengan Perang Bubat beberapa abad yang lalu. Keduanya terjalin seperti tidak dapat dipisahkan, sehingga pembaca harus teliti mengikuti arus cerita yang berhasil dipelihara dengan baik oléh Godi, meskipun penggunaan yang éksésif sukukata kata kerja yang diulang seperti “ngagegebrét”, “ngahuhuleng”, “nunungguan”, “ngajajanteng”, “ngalelempéh” dll. dan sisipan “um” seperti “gumerendeng”, “gumeter”, “jumerit”, “gumalindeng” dll. yang hanya menimbulkan tanda tanya.
Dalingding Angin Janari karya Usép Romli H.M. melukiskan usaha sia-sia gadis kurban pergaulan kota métropolitan yang berdua dengan ibunya kembali ke kampung dekat dengan lingkungan pesantrén minta dibimbing oléh kiai dan anak gadisnya yang soléh. Ibunya berhasil, tetapi dia sendiri tersérét kembali ke dunia yang dia sadari sudah merusak dirinya. Meskipun penuh dengan uraian tentang ayat-ayat Al-Qur-an dan soal-soal keagamaan lain, namun ceritanya lancar, sayang ada ketelédoran yang harusnya diperbaiki oléh éditor namun luput, yaitu keterangan tentang tempat tinggal sang ibu, pada awalnya disebutkan menumpang di rumah orang, tapi kemudian disebut bahwa dia tinggal di rumah warisannya sendiri. Begitu juga Néndah yang ketika sehabis mengantarkan Fénny ke términal pulang ke Jakarta langsung menemui ibunya Fénny, ketika pulang dari rumah ibunya Fénny itu mendapat surat Fénny dari pos.
Kumpulan sajak
Lagu Simpé karya Asikin Hidayat dan
Ruhak Burahay di Palataran karya Itto Margawaluya, baru merupakan usaha menggunakan sajak sebagai bentuk pengucapan, belum sampai pada gaya yang oténtik. Téma yang dimuat di dalamnya pun merupakan téma yang biasa terdapat dalam umumnya sajak-sajak bahasa Sunda.
Setelah dipertimbangkan antara
Sandékala dengan
Saéni, maka akhirnya diputuskan bahwa Hadiah "Rancagé" 2008 untuk
karya sastera Sunda diberikan kepada
Sandékala
Roman karya Godi Suwarna (l. di Tasikmalaya, 1956)
Terbitan Penerbit Kelir, BandungKepada Godi Suwarna akan disampaikan piagam dan uang (Rp. 5 juta). Dengan hadiah ini, Godi menjadi tiga kali memperoléh Hadiah Rancagé, semuanya untuk karya, yaitu tahun 1993 untuk kumpulan sajaknya
Blues Kéré Lauk dan tahun 1996 untuk kumpulan cerita péndéknya
Serat Sarwasatwa. Dengan demikian ada tiga orang sasterawan yang telah mendapat Hadiah Sastera “Rancagé” tiga kali. Yang lain adalah sasterawan Jawa Suparto Brata, yaitu tahun 2000 (untuk jasa), 2001 (untuk karya kumpulan cerpén
Trém) dan 2005 (untuk karya roman
Donyané Wong Culika). Dan yang seorang lagi ialah sasterawan Bali I Nyoman Manda yang tahun ini mendapat hadiah lagi untuk karya. Sebelumnya dia mendapat hadiah untuk jasa (1998) dan untuk karya (2003).
Sedangkan Hadiah “Rancagé" 2008 untuk
jasa karena telah melakukan usaha memelihara dan melestarikan basa Sunda, dihaturkan kepada
Grup Téater Sunda Kiwari (TSK)
Pimpinan R. Dadi Danusubrata (l. 15 Oktober 1950 di Bandung)TSK didirikan oléh R. Dadi Danusubrata, R. Hidayat Suryalaga dkk. pada tahun 1975 di Bandung. Sejak itu TSK tak henti-hentinya mengadakan pertunjukan téater modéren dalam bahasa Sunda, walaupun meréka merasakan kekurangan naskah untuk dipentaskan, karena para pengarang Sunda sedikit saja yang menulis naskah drama. Sejak 1988 TSK menyelenggarakan Féstival Drama Basa Sunda (FDBS) dua tahun sekali. Tahun 2008 ini FDBS diselenggarakan untuk kesebelas kalinya. FDBS pertama diikuti oléh 9 peserta, tetapi tahun-tahun selanjutnya terus bertambah. Tahun 2006 pesertanya ada 53 dan tahun ini ada 60 peserta. Peserta féstival itu meningkat dari tahun ke tahun, meskipun belum berhasil mendorong lahirnya grup-grup téater Sunda profésional. Kebanyakan peserta FDBS itu anak-anak sekolah, karena TSK ingin membangkitkan minat dan kecintaan anak-anak terhadap bahasa ibunya.
Kepada R. Dadi Danusubrata sebagai pimpinan TSK, akan diserahkan Hadiah “Rancagé” 2008 untuk jasa berupa piagam dan uang (Rp. 5 juta).
Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 untuk sastera JawaDalam tahun 2007 terbit 24 judul buku sastera Jawa, berupa 4 kumpulan sajak dan 20 fiksi. Di antara fiksi ada 15 judul berupa kumpulan dongéng dari berbagai daérah di Jawa Timur seperti Lamongan, Tuban, Magetan, Tengger Trengalék, Blitar dll. Yang lima lagi adalah
Gumregeté Ati Wadon kumpulan cerpén karya Sirikit Syah,
Kidung Megatruh kumpulan bersama (tidak dinilai),
Intan Ora Mlebu kumpulan roman secuwil karya Ary Murdiana, kumpulan satir
Dongéng Sanepa Banaran Bolosukerta karya Ki Nir Puspata dan roman
Tegal Bledugan karya Lanang Setyawan (kopifotoan, tidak dinilai).
Sedangkan keempat kumpulan sajak itu ialah
Banyuwangi rinengga ing Gurit kumpulan bersama (tidak dinilai),
Tembang Kapang Tembang Bebrayan karya Éfféndi Kadarisman,
Bledheg Segara Kidul karya Turiyo Ragilputra,
Saka Kupat Sawalan Tumekan Kupatan Manéh karya Suyanto alias Yanto Garuda.
Sajak-sajak karya Effendi Kadarisman dalam
Tembang Kapang Tembang Bebrayan, memperlihatkan keseriusan penyairnya, baik dalam pemilihan masalah maupun dalam pemilihan perangkat éstétik seperti bunyi, kata dan tanda-tanda bahasa lain. Dalam membacanya kita tidak merasa jenuh karena Kadarisman menggarap sajak-sajaknya itu dengan gaya ringan, melalui persajakan yang berirama santai tapi indah seperti tembang dolanan anak-anak dalam puisi Jawa tradisional. Sayang bahwa dalam kumpulan ini ada 14 buah puisi terjemahan (dari bahasa Inggris dan Arab).
Bledheg Segara Kidul karya Turiyo Ragilputra menggambarkan sikap dan perhatian penyair kepada kebudayaan, kepada bangsa, dan kepada kawan-kawan. Ungkapan éksprésinya bervariasi, nafasnya terkadang panjang, terkadang péndék. Terkadang gayanya menggebu-gebu marah kepada yang tidak disukainya, misalnya menggambarkan kejéngkélannya kepada pembesar yang mementingkan diri sendiri. Beberapa sajaknya mémang menunjukkan simpati kepada rakyat kecil. Sangat menonjol ialah sikapnya terhadap sebagian masrayakat Jawa yang semakin jauh dari kebudayaannya sendiri, yang diéksprésikan dengan pernyataan berulang-ulang secara paralél seperti pada “Aku Kangen” dan “Aku Pengin”. Semua gagasan yang kompléks dalam jiwa penyair ini diungkapkan dengan pilihan kata yang khas Jawa, meskipun untuk menghidupkan suasana pada sajak tertentu disisipkan kata atau ungkapan serapan. Dengan variasi yang berbagai jenis itulah kumpulan ini menjadi dinamis, tetapi utuh sebagai suatu totalitas. Keragaman variasi juga menjadi penanda bahwa penyairnya tak pernah berhenti mencari kebaruan éksprési. Pemanfaatan tipografi dan bentuk épigram dalam beberapa sajaknya adalah salah satu penandanya. Sayang dalam penulisan kata-kata serapan sering tidak konsisten.
Kumpulan sajak
Saka Kupat Sawalan Tumekan Kupatan Manéh karya Yanto Garuda memuat 44 buah guritan yang témanya cenderung mengenai situasi masa kini yang digarap dengan gaya diafan atau transparan, termasuk sajak satirnya “Jaranan Buto” (Kuda lumping Raksasa). Salah satu sajaknya yang menarik ialah “Gagak Ora Bakal Memba Warna” (Burung gagak tidak akan berganti warna). Sajak itu mempertanyakan nasib bangsa dengan gaya oratoris yang puitis.
Setelah membaca dan menimbang kualitas semua buku sastera Jawa yang terbit tahun 2007, maka ditetapkan bahwa penerima Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 adalah
Bledheg Segara Kidul
Karya Turiyo Ragilputra (l. Kebumén, 7 April 1964)
Terbitan Gema Grafika, YogyakartaKepada pengarangnya akan dihaturkan Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 untuk
karya berupa piagam dan uang (Rp. 5 juta).
Adapun untuk
jasa dalam pengembangan bahasa dan sastera Jawa, Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 ditetapkan untuk dihaturkan kepada
Sriyono
(lahir di Pacitan tahun 1945)
Srijono adalah redaktur majalah Jawa Jaya Baya sejak 1979. Sebelumnya dia pernah bekerja di bank, kemudian menjadi wartawan Indonesian Daily News (IDN) yang setelah bangkrut wartawannya bergabung dengan Jawa Pos. Pada waktu itu dia mulai menulis dalam bahasa Jawa yang dikirimkan kepada majalah Jaya Baya. Karena harus menjaga ibunya yang sakit di tempat kelahirannya dia berhenti dari sk. Jawa Pos. Setelah ibunya meninggal dia bergabung dengan Jaya Baya. Salah satu rubrik yang dia selenggarakan dalam Jaya Baya ialah “Roman Secuwil” yang menjadi tempat latihan para pengarang muda pemula menulis dalam bahasa Jawa. Ruangan yang mulai dibuka tahun 1979 itu mendapat sambutan baik dari para penulis pemula sampai sekarang. Sriyono juga penulis fiksi dan karyanya sering mendapat hadiah dalam berbagai sayémbara. Dia juga banyak menterjemahkan karya sastera asing ke dalam bahasa Jawa. Kepada Sriyono akan dihaturkan Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 untuk jasa berupa piagam dan uang (Rp. 5 juta).
Hadiah Sastera “Rancagé" buat Sastera BaliTahun 2007 buku sastera dalam bahasa Bali hanya terbit 5 judul. Jauh lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya yang biasanya ada belasan judul. Meskipun secara kualitatif menurun, namun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karya-karya terbitan tahun 2007 menunjukkan pengungkapan dan pengucapan baru tanda kreativitas jalan terus. Antaranya nampak pada pencarian dan pencapaian éstétika bunyi yang terdapat pada puisi dan éstétika bentuk yang tampak pada prosa.
Kelima buku itu ditulis oléh tiga orang, semuanya pernah mendapat Hadiah Rancagé. I Nyoman Manda menulis tiga judul buku, yaitu roman
Nembangan Sayang I (Menembangkan sayang I), roman
Depang Tiang Bajang Kayang-kayang (Biarkan saya sendiri selamanya) dan sebuah kisah yang dituangkan dalam pantun kilat
Ajak ja Beli Mlali (Ajaklah Kakanda Rekréasi). Nyoman Manda menerima Hadiah Sastera Rancagé 1998 (untuk jasa) dan tahun 2003 (untuk karya berjudul
Bunga Gadung Ulung Abancang). Dengan demikian dia menjadi tiga kali menerima Hadiah “Rancagé”.
Dua buku yang lain adalah
Kunang-kunang anarung Sasi (Kunang-kunang Menantang Rembulan) ditulis oléh I Madé Suarsa penerima Hadiah “Rancagé” 2005 (untuk karya berjudul
Ang Ah lan Ah Ang) dan
Bangké Matah (Mayat Mentah) karya IBW Widiasa Keniten penerima Hadiah “Rancagé” 2006 (untuk karya berjudul
Buduh Nglawang).
Kunang-kunang Anarung Sasi karya I Madé Suarsa memuat 118 sajak dengan téma beragam dari nilai-nilai universal, isyu korupsi, dampak pariwisata, gempa bumi Yogya sampai lumpur Sidoarjo. Semuanya itu menunjukkan keluasan perhatian penyairnya terhadap masalah aktual yang terjadi di sekitarnya. Dalam mengungkapkan téma-téma tersebut, Madé Suarsa secara konsisten menciptakan rima dan irama sehingga sajak-sajaknya menjadi indah dan segar. Kemampuan penyairnya memainkan kata menghasilkan pengungkapan makna yang dalam. Misalnya pada sajak yang berjudul “Mar Sinah” yang dalam bahasa Bali berarti kelihatan sakit atau demam, berasosiasi dengan Marsinah seorang buruh wanita yang terbunuh secara mistérius yang sampai sekarang belum terungkap. Larik akhir sajak itu berbunyi ”pamuput samar tan sinah-sinah” yang artinya “akhirnya kabur tak pernah menjadi jelas”.
Juga buku kumpulan cerpén
Bangké Matah karya IBW Wiadasa Keniten memperlihatkan usaha penulisnya untuk menggarap téma-téma baru yang tidak konvénsional dengan gaya absur dan anti-réalis seperti yang berkembang dalam sastera Barat. Yang menonjol adalah suasana dan rangkaian absurditas. Gaya absur demikian sudah menjadi ciri utama Wiadasa Keniten. Karya-karya absur yang diungkapkan dalam kalimat-kalimat péndék merupakan tawaran pengucapan baru dalam dominannya pengucapan réalistik dalam dunia cerita sastera Bali.
Tawaran pengucapan alternatif juga tampak dalam
Ajak ja Beli Mladi karya Nyoman Manda. Kisah percintaan muda-mudi ini dituturkan dalam pantun berbahasa Bali. Ada pantun empat baris, ada juga yang dua baris. Kisahnya dilukiskan sekitar alam indah Danau Batur. Percintaannya tidak begitu menarik, tidak mendalam, tapi pantun yang dipakai menuangkan kisah itu kréatif dan menunjukkan kekayaan éksprési dan kemampuan bahasa Bali untuk menulis pantun.
Menilai roman
Nembangan Sayang I, agak sukar, karena ceritanya masih jauh dari selesai. Nampaknya sebagai sindiran halus atas kehidupan remaja déwasa ini yang santai, mengejar keriangan belaka dan terperangkap oléh gaya hidup konsumtif, sedang peran orangtua unuk mencegahnya lemah.
Roman péndék
Depang Tiang Bajang Kayang-kayang melukiskan hubungan gadis Bali dengan laki-laki Australia yang tidak terhalang oléh kesenjangan kultural, namun langkahnya ke pernikahan diputuskan oléh meledaknya bom Bali. Pengarangnya seperti tidak berani atau tidak mau menyatukan keduanya, seakan mau mempertahankan tokohnya sebagai orang Bali. Yang menarik dalam roman ini bagaimana pengarangnya menggunakan tokoh Barat untuk menjelaskan keluhuran aspék kebudayaan dan kesenian Bali, baik tari, ritual maupun filsafatnya. Hal lain yang menarik juga ialah fénoména hétéroglosia dalam pengertian penggunaan beberapa bahasa dalam dialog antar-tokoh, yaitu bahasa Bali, Indonésia dan Inggris.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka buku yang diberi Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 untuk
karya ialah
Depang Tiang Bajang Kayang-kayang
karya I Nyoman Manda (l. Gianyar, 14 April 1939)Kepada pengarangnya, I Nyoman Manda, akan dihaturkan Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 berupa piagam dan uang (Rp. 5 juga).
Sedangkan yang terpilih untuk menerima Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 untuk
jasa ialah
I Madé Suatjana
(l. di Gadungan, Tabanan 14 Méi 1947)I Madé Suatjana adalah penemu program penulisan aksara Bali yang disebut Bali Simbar yang bisa diaplikasi di komputer léwat program Microsoft word. Program Bali Simbar mulai dirancang tahun 1986 dengan menggunakan program Chi-writer dengan melakukan modifikasi font sehingga aksara Bali bisa diketik léwat komputer.
Temuan Bali Simbar itu pertama kali disosialisasikan tahun 1989 dalam ajang paméran Pésta Kesenian Bali di Dénpasar. Tahun 1993, Yayasan Sabha Sastra Bali yang bergerak dalam pembinaan bahasa dan sastera Bali modéren mulai menggunakan temuan Madé Suatjana untuk mengetik naskah buku pelajaran tingkat SMP. Mulai tahun 1999 program Bali Simbar dipakai di Percétakan Bali untuk mengetik buku sastera dan buku pelajaan beraksara Bali. Tahun 2001 dia menciptakan program transliterasi huruf Latin ke aksara Bali, untuk mengembangkan program terkait.
Kepada I Madé Suatjana akan dihaturkeun Hadiah “Rancagé” untuk jasa berupa piagam dan uang (Rp. 5 juta).
Hadiah Sastera “Rancagé” buat Sastera LampungMasyarakat Lampung sebenarnya cukup kaya dengan karya sastera berupa
adi-adi (pantun),
warahan (cerita),
hiwang (ratapan berirama) dan sebagainya, kebanyakan berupa sastera lisan, meskipun ada beberapa yang sudah dibukukan. Meréka juga mempunyai huruf sendiri meskipun sekarang tidak digunakan lagi.
Semua karya sastera tradisional itu sangat terikat oléh aturan bait, larik, dan rima dan purwakanti seperti harus berstruktur a-b-a-b dan semacamnya. Para sasterawan yang tinggal di Lampung, kebanyakan menulis dalam bahasa Indonésia baik prosa maupun puisi. Namun belakangan muncul juga sasterawan yang menulis karya modéren dalam bahasa Lampung, baik prosa maupun puisi, di antaranya ada yang terbit sebagai buku.
Yang terkemuka ialah Udo Z. Karzi (nama péna Zulkarnain Zubairi) yang telah menerbitkan buku
Moméntum (2002) dan
Mak Dawah Mak Dibingi (Tak Siang Tak Malam, 2007). Sajak-sajak Udo merupakan terobosan besar yang mendobrak tradisi sastera Lampung yang membeku. Téma-téma sajak Udo adalah masalah masakini kehidupan rakyat kecil yang terpuruk, démonstrasi mahasiswa, pencemaran lingkungan, sempitnya lapangan kerja, penegakan hukum yang belum memuaskan, korupsi yang merajaléla, para politisi yang tidak memikirkan rakyat dan ada juga yang melukiskan jiwa resah yang ingin menggapai Sang Pencipta yang dilahirkan dalam struktur yang modéren. Dengan kata lain, sajak-sajak Udo Z. Karzi benar-benar mencerminkan semangat zaman. Diharapkan akan mampu merangsang para sasterawan lain untuk menulis dalam bahasa ibunya, bahasa Lampung.
Untuk pertama kali Hadiah Sastera “Rancagé” untuk
karya ditetapkan untuk diserahkan kepada pengarang kumpulan sajak
Mak dawah Mak Dibingi
Udo Z. Karzi (Zulkarnain Zubairi) (l. 12 Juni 1970 di Liwa, Lampung)
Terbitan BE-Press, Tanungkarang barat, Bandar LampungKepada Udo Z. Karzi akan dihaturkan Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 untuk karya berupa piagam dan uang (Rp. 5 juta).
Hadiah “Samsudi” 2008 untuk buku bacaan anak-anak dalam bahasa SundaPada tahun 2007 ada 5 judul buku bacaan untuk anak-anak yang terbit dalam bahasa Sunda, yaitu
Banjir Getih di Pasantrén Cimarémé oléh Aan Merdéka Permana,
Lalampahan Napoléon saduran H.A. Rochman,
Si Sekar Panggung dan
Ochank oléh Tatang Sumarsono dan
Catetan Poéan Réré oléh Ai Koraliati.
Banjir Getih adalah “cerita sejarah” yang ditulis sembarangan tanpa usaha penulisnya untuk mengetahui latar sejarahnya, bahasanya juga sembarangan.
Lalampahan Napoléon, saduran mengisahkan kehidupan Napoléon Bonaparté.
Ochank karya Tatang Sumarsono naskahnya memperoléh hadiah kedua dalam sayémbara mengarang roman kanak-kanak yang diselenggarakan oléh PP-SS tahun 2007. Tentang pengalaman Ochank yang dihubungkan dengan kepercayaan akan adanya dunia siluman ular, sambil membangkitkan kesadaran anak-anak yang membacanya akan arti lingkungan. Sedang
Si Sekar Panggung sangat menarik karena mengenai kehidupan anak-anak yang ingin menjadi joki dan sehari-hari bergaul dengan kuda. Pengarang dengan cermat melukiskan kehidupan orang yang mempunyai dan mengurus kuda lomba yang dalam bahasa Sunda sebelumnya tak pernah ada.
Catetan poéan Réré (Catatan Harian Réré) juga mengenai masalah yang sebelumnya tak pernah dijadikan téma cerita dalam bahasa Sunda, yaitu masalah kelainan pada kajiwaan anak banci. Dan Ai mengemukakannya dengan sederhana tetapi menjaga ketegangan dengan membukanya sedikit demi sedikit melalui catatan harian adiknya yang perempuan. Masalah yang musykil itu dikisahkan oléh Ai dari kacamata anak gadis yang secara terpaksa menjadi penanggungjawab rumahtangga keluarga, karena ibunya meninggal dan ayahnya pergi. Bahasa yang digunakannya sangat cermat dan terpelihara, sehingga baik untuk contoh bagi anak-anak yang membacanya. Naskahnya mendapat hadiah pertama dalam sayémbara mengarang bacaan anak-anak yang diselenggarakan oléh PP-SS tahun 2007.
Setelah dipertimbangkan dengan saksama, Hadiah “Samsudi” 2008 ditetapkan untuk diberikan kepada
Catetan Poéan Réré
Karya Ai Koraliati (l. di Garut, 28 April 1965)
Terbitan Penerbit Grafindo Media Pratama, BandungKepada Ai Koraliati akan dihaturkan Hadiah “Samsudi” 2008 berupa piagam dan uang (Rp.2.500.000).
*
Upacara penyerahan Hadiah Sastera “Rancagé” dan “Hadiah Samsudi” insya Allah akan dilaksanakan melalui kerjasama Yayasan Kebudayaan “Rancagé” dengan Universitas Padjadjaran pada bulan Méi 2008 di kampus universitas tersebut.
Pabélan, 31 Januari 2008 Yayasan Kebudayaan “Rancagé”Ajip Rosidi Ketua Déwan PembinaTERJEMAHAN DALAM BAHASA LAMPUNG :Keputusan Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 Tahun 2008 hinji genok do Hadiah Sastera “Rancagé” 20 tahun dikenikon jama tian sasterawan sai nulis delom basa-basa induk. Pertama kali di tahun 1989, dikenikon ingkah jama sasterawan sai nulis delom basa Sunda. Kidang jak 1994 tian sasterawan sai nulis delom basa Jawa mansa monéh hadiah sastera “Rancagé”. Rik jak 1997, tian sasterawan sai nulis delom basa Bali mansa hadiah “Rancagé” monéh. Insya Allah mulai tahun 2008, tian sasterawan sai nulis delom basa Lampung haga mansa monéh hadiah “Rancagé”.
Di tahun pertama, hadiah “Rancagé” ingkah dikenikon jama sasterawan sai nerbitkon buku unggulan. Kidang jak tahun pendua, hadiah guai
karya sina didampingi andahni hadiah guai
jasa, sai dikenikon jama jelma atawa lembaga sai dianggop balak jasani delom nguyunkon rik ngembangkon basa indukni. Kelawan rena unggal tahun Yayasan Kebudayaan “Rancagé” ngeluahkon enom hadiah guai telu basa induk, yaddo Bali, Jawa rik Sunda. Di gelir sina kekala ngenikon Hadiah “Samsudi” guai pengarang sai nerbitkon buku bacaan sanak-sanak unggulan delom basa Sunda.
Alhamdulillah kelawan rilani Allah rik uloran culuk tian dermawan sai ngerumasa pentingni basa induk rik sasterani delom kehurik’an bangsa, tahun hinji monéh, Hadiah Sastera “Rancagé” haga disampaikon jama tian sasterawan sai nulis delom basa induk.
Rua tahun sai liwat sikam mansa kiriman buku karya sastera delom basa Lampung. Saini karya tian sasterawan sai taru di Lampung delom basa Indonésia sedong saini lagi ngerupakon kumpulan sajak delom basa Lampung sai ditulis andahni sejelma penyair. Kidang buku sina diterbitkon pepira tahun semakkungni (2002), sehingga mak dapok dipetimbangkon guai mansa hadiah “Rancagé”. Di gelir sina, sikam juga mak yakin jama ngelanjutni penerbitan karya sastera delom basa Lampung. Wat monéh sebab baréh sai utama yaddo ulih dana Yayasan “Rancagé” tebatas nihan monéh. Guai ngenikon hadiah jama sasterawan delom telu basa sai radu dilangsungkon selama belasan tahun goh - terus terang - sikam hehengap. Dana guai keperluan hadiah rik upacara penyerahanni santor sikam mansa liwat cara - sai delom basa Sunda diucak -
koréh-koréh cok. Yaddo gegoh manuk sai nguér-kuér kanik’an guai dipatukni. Sukor do bahwa unggal tahun wat gawoh dermawan sai rumasa jama pentingni nguyunkon basa induk sai sebenorni ngerupakon pekaya budaya bangsa ram.
Sikam pemuputni mutuskon guai ngenikon monéh hadiah jama sasterawan sai nulis delom basa Lampung, ulih disurung andahni keyakinan bahwa tian usahawan sai bebasa induk basa Lampung mahhakni pehma diri ngeliak wat lembaga sai haga ngenikon pengregaan jama basa bundani - najin selama hinji sikam cikan mak mansa uloran culuk jak tian usahawan Jawa atawa Bali.
Ulih ketebatasan dana monéh mulani bagi basa Lampung hadiah ingkah dikenikon guai karya. Kekalau delom tahun-tahun sai haga ratong, guai jelma atawa lembaga sai bejasa delom ngelanakon rik ngembangkon basa Lampung haga dikenikon monéh Hadiah “Rancagé”.
Najin selama 20 tahun tentang pengenian Hadiah “Rancagé” santor mansa jengan delom pérs, kidang makkung wat mansa peduli pemerintah api ya pusat atawa daérah. Ampai tahun hinji Yayasan Kebudayaan “Rancagé” guai pertama kalini mansa peduli pemerintah: Sikam mansa kiriman formulir tagihan pajok.
Hadiah "Rancagé" 2008 guai Sastera SundaNgeredik’i pemuput tahun 2007, buku basa Sunda (rik Jawa monéh) sai terbit ngedadak behunjak jumlahni. Ngedadak lamon penerbit sai semakkungni mawat medulikon buku basa Sunda (rik Jawa), ujuk-ujuk injuk kipak sepupuhan nerbitkon buku basa Sunda (rik Jawa) api ya buku saka atawa karya ampai. Hal sina lain ulih timbul kerumasaan jama pentingni atawa kehaga tian penerbit mit buku delom basa induk, kidang ulih wat turuhan tentang rencana pemerintah sai haga ngewatkon proyék pembelian buku-buku delom basa induk sai danani milyaran malah puluhan milyar rupiah. Najin pembelianni - sesuai jama atoran main sai disanik andahni tian pejabat sai nalom — ngeliwati “rékanan” sai radu ditunjuk andahni pemerintah sai ngilu mit tian penerbit diskon 40% sampai 60%, kidang bagi tian “penerbit proyék” mak jadi ngeba, ulih perusahaanni mak ngeluahkon biaya rutin (
overhead cost) sebab kegiatanni utamani ingkah ki wat proyék gawoh. Buku sai ditawarkonni ingkah dicitak selamon sai diperlukon gawoh, sehingga biayani cutik. Tian mak haga “bejudi” jama ngejual bukuni di toko-toko buku ulih pandai bahwa daya beli rik retok-baca bangsa ram lunik nihan. Retini keuntungan sai ya mansa jak penjualan “buku proyék” sa mak haga dihilikon guai nguatkon industri pebukuan nasional, kidang haga dihilikon mit bidang usaha baréh - nyanik hotél misalni. Kelawan rena program pemerintah ngembeli buku delom jumlah puluhan atawa ratusan ribu éksemplar, malah kipak jutaan éksemplar, mawat hak nguatkon modal industri pebukuan nasional sai lemoh.
Delom basa Sunda di tahun 2007, terbit 32 judul buku mak tekuruk buku-buku sekula. Delomni tekuruk kumpulan sajak, fiksi (roman rik cerita buntak), fiksi terjemahan, bacaan sanak-sanak, bahasan (ésai), kamus rik lelucuan. Secara garis balak sai dapok dipetimbangkon guai mansa Hadiah “Rancagé” 2008 tececok jak telu kumpulan sajak (
Lagu Simpé karya Asikin Hidayat,
Ruhak Burahay di Palataran karya Itto Cs. Margawaluya, rik
Jiwalupat karya Godi Suwarna sai ngerupakon citak ulang jak pepira kumpulan sai radu wat terbit); enom roman (
Mapay-mapay Jalan Tarahal karya Itto Cs. Margawaluya,
Saéni karya Hadi AKS,
Sandékala karya Godi Suwarna,
Dalingding Angin Janari karya Usép Romli H.M.,
Misteri Gunung Koromong karya Aan Merdéka Permana enom jilid,
Teu Pegat Asih terjemahan Moh. Ambri jak karangan Soeman Hs.), epak kumpulan cerita buntak (
Ceurik Santri karya Usép Romli H.M.,
Kingkin karya Itto Cs. Margawaluya, rik
Kembang Kadengda sai ngerupakon kumpulan bebarong) rik telu huraian tentang pengalaman di pekon, pengalaman cakak haji rik huraian tentang pentingni nguyunkon pulan (
Kuwung-kuwung: Catetan lalampahan ka pilemburan karya N. Ding Masku rik Ajun Mahrudin,
Dongéng Kuring di Tanah Suci karya Hj. Amalina Nurrohmah rik
Nutur Galur Laku Rosul: Ngaheuyeuk Leuweung Ngolah Lahan karya Prof. Dr. M. Abdurrahman MA), kumpulan ésai (
Urang Sunda jeung basa Sunda jak Ajip Rosidi), polémik (
Polémik Undak-usuk Basa Sunda andahni Ajip Rosidi jrr.) rik bungarampai (
Sajak Sunda susunan Ajip Rosidi). Gegoh sai radu ditetopkon, buku citak ulang, kumpulan karya bebarong rik karya Ajip Rosidi mak dinilai guai mansa hadiah “Rancagé”.
Sebaréh
Mistéri Gunung Koromong sai sangun diniatkon penulisni sebagai cerita populér hiburan sai susunan basani semberana, karya-karya prosa sai baréh dacok tiucakkon cukup helau susunan kalimatni. Setemonni mak ngedok salahni nulis cerita populér atawa hiburan guai narik kehaga pembaca, kidang sehelauni bahasa rik kalimatni tijaga betik. Rena monéh latar sosial kesejarahanni, apilagi ki dimaksudkon sebagai cerita jama latar tundun sejarah.
Wat hal sai mesikop delom karya-karya fiksi sai terbit tahun 2007 sina, utamani karya Hadi AKS, Itto Margawaluya rik Godi Suwarna, ana ya bahwa tian gegoh sepakat nuliskon kehurik’an daérah asalni kelawan ngegunakon basa lokal monéh. Cerita
Saéni karya Hadi, ngakuk latarni di pesisir barat Banton, cerita
Mapay-mapay Jalan Tarahal rik cerita-cerita delom
Kingkin karya Itto ngakuk latar di daerah Karawang rik Subang, sedong
Sandékala karya Godi ngakuk latar di kota kecamatan Kawali, Ciamis.
Karya-karya Itto ngegambarkon kenyataan kehurik’an daérah
Pakaléran (Utara) dibumbui jama kalimat-kalimat delom basa Jawa sejengan delom pebalahan tokoh-tokohni. Kidang ingkah sampai ngegambarkon kenyataan serani-rani mak ubahni jama skétsa. Hadi delom
Saéni behasil ngegambarkon kehurik’an sai lebih relom, dihubungkon jama kepercayaan sai hurik delom mesarakat sejengan. Hubungan batin hantara Ijan (“kami”) jama emak téréni dihubungkon jama sasakala batu Nyi Jompong redik way Cibaliung, dihubungkon jama kepercayaan mit Nyi Munigar siluman sai ngehuni laok Barat. Basa Sunda dialék Banton delom
Saéni mak ingkah wat delom pebalahan tokoh-tokohni, kidang kelawan rumasa digunakon andahni penulisni. Jama gaya cerita “jelma pertama”, ya ngegunakon kicik “kami” (lain “kuring”), ana ya sebutan jelma pertama sai umum digunakon di mesarakat Banton.
Sedongkon Godi delom
Sandékala, ngegunakon ucak’an jelma pertama “uing” (jak “kuring”, digunakon di lingkungan akrab di pepekonan) rik basa dialék Ciamis. Jama latar tundun krisis sosial-ékonomi sai ngelanda negeri di masa réformasi, cerita kehurik’an masa ganta besilih tukor jama kehurik’an sai tuwoh delom kepercayaan sai ngebakak di mesarakat betalian jama Perang Bubat pepira abad sai liwat. Rua-ruani tejalin gegoh mak dapok tipisahkon, sehingga pembaca musti teliti nutuki arus cerita sai behasil diuyun helau andahni Godi, najin penggunaan sai belebihan sukukata kicik gawi (kata kerja) sai diulang injuk “ngagegebrét”, “ngahuhuleng”, “nunungguan”, “ngajajanteng”, “ngalelempéh” rbb. rik sisipan “um” injuk “gumerendeng”, “gumeter”, “jumerit”, “gumalindeng” rbb. sai ingkah nimbulkon tanda tanya.
Dalingding Angin Janari karya Usép Romli H.M. ngegambarkon usaha sia-sia muli kurban pegaulan kota métropolitan sai tian rua emakni mulang mit pekon redik jama lingkungan pesantrén kilu dibimbing andahni kyai rik anak mulini sai soléh. Emakni behasil, kidang ya tenggalan ketarik luwot mit dunia sai dirumasa radu nyadangkon dirini. Najin penuh jama huraian tentang ayat-ayat Al-Qur-an rik sual-sual keagamaan baréh, kidang ceritani lancar, sayang wat tekelincap sai mustini dibetikkon andahni éditor kidang luput, ana ya keterangan tentang jengan taru sang emak, di awalni diucakkon numpang di lamban hulun, kidang radu sia diucakkon bahwa ya taru di lamban warisanni tenggalan. Rena monéh Néndah sai basa seradu ngantakkon Fénny mit términal mulang mit Jakarta langsung nunggai emakni Fénny, basa mulang jak lamban emakni Fénny sa mansa surat Fénny jak pos.
Kumpulan sajak
Lagu Simpé karya Asikin Hidayat rik
Ruhak Burahay di Palataran karya Itto Margawaluya, ampai ngerupakon usaha ngegunakon sajak sebagai bentuk cawa, makkung sampai mit gaya sai oténtik. Téma sai dimuat delomni juga ngerupakon téma sai biasa wat delom umumni sajak-sajak basa Sunda.
Seradu dipetimbangkon hantara
Sandékala jama
Saéni, maka pemuputni diputuskon bahwa Hadiah Rancagé 2008 guai
karya sastera Sunda dikenikon jama
Sandékala
Roman karya Godi Suwarna (l. di Tasikmalaya, 1956)
Terbitan Penerbit Kelir, BandungJama Godi Suwarna haga disampaikon piagam rik duit (Rp. 5 juta). Kelawan hadiah hinji, Godi jadi telu kali mansa Hadiah Rancagé, unyinni guai karya, yaddo tahun 1993 guai kumpulan sajakni
Blues Kéré Lauk rik tahun 1996 guai kumpulan cerita buntakni
Serat Sarwasatwa. Kelawan rena wat telu sasterawan sai radu mansa Hadiah Sastera “Rancagé” telu kali. Sai baréh yaddo sasterawan Jawa Suparto Brata, ana ya tahun 2000 (guai jasa), 2001 (guai karya kumpulan cerbun
Trém) rik 2005 (guai karya roman
Donyané Wong Culika). Rik saini lagi yaddo sasterawan Bali I Nyoman Manda sai tahun hinji mansa hadiah luwot guai karya. Semakkungni ya mansa hadiah guai jasa (1998) rik guai karya (2003).
Sedongkon Hadiah “Rancagé” 2008 guai
jasa ulih radu ngegawikon usaha nguyunkon rik ngelanakon basa Sunda, dikenikon jama
Grup Téater Sunda Kiwari (TSK)
Pimpinan R. Dadi Danusubrata (l. 15 Oktober 1950 di Bandung) TSK dicecokkon andahni R. Dadi Danusubrata, R. Hidayat Suryalaga jrr. tahun 1975 di Bandung. Jak sina TSK mak taru-taru ngewatkon petunjukan téater modéren delom basa Sunda, najin tian ngerasa kekurangan naskah guai dipentaskon, ulih tian pengarang Sunda cutik gawoh sai nulis naskah drama. Jak 1988 TSK ngegawikon Féstival Drama Basa Sunda (FDBS) rua tahun sekali. Tahun 2008 hinji FDBS digawikon guai kesebelas kalini. FDBS pertama ditutuki andahni siwa peserta, kidang tahun-tahun selanjutni terus betambah. Tahun 2006 pesertani wat 53 rik tahun hinji wat 60 peserta. Peserta féstival sina ningkat jak tahun mit tahun, najin makkung behasil nyurung lahirni grup-grup téater Sunda profésional. Selamonni peserta FDBS sina sanak-sanak sekula, ulih TSK terok nginjakkon retok rik kecintaan sanak-sanak jama basa indukni.
Jama R. Dadi Danusubrata sebagai pimpinan TSK, haga diserahkon Hadiah “Rancagé” 2008 guai jasa berupa piagam rik duit (Rp. 5 juta).
Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 guai sastera JawaDelom tahun 2007 terbit 24 judul buku sastera Jawa, berupa epak kumpulan sajak rik 20 fiksi. Di hantara fiksi wat 15 judul berupa kumpulan dongéng jak bebagai daérah di Jawa Timur injuk Lamongan, Tuban, Magetan, Tengger, Trengalék, Blitar, rbb. Sai lima lagi yaddo
Gumregeté Ati Wadon kumpulan cerbun karya Sirikit Syah,
Kidung Megatruh kumpulan bebarong (mak dinilai),
Intan Ora Mlebu kumpulan roman secuwil karya Ary Murdiana, kumpulan satir
Dongéng Sanepa Banaran Bolosukerta karya Ki Nir Puspata rik roman
Tegal Bledugan karya Lanang Setyawan (kopifotoan, mak dinilai).
Sedongkon epak kumpulan sajak sina yaddo
Banyuwangi rinengga ing Gurit kumpulan bebarong (mak dinilai),
Tembang Kapang, Tembang Bebrayan karya Éfféndi Kadarisman,
Bledheg Segara Kidul karya Turiyo Ragilputra,
Saka Kupat Sawalan Tumekan Kupatan Manéh karya Suyanto alias Yanto Garuda.
Sajak-sajak karya Effendi Kadarisman delom
Tembang Kapang, Tembang Bebrayan, manjakkon kederiaan penyairni, api ya delom pemilihan masalah atawa delom pemilihan perangkat éstétik injuk bunyi, kicik rik tanda-tanda basa baréh. Delom ngebacani ram mak ngerasa leju ulih Kadarisman ngulah sajak-sajakni sina jama gaya hampang, ngeliwati pesajakan sai beirama selesa kidang helau gegoh tembang memidoran sanak-sanak delom puisi Jawa tradisional. Sayangni bahwa delom kumpulan hinji wat 14 biji puisi terjemahan (jak basa Inggris rik Arab).
Bledheg Segara Kidul karya Turiyo Ragilputra ngegambarkon sikap rik pedulini penyair jama kebudayaan, jama bangsa, rik jama indai kanca. Ungkapan éksprésini bevariasi, hengasni kekala kejung, kekala rebah. Kekala gayani panas baran marah jama sai mak didemoni ya, misalni ngegambarkon kesuyaanni jama jelma langgar sai mentingkon diri tenggalan. Pepira sajakni sangun nunjukkon simpati jama rakyat lunik. Panjak nihan yaddo sikapni jama sebagian mesarakat Jawa sai tambah jaoh jak kebudayaanni tenggalan, sai diéksprésikon jama pernyataan beulang-ulang secara paralél injuk di “Aku Kangen” rik “Aku Pengin”. Unyin gagasan sai kompléks delom jiwa penyair hinji diungkapkon jama pilihan kicik sai khas Jawa, najin guai ngehurikkon suasana di sajak tetantu disisipkon kicik atawa ungkapan injaman. Jama variasi sai rupa-rupa jenis sina do kumpulan hinji jadi dinamis, kidang utuh sebagai sai totalitas. Keragoman variasi juga jadi penanda bahwa penyairni mak taru-taru nyepok keampaian éksprési. Pemampaatan tipografi rik bentuk épigram delom pepira sajakni yaddo salah sai penandani. Sayangni delom penulisan kicik-kicik injaman risok mak konsisten.
Kumpulan sajak
Saka Kupat Sawalan Tumekan Kupatan Manéh karya Yanto Garuda ngemuat 44 biji guritan sai témani cundung mit situasi masa ganta sai diulah jama gaya diafan atawa transparan, tekuruk sajak satirni “Jaranan Buto” (Kuda lumping Selimor). Salah sebiji sajakni sai mesikop yaddo “Gagak Ora Bakal Memba Warna” (Gagak Mak Bakal Ganti Warna). Sajak sina ngepetanyakon nasib bangsa jama gaya oratoris sai puitis.
Seradu ngebaca rik nimbang kualitas unyin buku sastera Jawa sai terbit tahun 2007, maka ditetopkon bahwa penerima Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 yaddo
Bledheg Segara Kidul
Karya Turiyo Ragilputra (l. Kebumén, 7 April 1964)
Terbitan Gema Grafika, YogyakartaJama pengarangni haga dikenikon Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 guai
karya berupa piagam rik duit (Rp. 5 juta).
Sedongkon guai
jasa delom pengembangan basa rik sastera Jawa, Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 ditetopkon guai dikenikon jama
Sriyono
(lahir di Pacitan tahun 1945) Srijono yaddo redaktur majalah Jawa Jaya Baya jak 1979. Semakkungni ya radu wat gawi di bank, radu sia jadi wartawan Indonesian Daily News (IDN) sai seradu bangkrut wartawanni begabung jama Jawa Pos. Di waktu sina ya mulai nulis delom basa Jawa sai dikirimkon jama majalah Jaya Baya. Ulih musti ngejaga emakni sai maring di jengan kelahiranni ya taru jak sk. Jawa Pos. Seradu emakni ninggal ya begabung jama Jaya Baya. Salah sebiji rubrik sai digawikon andahni delom Jaya Baya yaddo “Roman Secuwil” sai jadi jengan latihan tian pengarang ngura pemula nulis delom basa Jawa. Ruangan sai mulai dibuka tahun 1979 sina mansa sambuk’an helau jak tian penulis pemula sampai ganta.
Sriyono penulis fiksi monéh rik karyani risok mansa hadiah delom bebagai saémbara. Ya lamon monéh nerjemahkon karya sastera asing mit basa Jawa.
Jama Sriyono haga dikenikon Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 guai jasa berupa piagam rik duit (Rp. 5 juta).
Hadiah Sastera “Rancagé” guai Sastera Bali
Tahun 2007 buku sastera delom bahasa Bali ingkah terbit lima judul. Jaoh lebih cutik jak tahun-tahun semakkungni sai biasani wat belasan judul. Najin secara kualitatif turun, kidang dibandingkon jama tahun-tahun semakkungni karya-karya terbitan tahun 2007 nunjukkon pengungkapan rik pengucak’an ampai tanda kreativitas jalan terus. Hantarani panjak di penyepok’an rik pencapaian éstétika bunyi sai wat di puisi, rik éstétika bentuk sai panjak di prosa.
Kelima buku sina ditulis andahni telu jelma, unyinni radu wat mansa Hadiah Rancagé. I Nyoman Manda nulis telu judul buku, yaddo roman
Nembangan Sayang I (Nembangkon sayang I), roman
Depang Tiang Bajang Kayang-kayang (Tagankon Nyak Tenggalan Selamani) rik sebiji kisah sai dituangkon delom pantun kilat
Ajak ja Beli Mlali (Ajak do Abang Lelapahan). Nyoman Manda nerima Hadiah Sastera Rancagé 1998 (guai jasa) rik tahun 2003 (guai karya bejudul
Bunga Gadung Ulung Abancang). Kelawan rena ya jadi telu kali nerima Hadiah “Rancagé”.
Rua buku sai baréh yaddo
Kunang-kunang anarung Sasi (Kunang-kunang Ngelawan Bulan) ditulis andahni I Madé Suarsa penerima Hadiah “Rancagé” 2005 (guai karya bejudul
Ang Ah lan Ah Ang) rik
Bangké Matah (Budar Matah) karya IBW Widiasa Keniten penerima Hadiah “Rancagé” 2006 (guai karya bejudul
Buduh Nglawang).
Kunang-kunang Anarung Sasi karya I Madé Suarsa ngemuat 118 sajak jama téma macom-macom jak nilai-nilai semista, isu korupsi, padah pariwisata, kukuk Yogya sampai litak Sidoarjo. Unyinni sina nunjukkon keberak’an peduli penyairni jama masalah kegantaan sai telangsung di selingkungni. Delom ngungkapkon téma-téma sina, Madé Suarsa secara konsisten nyiptakon rima rik irama sehingga sajak-sajakni jadi helau rik bangik. Kekuwawaan penyairni ngemainkon kicik ngehasilkon pengungkapan reti sai relom. Misalni di sajak sai bejudul “Mar Sinah” sai delom basa Bali retini keliak’an maring atawa meruyuh, wat asosiasi jama Marsinah pekerja bebai sai dibunuh secara mistérius sai sampai ganta makkung teungkap. Larik pemuput sajak sina bebunyi ”pamuput samar tan sinah-sinah” sai retini “pemuput samar mak jelas-jelas”.
Buku kumpulan cerbun
Bangké Matah karya IBW Wiadasa Keniten manjakkon monéh usaha penulisni guai ngegarap téma-téma ampai sai mawat konvénsional jama gaya absur rik anti-réalis gegoh sai bekembang delom sastera Barat. Sai nonjol yaddo suasana rik rangkaian absurditas. Gaya absur rena radu jadi ciri utama Wiadasa Keniten. Karya-karya absur sai diungkapkon delom kalimat-kalimat rebah ngerupakon tawaran pengucak’an ampai, delom dominanni pengucak’an réalistik di dunia cerita sastera Bali.
Tawaran pengucak’an alternatif panjak monéh delom
Ajak ja Beli Mladi karya Nyoman Manda. Kisah pecintaan muli-meranai hinji disampaikon delom pantun bebahasa Bali. Wat pantun epak baris, wat monéh sai rua baris. Kisahni digambarkon selingkung alam helau Ranau Batur. Pecintaanni mak mesikop ga, mak merelom, kidang pantun sai dipakai nyurahkon kisah sina kréatif rik nunjukkon pekaya éksprési rik kekuwawaan basa Bali guai nulis pantun.
Ngenilai roman
Nembangan Sayang I, rada selan, ulih ceritani pagun jaoh jak selesai. Keliak’anni sebagai sindéran halus jama kehurik’an muli-meranai ganta hinji sai selesa, mupuh kehanjak gawoh rik teperangkop andahni gaya hurik konsumtif, sedong peran huluntuha guai nyegahni lemoh.
Roman rebah
Depang Tiang Bajang Kayang-kayang ngegambarkon hubungan muli Bali jama ragah Australia sai mawat kehalang andahni kesenjangan kultural, kidang jimpangni mit penikahan diputukkon andah ngeledakni bom Bali. Pengarangni injuk mak bani atawa mak haga ngesaikon tian rua, injuk kipak haga metahankon tokohni sebagai jelma Bali. Sai mesikop delom roman hinji repa pengarangni ngegunakon tokoh Barat guai ngejelaskon kelayungan aspék kebudayaan rik kesenian Bali, api ya tari, ritual atawa filsafatni. Hal baréh sai mesikop monéh yaddo fénoména hétéroglosia delom reti penggunaan pepira basa delom pebalahan antar-tokoh, yaddo basa Bali, Indonésia rik Inggris.
Bedasarkon petimbangan-petimbangan sina, maka buku sai dikeni Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 guai
karya yaddo
Depang Tiang Bajang Kayang-kayang
karya I Nyoman Manda (l. Gianyar, 14 April 1939) Jama pengarangni, I Nyoman Manda, haga dikenikon Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 berupa piagam rik duit (Rp. 5 juta).
Sedongkon sai kepilih guai nerima Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 guai
jasa yaddo
I Madé Suatjana
(l. di Gadungan, Tabanan 14 Méi 1947) I Madé Suatjana yaddo sai ngehalu program penulisan hurup Bali sai diucak Bali Simbar sai dapok diaplikasi di komputer liwat program Microsoft Word. Program Bali Simbar mulai direncaka tahun 1986 jama ngegunakon program Chi-writer kelawan ngelakukon modifikasi Font sehingga hurup Bali dapok diketik liwat komputer.
Tenghalu Bali Simbar sina pertama kali disosialisasikon tahun 1989 delom kelasa paméran Pésta Kesenian Bali di Dénpasar. Tahun 1993, Yayasan Sabha Sastra Bali sai begerak delom pembinaan basa rik sastera Bali modéren mulai ngegunakon tenghalu Madé Suatjana guai ngetik naskah buku pelajaran tingkat SMP. Mulai tahun 1999 program Bali Simbar dipakai di Percétakan Bali guai ngetik buku sastera rik buku pelajaran behurup Bali. Tahun 2001 ya nyiptakon program transliterasi hurup Latin mit hurup Bali, guai ngembangkon program tekait.
Jama I Madé Suatjana haga dikenikon Hadiah “Rancagé” guai jasa berupa piagam rik duit (Rp. 5 juta).
Hadiah Sastera “Rancagé” guai Sastera Lampung Mesarakat Lampung sebenorni cukup kaya jama karya sastera berupa
adi-adi, warahan, hiwang, rik sai baréh-baréh, kelamonanni berupa sastera lisan, najin wat pepira sai radu dibukukon. Tian ngedok monéh hurup tenggalan najin ganta mak dipakai lagi.
Unyin karya sastera tradisional sina teikok nihan andahni atoran bait, larik, rima rik purwakanti gegoh musti bestruktur a-b-a-b rik semacomni. Tian sasterawan sai taru di Lampung, kelamonanni nulis delom basa Indonésia api ya prosa atawa puisi. Kidang ampai-ampai hinji muncul monéh sasterawan sai nulis karya modéren delom basa Lampung, api ya prosa atawa puisi, di hantarani wat sai terbit berupa buku.
Sai paling unggak yaddo Udo Z. Karzi (gelar pina Zulkarnain Zubairi) sai radu nerbitkon buku
Moméntum (2002) rik
Mak Dawah Mak Dibingi (2007). Sajak-sajak Udo ngerupakon terabasan balak sai nerajang tradisi sastera Lampung sai beku. Téma-téma sajak Udo yaddo masalah masaganta kehurik’an rakyat lunik sai kelop, démonstrasi mahasiswa, kecadangan lingkungan, pelikni lapangan kerja, penegian hukum sai makkung pampan, korupsi sai ngerajalila, tian politisi sai mak mikirkon rakyat, rik wat monéh sai ngegambarkon jiwa saréh sai retok ngegapai Sang Pencipta, sai dilahirkon delom struktur sai modéren. Jama cawa baréh, sajak-sajak Udo Z. Karzi benor-benor ngacakon semangat jaman. Diharapkon dacok minjakkon tian sasterawan baréh guai nulis delom basa indukni, basa Lampung.
Pertama kalini Hadiah Sastera “Rancagé” guai
karya ditetopkon haga diserahkon jama pengarang kumpulan sajak
Mak Dawah Mak Dibingi
Udo Z. Karzi (Zulkarnain Zubairi) (l. 12 Juni 1970 di Liwa, Lampung)
Terbitan BE-Press, Tanungkarang barat, Bandar Lampung Jama Udo Z. Karzi haga dikenikon Hadiah Sastera “Rancagé” 2008 guai karya berupa piagam rik duit (Rp. 5 juta).
Hadiah “Samsudi” 2008 guai buku bacaan sanak-sanak delom basa SundaDi tahun 2007 wat lima judul buku bacaan guai sanak-sanak sai terbit delom basa Sunda, yaddo
Banjir Getih di Pasantrén Cimarémé andahni Aan Merdéka Permana,
Lalampahan Napoléon saduran H.A. Rochman,
Si Sekar Panggung dan
Ochank andahni Tatang Sumarsono rik
Catetan Poéan Réré andahni Ai Koraliati.
Banjir Getih yaddo “cerita sejarah” sai ditulis semberana tanpa usaha penulisni guai mandayi latar sejarahni, bahasani semberana monéh.
Lalampahan Napoléon, saduran ngisahkon kehurik’an Napoléon Bonaparté.
Ochank karya Tatang Sumarsono naskahni mansa hadiah pendua delom saémbara ngarang roman sanak-sanak sai digawikon andahni PP-SS tahun 2007. Tentang pengalaman Ochank sai dihubungkon jama kepercayaan watni dunia siluman ulai, dalih minjakkon kerumasaan sanak-sanak sai ngebacani jama reti lingkungan. Sedong
Si Sekar Panggung mesikop nihan ulih tentang kehurik’an sanak-sanak sai retok jadi joki rik serani-rani begaul jama kuda. Pengarang kelawan pastiti ngegambarkon kehurik’an jelma sai ngedok rik ngurus kuda lomba sai delom basa Sunda makkung wat.
Catetan poéan Réré (Catatan Ranian Réré) nyeritakon monéh masalah sai makkung wat dijadikon téma cerita delom basa Sunda, yaddo masalah kesumangan kejiwaan sanak beladingan. Rik Ai ngemukakonni kelawan besaja kidang ngejaga ketegangan kelawan ngebukani cutik-cutik ngeliwati catatan ranian adikni sai muli. Masalah sai muskil sina dikisahkon andahni Ai jak kacamata sanak muli sai secara kepaksa jadi penanggungjawab lamban-jan keluarga, ulih emakni ninggal rik bapakni lijung. Basa sai digunakonni pastiti nihan rik teuyun, sehingga helau guai contoh bagi sanak-sanak sai ngebacani. Naskahni mansa hadiah pertama delom saémbara ngarang bacaan sanak-sanak sai digawikon andahni PP-SS tahun 2007.
Seradu dipetimbangkon kelawan pastiti, Hadiah “Samsudi” 2008 ditetopkon guai dikenikon jama
Catetan Poéan Réré
Karya Ai Koraliati (l. di Garut, 28 April 1965)
Terbitan Penerbit Grafindo Media Pratama, BandungJama Ai Koraliati haga dikenikon Hadiah “Samsudi” 2008 berupa piagam rik duit (Rp.2.500.000).
*
Upacara penyerahan Hadiah Sastera “Rancagé” rik “Hadiah Samsudi” insya Allah haga dilaksanakon ngeliwati gawibarong Yayasan Kebudayaan “Rancagé” jama Universitas Padjadjaran bulan Méi 2008 di kampus universitas sina.
Pabélan, 31 Januari 2008 Yayasan Kebudayaan “Rancagé”Ajip Rosidi Ketua Déwan Pembina